Sabtu, 11 Juni 2011

Gue Benciiii... Sama Elo!-Part 11 & 12

PREVIOUS PART

---

(Part 11)

"Maksud lo apa Shill?" tanya Alvin.

"Ya... kan gue bener. Lo semua gak punya alibi, gue gak tahu orang yang dibalik topeng itu siapa, kenapa Rio bisa tau pondok itu, kenapa Rio bisa-bisanya nendang gue pake bola, dan Rio punya motif. Dia benci sama gue" jawab Shilla.

"Gue setuju sama Shilla. Lagian, Alvin sama Gabriel kan sobat terbaiknya Rio. Mereka berdua bisa aja terlibat!" sahut Zahra.

"Jadi lo nuduh gue?" tanya Rio.

"Iya, tapi gak tentu juga sih. Bisa aja paman Jo sama temennya yang jadi pelaku. Tapi lo juga bisa dicurigain" jawab Shilla.

"Udah udah!! Yang penting kan polisi udah ngambil tindakan, ngawasin Rio. Dan apa kata Shilla bener, belum tentu Rio pelakunya, soalnya gak ada bukti jelas. Ya serahin aja ke Tuhan buat kebenarannya" lerai Sivia.

"Sivia bener. Gak ada gunanya berantem kayak gini. Lagian, kalau ntar Rio kebukti bener lo sendiri kan yang ceming Shill?" sahut Gabriel. Hening selama beberapa menit. Sivia lalu menghampiri Rio dan duduk disebelahnya. Rio menggenggam tangan Sivia.

"Tangan lo anget, enak... tangan gue dingin" ucap Rio. Sivia tersenyum.

"Kalau lo senyum kayak gitu manis deh" sambung Rio. Pipi Sivia menjadi merah.

"Mulai deh gombal-gombalin gue..." ujarnya, membuang muka. Rio tertawa, lalu memainkan tangan Sivia. Mereka pun berbincang-bincang dengan seru. Sementara Zahra dan Alvin juga sedang berbincang-bincang, lebih tepatnya berdebat.

"Iya!! Lo kan gak punya alibi!!" seru Zahra.

"Trus kalo gue pelakunya, ngapain gue repot-repot nolong Shilla segala? Kalo gue sih, mending langsung ninggalin Shilla aja! Ngerepotin banget! Mati aja sekalian!" bantah Alvin.

"Dasar cowok gak punya hati! Beneran lagi, lo yang nyulik Shilla! Lo kan gak punya hati!" ujar Zahra jengkel.

"Gue tuh bukannya gak punya hati, emang bener yang gue bilang!! Lo tuh mikir dong!! Si penculik tuh kejam banget sama Shilla, nyiksa Shilla ampe kayak gitu! Shilla dibiarin hidup cuman biar si Shilla ngedapetin sakit lagi! Kalau gue sekejam itu ngapain gue nolong Shilla abis nyiksa dia?" ucap Alvin marah-marah. Shilla merasa terganggu.

"Udah udah!! Heh, ini tuh rumah sakit, gue yang sakit pusing tau denger lo berdua debat! Lagian udahlah, kan si Rio, Alvin sama Iyel lagi dalam pengawasan polisi. Kalo mereka terbukti bersalah, ya udah!! Gak usah debat lagi!" seru Shilla jengkel.

"Ya sori... lagian si Alvin ngungkit-ngungkit!" sahut Zahra meminta maaf.

"Apa? Lo kali yang ngungkit-ngungkit!!" seru Alvin panas.

"Eh, lo yang marah-marah duluan!!" ucap Zahra.

"Tapi kan lo...." sahut Alvin, yang langsung dipotong oleh Rio.

"Woi, gue pusing nih! Udah gak usah debat!! Biar adil, satu ekor pindah tempat!" seru Rio marah.

"Sana, pindah tempat!" suruh Zahra.

"Lo aja! Gue udah PW!" tolak Alvin.

"Lo!! Lo kan yang mulai debat!!" sahut Zahra.

"Gak mau! Lo aja, sana hus hus!" usir Alvin.

"UDAH STOP!!!!" teriak Gabriel. Zahra dan Alvin langsung diam.

"Lo berdua kalo mau debat di luar sana!!" sambung Gabriel. Zahra dan Alvin tersentak kaget.

"Keluar!! Gue pusing dengerin lo berdua debat!!" teriak Sivia, mendukung Gabriel.

