(Part 1)
Malam itu Shilla tidak bisa tidur. Perasaannya sangat buruk, seperti sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Shilla hanya bisa menahan rasa sakit yang melanda di hatinya. Ia ingin berteriak, namun itu akan membangunkan seluruh orang di rumahnya. Shilla paham akan hal itu, sehingga ia pun memilih untuk diam. Memang, Shilla adalah anak yang bisa dibilang sempurna. Ia mempunyai paras yang cantik dan manis, perilaku yang baik, ia kaya, rendah hati, peka, selalu berkorban untuk orang lain, berani, dan pintar. Shilla bisa membeli apa saja, masuk kampus mana saja, dan berhubungan dengan lelaki mana saja yang ia mau. Ia juga mendapat beasiswa penuh hadiah dari olimpiade sains dulu. Ia sempurna, dan akan terus begitu. Sampai kejadian itu pun akhirnya datang...
***
Shilla melakukan rutinitas hariannya (mandi, sarapan, bangun tidur, dan lain-lain), seperti biasa. Lalu, Shilla berjalan kearah kamar kedua orangtuanya untuk berpamitan dengan kedua mereka. Baru saja ia akan mengetuk pintu ketika ia mendengar kata-kata yang menusuk hatinya.
"Gue gak mau tau, pokoknya kita CERAI!!" teriak suara yang dikenalnya, suara ayahnya. Shilla diam. Terpaku. Ia berusaha mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya. Kata-kata yang amat menyakitkan baginya. Lalu Shilla menarik napas dalam-dalam, tersenyum seperti biasa, lalu masuk ke dalam kamar orang tuanya.
"Ma, pa, Shilla berangkat kampus dulu ya..." ucap Shilla seperti biasa, lalu mencium tangan kedua orang tuanya. Shilla mengendarai mobilnya, berusaha berpikir jernih. Tetapi kata-kata ayahnya terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Pokoknya kita CERAI! Kita CERAI!! CERAI!!! CERAI!!!!
Shilla mengerem mobilnya. Ia memejamkan matanya, berusaha melupakan kata-kata ayahnya. Tetapi ia tidak bisa. Ia pun menghela nafas lalu memarkir mobilnya, menenangkan diri sejenak, dan turun dari mobil jazz birunya. Ia langsung masuk kelasnya.
Sesampainya di sana ia pun langsung duduk dan menyandarkan kepalanya. Ia menenangkan diri. Tak lama kemudian kedua sahabat Shilla, Sivia dan Zahra, masuk. Mereka pun duduk di sebelah Shilla, mengapit Shilla seperti biasa, dan bingung karena Shilla tidak seceria biasanya.
"Lo kenapa Shill? Kok lesu gitu?" tanya Zahra. Shilla menghela nafas.
"Iya nih... kayaknya ortu gue bakal cerai deh. Tadi pagi gue denger bokap gue ngomong sesuatu tentang cerai-cerai gitu" jawab Shilla.
"Hah?! Cerai?! Gawat dong!" komentar Sivia dengan panik.
"Iya... makanya gue pusing" sahut Shilla. Setelah itu mereka diam, karena mereka tau Shilla membutuhkan ketenangan.
***
Di kantin
Shilla duduk, diikuti dengan kedua sahabatnya.
"Pesen apa?" tanya Sivia.
"Makaroni aja" jawab Shilla.
"Bakmi ayam" jawab Zahra. Sivia pun beranjak dan memesankan pesanan kedua sahabatnya, lalu duduk kembali. Ia memerhatikan seluruh penjuru kantin karena bosan. Lalu matanya segera tertuju pada sesuatu. Atau lebih tepatnya, beberapa orang.
"Shill, mereka dateng Shill" bisik Sivia. Shilla dan Zahra yang mendengar bisikan Sivia pun segera melihat ke arah Sivia memandang, dan menemukan tiga orang pria yang sedang berjalan ke arah mereka.
"Yaahhh... mereka lagi mereka lagi!" komentar Zahra sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Arrgghh!!! Pusing banget sih gue hari ini!" komentar Shilla sembari membenamkan wajahnya ke kedua tangannya. Ia pun bergumam sendiri, kata-katanya tidak jelas walau suaranya terdengar. Ketiga pria tersebut berhenti melangkah di depan meja tempat Shilla, Sivia dan Zahra duduk.
