Sabtu, 11 Juni 2011

Gue Benciiii... Sama Elo!-Part 9 & 10

PREVIOUS PART

---

(Part 9)

Esok harinya, tidak ada yang berbeda. Hanya Rio dan Gabriel yang selalu main bola saat jam kosong dan Shilla beserta kedua sahabatnya yang mengunjunginya tiap hari. Dan Rio serta Sivia yang cemburu.

Hari itu Gabriel ulang tahun, dan Shilla memberikan sekotak cokelat untuknya. Saat jam kosong, seperti biasa Shilla, Sivia dan Zahra menuju lapangan bola. Di sana, Gabriel sedang istirahat, Rio sedang main bola, dan Alvin menonton saja. Shilla menghampiri Gabriel. Sivia menonton dari kejauhan. Zahra bersama Alvin, berbincang-bincang.

"Hai Yel" Shilla menyapa. "Hai Shill" sahut Gabriel.

"Happy birthday ya" ucap Shilla, mengeluarkan kotak cokelatnya.

"Makasih" sahut Gabriel, meraih cokelat dari Shilla. Ia membukanya, Shilla mengambil satu cokelat dan memasukkan cokelat tersebut ke mulut Gabriel.

"Aaaa" ujarnya saat melakukan hal tersebut. Melihat mereka begitu mesra, Rio menendang bola dengan nafsu. Sivia membendung air matanya, tak sanggup lagi menahan sakit. Saat melihat Shilla dipeluk oleh Gabriel, Sivia tak tahan lagi. Ia berlari ke toilet cewek, berusaha mnyembunyikan air matanya yang tumpah. Karena yang lain pada asyik sendiri, mereka tidak melihatnya, kecuali Rio. Rio segera berlari menuju Sivia, tak peduli berapa pasang mata yang melihatnya. Rio tak berhasil mengejar Sivia, karena Sivia sudah masuk toilet cewek sebelum Rio sempat meraihnya. Rio mendengar isakan Sivia yang lumayan keras, dan karenanya ia merasa iba. Ia menunggu sampai Sivia selesai menangis tanpa suara. Ia hanya berdiri, bersandar ke dinding dan mendengarkan isakan Sivia. Setelah lima menit barulah Sivia tenang. Ia kaget saat melihat Rio yang menunggu di depan toilet cewek.

"Kenapa...?" tanya Sivia, tak dapat menemukan kata-kata untuk melengkapi pertanyaannya.

"Kita senasib, lo cemburu gara-gara Iyel sama Shilla kan? Gue juga cemburu" jawab Rio seolah dapat membaca pikiran Sivia. Sivia terkejut. Rio begitu perhatian padanya, tetapi entah kenapa ia tak bisa menghapus perasaannya kepada Gabriel. Sivia memalingkan muka, malu kepada Rio. Mereka pun menuju lapangan bola bersama. Sesampainya di lapangan bola, Zahra, Alvin, Shilla dan Gabriel menyoraki mereka.

"Ciee... mesra nih?" tanya Shilla.

"Iya" jawab Rio singkat, memeluk Sivia dan menyandarkan kepala Sivia di dadanya. Sivia terkejut lagi. Rio berbisik kepadanya,

"Woi, jangan GR dulu, gue ngelakuin ini cuman jengkel sama Shilla doang, jadi jangan pikir gue suka sama lo!" bisik Rio meyakinkan. Sivia mengangguk, walaupun ia tidak terlalu yakin.

***

Seminggu pun berlalu. Saat jam kosong, Shilla kembali bermesraan dengan Gabriel. Saat itulah emosi Rio memuncak. Ia kembali menendang bola dengan nafsu.

"Eh Shill, aku dipanggil dosen, bentar ya" ujar Gabriel. Shilla mengangguk. Rio agak lega, tetapi ia tetap saja menendang dengan nafsu. Sivia bersandar ke dinding di belakang Rio, tatapannya kosong. Karena merasa iba Shilla menghampirinya. Tetapi karena Rio sedang menendang-nendang denga nafsu, pikirannya kosong, tak sadar sekelilingnya, bola yang ditendangnya mengenai perut Shilla. Shilla ambruk, bajunya yang putih menjadi merah di bagian perut, menandakan ia berdarah.