"Kok lo berdua jadi sewot gitu sih?" tanya Alvin. Soalnya gue lagi cemburu Vin, jadi gue udah panas! jawab Gabriel dalam hati. Tapi gengsinya terlalu besar.

"Udahlah! Keluar aja lo berdua!!" seru Gabriel.

"Iya iya kita keluar!!" sahut Zahra jengkel. Ia pun mendorong Alvin keluar, lalu menutup pintu setelah keluar. Tiga menit kemudian, pintu terbuka.

"Ada apa lagi...." pertanyaan Gabriel terpotong ketika melihat seorang anak yang lebih muda darinya, kira-kira kelas 2 SMP. "Siapa lo?" tanya Rio, menyuarakan pikiran Gabriel. Shilla menengok.

"Keke?" tanyanya, tak percaya akan apa yang ia lihat.

"Kak Shilla!" seru Keke, berlari ke arah Shilla. Shilla memeluknya.

"Keke... kakak kangen sama kamu... kamu ke mana aja?" tanya Shilla.

"Keke juga kangen sama kakak... ntar aja di rumah Keke ceritain" sahut Keke. Gabriel dan Rio bingung.

"Shill, ini siapa?" tanya Gabriel.

"Keke, adek gue yang di jual sama bokap gue yang sangat kejam sekali" jawab Shilla kalem.

"Kakak! Jangan gitu, biar gimana pun dia itu tetep ayah kita!" sahut Keke.

"Keke bener, Shill" komentar Sivia.

"Iya.... tapi dia kejam banget!" ujar Shilla jengkel.

"Udah gak usah dibahas lagi!" seru Rio. Shilla pun diam, lalu memandang Gabriel. Gabriel menggenggam tangannya.

"Sabar ya Shill" ujarnya singkat. Shilla hanya mengangguk. Sivia yang melihatnya langsung membuang muka, sorot matanya melambangkan kesedihan. Rio prihatin, lalu mengusap punggung tangan Sivia.

"Sabar ya Siv" ujar Rio pelan. Sivia menanggapinya dengan menggenggam tangan Rio semakin erat.

***

Esok harinya di kampus

Shilla dan Rio tidak masuk, katanya masih lemas. Sementara itu di kantin, Sivia berbincang dengan Zahra. Mereka terlihat seru sekali, membuat Gabriel dan Alvin penasaran. Mereka pun menghampiri Sivia dan Zahra.

"Woi, ada apa sih? Keliatannya seru banget!" ujar Alvin. Sivia dan Zahra langsung diam.

"Bicarain gue ya?" tanya Gabriel GR.

"GR lu Yel!" sahut Zahra, menjitak kepala Gabriel. Sedang Sivia hanya menggeleng. Sivia lalu pergi begitu saja.

"Si Sivia kenapa sih?" tanya Alvin. Zahra hanya mengangkat bahu dan pergi. Gabriel dan Alvin berpandangan.

"Mungkin gara-gara Rio" ujar Alvin. Gabriel mengangkat bahu.

"Yah, siapa tahu?" tanyanya, sorot matanya melambangkan kesedihan.

"Sabar ya" ucap Alvin, berusaha menghibur Gabriel. "Thanks Vin" sahut Gabriel. Mereka pun pergi ke kelas.

***

Di lapangan bola, pulang kampus

Zahra dan Sivia kembali berbincang-bincang sendiri. Gabriel dan Alvin memandangnya dengan wajah penasaran. Akhirnya Zahra dan Sivia menghentikan pembicaraannya dan menghampiri Gabriel dan Alvin.

"Hai" sapa Zahra. Alvin hanya mengangguk. Gabriel diam saja.

"Lo berdua tadi bicarain apa?" tanya Alvin.

"Apa kek" jawab Zahra sewot.

"Ngocol banget sih lo!" komentar Alvin marah.

"Emang!" sahut Zahra sewot lagi. Gabriel dan Sivia hanya menonton mereka yang sedang debat. Setelah beberapa menit, Sivia pun mengalihkan pandangan karena pusing. Gabriel masih menonton saja, bosan. Sivia pun tidak tahan lagi mendengar teriakan Zahra dan Alvin, karena itu dia pergi.

"Woi Siv! Tunggu!! Jangan tinggalin gue sama makhluk aneh inii!!" teriak Zahra.

"Udah!! Pergi aja hus hus!!" usir Alvin.