"Ngapain lo? Bikin pusing pala gue aja" ucap Shilla sewot.
"Suka-suka gue" sahut salah seorang pria.
"Lo tuh gak jelas banget sih? Main ganggu kita aja!" teriak Zahra.
"Suka-suka kita!" tanggap pria tersebut dengan ketus.
“Pergi lo!” usir Sivia. Ketiga pria tersebut menatapnya tajam.
“Kenapa?” tanya salah seorang pria, kali ini pria yang lain.
“Lah, kalian ganggu! Nyadar dong!” jawab Sivia.
“Oke, kita pergi! Dasar 3 cewek aneh!” ucap pria yang satunya lagi sembari melangkahkan kaki untuk mengikuti kedua pria yang lainnya.
“Lo tuh yang aneh!” teriak Zahra dan Shilla, yang tidak di pedulikan oleh ketiga pria tadi. Shilla, Sivia dan Zahra pun jengkel dibuatnya.
"Apaan sih? Gak jelas banget!" komentar Shilla sembari menyendok makaroninya secara brutal.
“Sabar bu” ucap Zahra, melirik tangan Shilla yang terus-menerus menyendok makaroni dengan brutal.
“Iya Shill, lagian daripada lo nyendok-nyendok mulu mending gue makan” ucap Sivia sembari membuka mulutnya.
“Gak! Ini punya gue!” teriak Shilla. Sivia mengangkat bahu lalu kembali sibuk memakan bakso miliknya. Shilla membanting sendok besi yang sedari tadi dipegangnya.
"Halah! Si Rio, Alvin, sama Gabriel tuh gak jelas banget sih!! Berat-beratin kepala gue aja!!" teriak Shilla stress.
"Udahlah... mending kita makan aja dulu" ucap Sivia lembut. Shilla pun menurutinya.
***
Sesampainya di rumah, Shilla terkejut bukan main.
“Shilla, papa dan mama sudah memutuskan bahwa kita berdua akan bercerai” ucap papanya ketika mereka sedang rapat keluarga. Mamanya mengangguk-angguk. Shilla dan adiknya shock, sedang kakaknya hanya kaget.
“Kkk… kenapa?” tanya Shilla.
“Tanya saja sama ibumu! Dia yang menyebabkan semuanya!” teriak papanya sembari menunjuk kearah mamanya. Ibunya terkejut bukan main.
“Enak saja! Kamu tuh yang gak punya perasaan!!” bantah ibunya.
“Oh ya? Tau dari mana? Dari lelaki yang menjadi selingkuhanmu?!” tanya ayahnya.
“Enak saja! Kau memang tidak berperasaan!!” teriak ibunya.
“Kamu! Kamu yang tidak berperasaan! Kamu seenaknya pergi dari rumah ini seharian, dan apa? Apa? Kamu jalan dengan cowok itu!!” teriak ayahnya.
“Ppp… pa, udahlah…” ucap Shilla, berusaha mencairkan suasana. Namun sia-sia. Ayah dan ibunya tidak menggubrisnya. Adiknya pun menangis. Mata Shilla berkaca-kaca, ia hampir saja menangis. Sedang kakaknya sudah masuk ke kamarnya.
PLAKK!! Tamparan ibunya mendarat di pipi ayah Shilla.
“Kamu sendiri?! Judi, mabuk-mabukkan!! Aku butuh seseorang yang memperhatikan aku!!” teriak ibunya.
BRAKK!! Ayah Shilla menggebrak meja.
“Jadi kamu memilih untuk selingkuh?! Hah?!” teriaknya.
“STOP!! SHILLA BENCI SAMA MAMA DAN PAPA!!” teriak Shilla. Air matanya mulai mengalir, ia berlari ke kamarnya. Di dalam kamar ia menangis. Menangis sederas-derasnya, kecewa akan perilaku ayah dan ibunya yang sangat mengecewakan. Kecewa karena ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Kecewa karena air matanya mengalir deras dan tak bisa dihentikan. Ia kecewa. Sangat kecewa.