"Shilla!!" teriak Zahra, membuyarkan lamunan Sivia dan Rio, kembali sadar. Rio hendak menolong Shilla tetapi dicegah oleh Shilla. Ia sudah mulai pusing, tetapi ia memaksa untuk berjalan ke UKS. Gabriel segera berlari menuju Shilla, dan tepat pada saat itu Shilla ambruk lagi. Gabriel menggendongnya dan membawanya ke mobilnya. Sebelumnya ia menatap marah ke Rio.

"Seharusnya lo jagain dia!" teriaknya. Rio berputus asa dan menuju mobilnya bersama Sivia, Zahra, dan Alvin.

"Rio!!! Lo kejam banget sih!!" teriak Zahra marah-marah.

"Gue gak sengaja... gue lagi gak nyadar!!" sahut Rio, marah-marah juga.

"Udah... jangan marah-marah!" lerai Alvin. Sedang Sivia bersandar di pojokan, tengelam pada pikirannya sendiri.

***

Sesampainya di rumah sakit, Shilla langsung dibawa ke dokter yang menanganinya dulu di UGD. Dokter kaget mendengar cerita Zahra. Ia pun berkata,

"Shilla harus operasi cangkok liver sejam lagi. Sebaiknya kalian segera menemukan orang yang bisa menyumbangkan livernya" dan dokter pun berlalu. Mereka semua mematung. Ketika Shilla dibawa ke kamar rawat inap mereka langsung menuju ke lab untuk mengetes siapa yang livernya cocok dengan Shilla. Mereka menunggu hasil tes di kamar Shilla, tempat Shilla sudah siuman.

"Makasih ya udah nolong gue lagi" ujarnya. Tiba-tiba pintu kamar Shilla berada dibuka dengan cara dibanting. Mereka semua kaget dan saat mereka tau siapa yang membanting pintu, muka mereka pucat. Di mata mereka, terlihat sekelompok polisi.

"Anda Ashila Zahrantiara?" tanya salah seorang polisi. Shilla mengangguk.

"Ada apa lagi?" tanya Alvin jengkel.

"Kami ingin membicarakan penculikan Ashila Zahrantiara lagi, karena kami menemukan teori baru" jawab polisi.

"Teori apa?" tanya Zahra.

"Bahwa dari riset dan dari data, kami menduga bahwa penculikan ini ada hubungannya denga Mario Stevano Aditya Haling" jawab polisi. Semua kaget.

"R... Rio?" tanya Shilla.

"Ya" jawab polisi santai.

"Apa yang membuat anda berpikir begitu??" tanya Rio kaget.

"Pertama, saat penculikan itu dimulai, andalah yang menjadi sandera, padahal anda begitu jauh dari mereka. Kedua, dari mana anda tahu bahwa Shilla berada di rumah di tengah hutan? Ketiga, andalah yang menendang bola ke arah perut Ashila, padahal anda sudah tahu bahwa Ashila tidak boleh terkena hantaman kuat di bagian perut" jawab polisi tersebut.

"Tapi, kalau benar dia yang terlibat, kenapa dia memukul komplotannya sendiri dan membantu Shilla?" tanya Alvin.

"Bisa saja itu hanyalah sandiwara" jawab polisi. "Dan bisa saja yang menyiksa Ashila Zahrantiara adalah dia sendiri, beserta sahabatnya, Alvin Jonathan Sindunata atau Gabriel Stevent Damanik" sambungnya.

"Tapi aku melihat sendiri, itu bukan mereka!" seru Shilla membantah.

"Apakah kau melihat mukanya?" tanya polisi. Shilla menggeleng lemah.

"Tapi itu bukan mereka! Kalau itu benar, pasti aku akan mengenali mereka dari suara mereka!" Shilla masih membantah.