"Ngocol!" sahut Zahra, tetapi dia pergi juga. Ternyata Sivia pergi ke taman belakang kampus, yang sangat indah tetapi jarang didatangi orang.

"Siv!" teriak Zahra. Sivia menengok, menemukan Zahra, lalu menengok lagi ke arah yang dia lihat tadi.

"Sori, pusing ya?" tanya Zahra setelah menghampiri Sivia. Sivia mengangguk. Zahra pun mendiamkannya, menikmati pemandangan indah.

"Pulang yuk" ajak Sivia.

"Yuk" sahut Zahra. Mereka pun pulang. Sivia mengendarai mobilnya, Zahra nebeng.

"Eh Zah" ujar Sivia. "Apa?" tanya Zahra.

"Lo sama Alvin masuk klub debat aja, kan ada tuh di kampus" jawab Sivia.

"Haahh??" tanya Zahra bingung.

"Lo berdua kan bakat banget kalo debat, gak bisa berhenti kalo belum dihentiin, jadi masuk aja Zah, ajak si Alvin" jelas Sivia.

"Ogah!! Males banget gue, masuk satu klub sama diaa!!" tolak Zahra.

"Ya udah, kan cuman saran. Dari pada lo debat deket-deket gue, Shilla, Iyel, sama Rio? Pusing kan kita! Mending lo debat aja tuh di sana, kagak ada yang pusing" ucap Sivia. Zahra cemberut. Sivia tertawa melihat Zahra.

"Eh, ketemu Shilla yuk! Gue kangen sama dia ama Keke" ajak Zahra.

"Yuk" sahut Sivia singkat, membelokkan mobil ke arah rumah sakit.

+++

(Part 12)

Sesampainya di rumah sakit, Sivia dan Zahra langsung berjalan menuju kamar 4123, kamar tempat Shilla berada. Rio sudah dipindahkan ke kamar sebelah, kamar 4122. Pintu terbuka, Sivia dan Zahra pun masuk.

"Hai Shill, udah baikan?" tanya Zahra.

"Udah, hari ini juga mau pulang. Duduk gih!" jawab Shilla yang sedang berkemas. Sivia dan Zahra pun duduk seperti perintah Shilla.

"Gimana kabar sekolah?" tanya Shilla.

"Biasa aja. Paling yang beda gue pusing" jawab Sivia.

"Pusing? Kenapa?" tanya Shilla lagi.

"Ini nih! Dia debat lagi sama Alvin! Gue suruh masuk klub debat gak mau" jawab Sivia.

"Haha, bener lo Siv. Masuk klub debat aja kali Zah!" sahut Shilla.

"Ogah!" tolak Zahra.

"Gimana kabar Rio?" tanya Sivia.

"Baik. Dari tadi dia nungguin lo, Gabriel ama Alvin" jawab Shilla.

"Gue ke sana deh" ujar Sivia, lalu keluar.

"Udah selesai?" tanya Zahra, menunjuk koper Shilla.

"Hampir. Nah, selesai!" jawab Shilla.

"Nyusul Sivia yuk!" ajak Zahra. Shilla mengangguk, lalu mengikuti Zahra ke kamar Rio.

***

Di kamar Rio

Sivia duduk di samping tempat tidur Rio seperti kemarin, menggenggam tangan Rio. Ternyata ada Gabriel dan Alvin di sana.

"Eh... nenek sihir! Ngapain lo?!" sambut Alvin.

"Jenguk Shilla, di sini nyusul Sivia yang ke sini duluan" jawab Zahra sewot. Alvin diam saja, tidak mendengar jawaban Zahra.

"Heh! Lo gak dengerin gue?" tanya Zahra marah.

"Eh, apa?" tanya Alvin. Kemarahan Zahra memuncak. Ia pergi meninggalkan Alvin begitu saja.

"Tumben gak debat!" celetuk Rio. Alvin dan Zahra diam saja. Rio memasang muka BT lalu menghadap Sivia.

"Masih lemes Yo?" tanya Shilla.

"Enggak, cuma lagi mau tiduran aja" jawab Rio. Shilla menaikkan alis lalu menghampiri Gabriel.

"Hai... gimana kabar sekolah?" tanya Shilla.

"Biasa aja" jawab Gabriel. Sivia memerhatikan mereka, menggenggam tangan Rio lebih kencang. Rio diam saja, memandangi Sivia. Sivia yang menyadarinya merasa tidak enak.