***
Pagi hari, Shilla bolos masuk kampus. Ia di suruh untuk pergi menghadap pengadilan, karena orang tuanya akan bercerai. Di dalam, Shilla melihat seluruh keluarga besarnya. Shilla melihat pengadilan berlangsung, pusing. Matanya gerak-gerik melihat semua yang terjadi, sampai pada akhirnya jelas. Ia beserta kakak dan adiknya akan ikut papanya, dan rumah tempat mereka tinggal akan menjadi milik mereka. Sedang ibunya pergi bersama laki-laki lain.
Mereka pun pulang, dan Shilla langsung masuk kamarnya, meraih HPnya dan menelepon kedua sahabatnya, menceritakan apa yang terjadi. Zahra dan Sivia kaget, tidak menyangka ini akan terjadi. Tapi memang, takdir hanya ada di tangan Tuhan.
Paginya, Shilla kembali ke kampus. Kedua sahabatnya telah menunggunya di kelas, ikut prihatin dengan apa yang dialami Shilla.
"Shill, tabah ya... kita bakal nemenin lo" hibur Sivia lembut. Tiba-tiba terjadi keributan di tengah lapangan.
"Ada apa sih?" tanya Zahra.
"Au. Ke sana yuk" ajak Shilla.
Di tengah lapangan, yang terlihat di mata Shilla hanya satu : Rio sedang membersihkan tangannya dari kue sambil menatap sinis ke arah seorang murid yang mukanya seperti habis dilempar kue seloyang penuh oleh seseorang.
"Heh, gue tuh orang tajir, lo gak usah ngasih kue gak bermutu buat ultah gue, gue udah punya banyak" ujar Rio dingin. Shilla yang mendengarnya langsung mengambil kue tart besar yang ada di kantin, membayarnya, berjalan ke arah Rio, lalu melemparnya tepat di muka Rio.
"Happy birthday... semoga sikap busuk lo itu ilang, amiin..." ujar Shilla sinis. Sivia, Zahra, Gabriel dan Alvin tertawa, disusul dengan suara tertawa dari arah penonton. Rio tersentak kaget, membersihkan kue dari wajahnya, lalu menatap Shilla dengan pandangan dingin.
"Apa maksud lo?" tanya Rio.
"Maksud gue baik, ngasih lo kue" jawab Shilla, menahan ketawa.
"Serius" ujar Rio.
"Buat ngasih rasa manis di wajah lo aja, busuk banget sih" sahut Shilla, membuat tawa penonton meledak lagi.
"Awas lo!" ancam Rio, lalu meninggalkan kerumunan bersama Gabriel dan Alvin yang masih tertawa.
"Hahaha... Shill, kocak amat! Lain kali lakuin lagi, biar tau rasa tu orang!" komentar Zahra, tertawa.
"Heh... jangan! Gak baik!" nasehat Sivia.
"Alah... alim banget dah!" ujar Zahra. Shilla melerai mereka berdua, lalu pergi menuju kelasnya dengan perasaan puas.
+++
(Part 2)
Sesampainya di kelas, Shilla langsung di kerumuni oleh teman-teman cewek sekelasnya.
"Shill, kok lo berani banget, sih? Ntar diincar, lho!!!"
"Iya, ntar bisa gawat! Kan si Rio emang gitu, kalau salah dikit di bales dengan penderitaan!"
"Iya! Lagian, kasian kan Rio... Rio kan ganteng, cool, keren..."
"Ah udahlah! Tenang aja, kan gue ini yang diincar, bukan lo lo semua! Lagian, Rio tuh jelek!! Aneh!! Jahat!!" potong Shilla.
"Ehem!!" ujar suara dari belakang. Shilla melihat ke arahnya, menemukan Rio, merobek kertas selembar dan meremasnya, lalu melemparnya ke arah Rio.
"Heh! Lo gak usah cari masalah lagi, deh! Udah untung gue sabar... awas lo!" ancam Rio sekali lagi, melempar kertas Shilla .
"Eh! Rio! Sori, kirain tong sampah!! Lagian, busuk amet sih!" sahut Shilla, pura-pura kaget. Teman-teman cewek yang tadi mengerumuninya kaget, menahan ketawa, sedangkan sisanya malah ketawa semua. Rio melotot ke arah Shilla dan meninggalkan kelasnya.