"Di pondok tersebut ditemukan ini" ujar polisi, mengangkat sesuatu.

"Ini adalah alat yang bisa menyamarkan suara, seperti ini" sambung polisi, memakai alat tersebut dan berbicara.

"Benar kan?" tanya polisi dengan suara lain. Suara yang didengar Shilla saat ia disiksa. Mata Shilla membelalak.

"Tapi itu bukan mereka" protesnya lemah.

"Apa buktinya?" tanya polisi.

"Anda juga tidak tahu siapa sesungguhnya yang ada di balik topeng itu, memakai benda itu, dan yang menculikku. Walaupun anda bilang mereka, sesungguhnya itu hanya dugaan. Jadi, itu belum tentu mereka dan belum tentu paman Jo dan temannya" jelasnya.

"Anda benar. Oleh karena itu, kami akan memasang pengawasan ketat pada mereka" sahut polisi. Shilla kembali lega, lalu pintu dibuka. Dokter masuk.

"Oke, berdasarkan hasil data, Gabriel dan Rio-lah yang dapat menyumbangkan livernya" jelas dokter.

"Biar gue aja" ujar Gabriel.

"Gak, gue aja, lagipula gue kan harus tanggung jawab udah buat dia kayak gini" kata Rio.

"Iya, Rio aja" sahut Zahra. Akhirnya Rio yang menyumbangkan livernya.

+++

(Part 10)

Rio pun pergi ke ruang operasi bersama Shilla. Sesaat sebelum operasi dimulai, Shilla berkata,

"Makasih ya Yo" ujarnya. Rio hanya mengangguk. Mereka pun di operasi.

***

Sementara itu, di ruang tunggu

Alvin, Gabriel, Zahra dan Sivia yang di sana berbincang.

"Eh, kenapa si polisi itu bisa-bisanya sih nuduh lo semua?" tanya Zahra.

"Gak tau... tapi kayaknya gue femilier deh sama suaranya" jawab Alvin.

"Iya... perasaan pernah denger!" sahut Gabriel.

"Trus gak biasanya polisi nuduh terang-terangan gitu... jangan-jangan disuap lagi!" ujar Alvin menduga-duga.

"Atau... dia bener, lagi! Lo semua pelakunya!" sahut Zahra. Alvin dan Gabriel langsung menatapnya tajam. Sedang Sivia diam saja di pojokan. Ada yang merasa janggal, biasanya kan si Sivia ngelerai, kok diem ya? pikir Gabriel, lalu memberitahukannya pada Alvin.

"Woi Siv, kenapa lu diem sih aja dari tadi?" tanya Alvin setelah mendengar pikiran Gabriel. Sivia diam saja.

"Woi, ditanya tuh jawab!" seru Gabriel tidak sabaran.

"Lo semua asik aja bicara ndiri! Heh, sobat lo tuh lagi di operasi! Bukannya doa buat keselamatan mereka, lo semua malah asik ngegosip! Terutama lo Yel! Shilla tuh cewek lo! Gimana sih!" hardik Sivia marah, lalu kembali berdoa. Yang lain mengikutinya, menyesal dalam hati.

***

Akhirnya operasi pun selesai.

"Gimana dok?" tanya Sivia khawatir.

"Operasinya berhasil, mereka butuh istirahat. Ingat, Shilla tidak boleh terkena hantaman kuat lagi. Nyawanya bisa terancam!" jawab dokter, lalu ia pergi.

"Syukurlah..." ujar Alvin, menepuk pelan pundak Sivia.

"Ah!" seru Sivia marah, melepaskan tangan Alvin dari pundaknya. Lalu ia langsung cabut.

"Sivia kenapa sih? Biasanya kan dia lemah lembut, kok jadi sewot gitu sih?" tanya Alvin.

"Gue tau kenapa" jawab Zahra, melirik ke arah Gabriel dan langsung mengejar Sivia.

"Kenapa ya?" tanya Gabriel.