"Ngapain sih dia di sini?" tanya Shilla.
"Buat ngasih bapak berkas ini" jawab dosen. Shilla beserta teman-teman sekelasnya kaget dan langsung duduk.
"Oke... semuanya sudah mengerjakan tugas? Kumpulkan sekarang!" perintah dosen. Shilla mencari tugasnya, tetapi tidak ketemu.
"Waduh! Jangan-jangan yang gue lempar ke Rio kertas tugas gue lagi!" bisik Shilla khawatir, Sivia dan Zahra mendengarkan.
"Makanya... kalau mau lempar barang, liat-liat dulu tuh barang apa, kualat kan lo sama Rio!" bisik Sivia. Shilla pun pasrah, nilainya pun jadi nol.
***
Shilla keluar kelas dengan lesu. Ia pun pulang ke rumah tersayangnya, lalu melihat ayahnya tidak ada. Shilla pun memutuskan untuk pergi mencari ayahnya. Di tengah jalan, ia menemukan ayahnya sedang mabuk.
"Ayah!! Ayah kenapa?" tanya Shilla panik. Ayahnya malah berbicara sambil mabuk gak jelas. Shilla pun membawa ayahnya ke rumah, membaringkannya di ranjang, duduk di kursi samping ranjang ayahnya, lalu ayahnya tidur.
"Ayah!!" teriak kakaknya Shilla.
"Sst! Ayah lagi tidur!" bisik Shilla, menempelkan telunjuk di bibirnya.
"Kenapa? Tumben tidur siang-siang!" tanya kakaknya Shilla. "Ayah mabuk" ujar Shilla kalem. Kakaknya melotot, menahan emosi yang melandanya. Kakaknya pun pergi ke kamarnya, dan berteriak di sana. Shilla hanya menggelengkan kepala dan memandangi ayahnya. Kenapa ayah jadi kayak gini? tanya Shilla di pikirannya.
***
Esok hari di kampus...
"Ah! Dasar tuh cewek!! Bikin gue malu aja!" teriak Rio sambil main basket bersama Alvin dan Gabriel.
"Yee... lagian elunya yang keterlaluan! Gue jadi Shilla juga bakal kayak gitu deh!" sahut Gabriel, merebut bola dari Rio.
"Iya... tapi hebat juga tuh cewek, berani amet" ujar Alvin.
"Ya iyalah! Statusnya, gue gak bisa bales dia gara-gara itu. Pasti dia bakal ngebales gue, trus gue gak bisa nindas dia" sahut Rio.
"Ooh..." Gabriel hanya manggut-manggut.
***
"Shill... kasian banget sih lo..." komentar Sivia saat Shilla menceritakan pengalamannya pulang dari kampus kemarin.
"Mula-mula ortu lo cerai, trus bokap lo mabuk, berikutnya apa?" tanya Zahra.
"Berikutnya gue bisa nemuin pangeran gue trus nikah" jawab Shilla.
"Ngaco lo!" sahut Zahra, menjitak dahi Shilla.
"Yee... mending gitu deh daripada gue dapet kesialan lagi!" ujar Shilla, dan mereka bertiga pun masuk ke kelas mereka.
***
Pulangnya, Shilla kaget lagi. Ayahnya terlihat sedang mabuk dan berjudi dengan sekelompok pria. Shilla ingin memulangkan ayahnya tapi takut karena badan pria-pria itu besar-besar. Akhirnya Shilla pulang dan menceritakannya pada kakakya. Kakaknya berteriak lagi. (Sori, kata-katanya gak sopan banget, jadi gak di tulis ya)
Malamnya, ayahnya pulang dengan keadaan mabuk berat. Kakaknya mengacuhkannya, sedang Shilla dan adiknya, Keke, merawat ayahnya dengan penuh kasih sayang. Sedang ayahnya hanya mabuk tidak karuan.
Cobaan apa lagi yang akan kau berikan kepadaku, Tuhan? tanya Shilla dalam hati, memandangi ayahnya yang mabuk.
---
NEXT PART
Tidak ada komentar:
Posting Komentar