"Au" jawab Alvin, mengangkat bahunya. Mereka pun menuju kamar tempat Shilla dan Rio berada. Ternyata Sivia dan Zahra ada di sana. Zahra sedang menepuk pelan punggung Sivia dan mengusapnya, seperti sedang menghiburnya. Melihat Alvin dan Gabriel masuk, Sivia buang muka.

"Siv, lo kenapa sih? Marah ama gue?" tanya Alvin. Sivia menggeleng.

"Ama gue?" tanya Gabriel. Sivia menggeleng lagi. Lalu ia segera menuju samping tempat tidur Rio dan memandangnya.

"Dia lagi suka sama Rio, ya? Khawatir sama Rio deh kayaknya, makanya sewot kayak tadi! Taulah, cewek!" bisik Alvin. Gabriel mengangguk.

"Kayaknya sih gitu!" bisiknya. Sivia yang mendengarnya diam saja. Berhasil juga rencana gue biar mereka gak curiga, pikirnya. Dan ia pun memandangi Rio, matanya menatap kosong. Yang ada dipikirannya cuma Gabriel. Gue gak bisa lupain Iyel dan suka sama lo Yo, seberapa besar keinginan gue... pikirnya, tanpa sadar menggenggam tangan Rio. Alvin senyam-senyum sendiri, Gabriel memandanginya, sekelebat rasa dag-dig-dug menyerangnya, menandakan dia tegang. Sedang Zahra menatapnya dengan tatapan bingung. Akhirnya Rio dan Shilla siuman. Rio menyadari bahwa tangannya dipegang oleh Sivia.

"Nga..." baru saja Rio ingin menanyakan 'Ngapain lo pegang-pegang tangan gue', ia melihat tatapan Sivia yang kosong. Mungkin gara-gara Iyel, pikir Rio. Ia pun balas menggenggam tangan Sivia. Jantung Gabriel berdebar semakin keras, tegang akan apa yang akan terjadi selanjutnya antara Rio dan Sivia.

"Woi Yel, cewek lo udah siuman malah ngeliatin cewek lain" ujar Alvin. Gabriel akhirnya pindah tempat duduk ke sebelah Shilla.

"Hai Shill, gimana? Udah baikan?" tanya Gabriel.

"Iya..." jawab Shilla singkat. Mereka pun berbincang-bincang. Akhirnya Sivia sadar dari lamunannya. Ia ingin melepaskan genggaman tangannya, tapi Rio menggenggamnya terlalu kencang, sehingga ia tak dapat melepaskan genggamannya. Rio menariknya, lalu membisikkan sesuatu.

"Lo yang genggam tangan gue duluan, gue udah PW. Lagian siapa suruh sembarangan genggem-genggem tangan orang? Makanya kalo ngelamun jangan terlalu! Eh tapi jangan GR ya, gue suka sama Shilla bukan sama lo" bisik Rio. Sivia tertawa lembut. Semua memandangnya. Jangan-jangan Sivia beneran suka sama Rio lagi! pikir Gabriel, memandang mereka berdua. Shilla memandangnya dengan tatapan jengkel. Gabriel menyadarinya.

"Sori Shill, tadi kan Sivia sewot banget, trus tiba-tiba ketawa lembut kayak gitu... kan aneh!" ujarnya.

"Oh...." sahut Shilla singkat, tatapan jengkel hilang. Sivia berbincang-bincang dengan Rio, kelihatannya asyik sekali. Lalu saat Sivia terlalu bersemangat tertawa, ia yang sedang berdiri saat itu kehilangan keseimbangan dan jatuh, kepalanya hampir terantuk meja besar. Rio kaget, meraih tangan Sivia dan menariknya agar Sivia berdiri kembali. Sivia terkejut bercampur takut. Kalau tadi kepala gue kena tu meja... Sivia menghentikan pikirannya karena takut, air matanya hampir tumpah. Rio yang melihatnya menarik Sivia dan memeluknya, membelai lembut rambutnya. Sivia mulai menangis, air matanya sudah tak terbendung lagi.

"Ssst... menangislah sepuasnya sampai lo tenang..." hibur Rio. Sivia menuruti apa kata Rio tadi. Ia menangis di pelukan Rio. Tak lama, akhirnya Sivia tenang juga. Lalu pipinya berubah menjadi merah karena malu.

"Sori Yo" ujarnya, tak menatap Rio karena malu. Rio menatap bajunya yang basah.

"Gak pa-pa" sahut Rio.

"Mmmm... gue ma Zahra keluar dulu ya, lo ganti baju aja" ucap Sivia, lalu menarik tirai agar bisa menutupi Rio dari pandangan Shilla. "Yuk Zah" ajak Sivia. Zahra bangkit dan mengikuti Sivia.

***

Di luar

"Siv, lo suka sama Rio ya?" tanya Zahra. "Maunya sih gitu" jawab Sivia.

"Maunya?" tanya Zahra bingung.

"Gue maunya suka sama Rio, cuman gue gak bisa. Gue masih suka sama Gabriel" jelas Sivia.

"Ooh..." sahut Zahra.

"Tapi kok lo mesra amet ya sama si Rio tadi?" tanya Zahra lagi.

"Ya... tadi pas gue pindah duduk itu biar si Alvin ama Iyel gak tau kalo gue cemburu, trus pas gue megang tangannya Rio, gue tuh lagi ngelamun, nah, gue kan gak nyadar! Pas gue nyadar, gue pengen lepasin cuman si Rio nya yang gak mau, katanya PW. Trus gue akhirnya bincang-bincang, abis anaknya seru! Nah, pas gue jatoh, dia yang narik gue, trus dia sendiri yang meluk gue, gue nangis aja, PW gue. Tapi pas udah selese sesi nangis gue, gue malu banget... kan dia bajunya basah gara-gara gue..." jawab Sivia panjang lebar.

"Woi, masuk gih! Rio udah selese ganti baju!" seru Alvin.

"Yuk Siv!" ajak Zahra. Sivia mengangguk, lalu masuk kembali.

***

Di dalam

"Yo... maafin gue ya... baju lo jadi basah" ucap Sivia, mukanya merah.

"Gak apa-apa... udah mendingan?" tanya Rio. "Udah" jawab Sivia singkat. Rio tersenyum.

"Oya, Sivia... tadi kenapa nangis?" tanya Alvin. Sivia menunjuk meja besar.

"Gue takut, pas jatoh tadi kepala gue hampir kena itu... takut banget pas gue mikirin apa yang bakal terjadi kalau kepala gue bener-bener kena" jawab Sivia kalem. Rio langsung mengalihkan pembicaraan.

"Eh, pas gue ama Shilla di operasi lo semua pada ngapain?" tanya Rio.

"Alvin, Zahra ama Gabriel ngegosip, pas kejadian polisi itu! Gue sih doa" jawab Sivia.

"Iya, pas ditanyain kenapa diem aja, langsung sewot, kitanya dimarahin... katanya 'Lo semua asik aja bicara ndiri! Heh, sobat lo tuh lagi di operasi! Bukannya doa buat keselamatan mereka, lo semua malah asik ngegosip! Terutama lo Yel! Shilla tuh cewek lo! Gimana sih!' Ya kita semua langsung takut! Doa deh semua!" sahut Zahra. Rio tertawa.

"Gak biasanya lo kayak gitu Siv... mang lo semua ngapain pada bicarain kejadian polisi itu?" tanya Rio.

"Gak, gue sih penasaran aja, kenapa tuh polisi enak-enaknya aja nuduh lo pada? Kan gak ada bukti jelas" jawab Zahra.

"Iya... tapi gue femilier deh ama suaranya" sahut Alvin.

"Iya, perasaan pernah denger... di mana ya?" tanya Gabriel.

"Tapi bisa aja tu polisi bener" ujar Shilla. Semua memandang Shilla.

---

NEXT PART

Tidak ada komentar:

Posting Komentar