"Kenapa?" tanya Sivia.

"Gak, pingin aja ngeliat Sivia yang senyum. Kan udah gue bilang, lo cantik kalo lagi senyum" jawab Rio. Sivia tersenyum setengah hati.

"Haha, yang bener dong senyumnya!" komentar Rio.

"Males" sahut Sivia, senyumnya menghilang.

"Yah, ilang deh" keluh Rio. Sivia senyum lagi.

"Gitu dong... kan Sivia jadi cantik!" ucap Rio senang. Sivia tersenyum kecil.

"Eh, si Zahra sama Alvin debat di kampus gak?" tanya Rio.

"Iya. Gue pusing dengerinnya" jawab Sivia. Tiba-tiba ada yang membuka pintu.

"Kak, udah siap buat pulang?" tanya Keke yang membuka pintu.

"Udah. Yo, kapan pulangnya?" tanya Shilla.

"Ntar. Pulang aja duluan" jawab Rio.

"Oh oke. Ada yang mau nebeng?" tanya Shilla.

"Gue" jawab Zahra.

"Gue juga" sahut Gabriel. Yang lainnya diam saja.

"Siv, gak ikut lo?" tanya Shilla. Sivia menggeleng.

"Gue mau pulang bareng Rio" ujarnya. Shilla, Zahra dan Gabriel pun pergi mengikuti Keke.

"Serius lo gak mau pulang bareng Shilla?" tanya Rio.

"Serius. Lagian ngapain? Gue juga bawa mobil ini. Mobil gue mau diapain? Ditinggal?" tanya Sivia. Rio mengangguk, lalu meminum aqua.

"Bagi dong!" ujar Alvin. Rio melemparkan satu botol yang masih utuh. Alvin menangkapnya dan meneguknya. Sedang Sivia hanya melamun.

"Woi! Jangan bengong, ntar kerasukan setan!" seru Rio, membuyarkan lamunan Sivia.

"Iya iya... sori deh" sahut Sivia. Rio tertawa dan memeluk Sivia gemas. Sivia cemberut, Rio baru melihatnya setelah melepas pelukannya.

"Senyum dong Siviaa... kamu kan cantik, jangan cemberut gini dong!!" goda Rio. Sivia mencubit gemas pipi Rio.

"Auuu... sakit Siv!" ujar Rio. Sivia tak menghiraukannya.

"Mau nebeng gue? Gak enak pulang sendiri" tanya Sivia.

"Gue sih mau, lo Vin?" tanya Rio.

"Oke, daripada gue pulang sendiri" jawabnya. Rio berdiri dan merangkul Sivia.

"Yuk" ajaknya. Rio, Sivia, dan Alvin pun menuju mobil Sivia.

***

Esok hari di kampus

Polisi datang lagi, menghampiri Shilla dan teman-temannya.

"Ada apa lagi?!" seru Alvin jengkel.

"Borgol mereka!" perintah salah satu polisi. Para polisi langsung memborgol tangan Rio, Alvin dan Gabriel.

"Ada apa ini??" tanya Gabriel bingung.

"Mario Stevano Aditya Haling, Alvin Jonathan Sindunata, dan Gabriel Stevent Damanik, kalian bertiga ditahan atas tuduhan penculikan Ashila Zahrantiara" jawab polisi.

"Apa?!" teriak Rio, Alvin, Gabriel, Zahra, Shilla, dan Sivia bersamaan.

"Ya. Kalian akan ditahan, tetapi sebelumnya akan menghadiri sidang terlebih dahulu. Oh ya, kalian belum akan ditahan. Lepas borgol mereka!" perintah polisi lagi. para polisi pun langsung melepaskan borgol.

"Sidang akan dimulai seminggu lagi pada jam 12.45. Diharapkan hadir atau kalian akan langsung ditahan" sambung polisi tersebut, lalu ia langsung pergi. Mata mereka yang ditinggalkan langsung membelalak.

"Ppp... persidangan?" bisik Zahra. Yang lainnya mengangguk, tak sanggup bicara. Mata Zahra berlinang air mata, tetapi masih dibendung. Ia mencuri pandang ke arah Alvin, lalu berlari ke arah toilet cewek karena air matanya tak dapat dibendung lagi. Sivia dan Shilla langsung mengejarnya. Sementara para cowok hanya bisa berpandang-pandangan.

***

Di toilet cewek

"Zah, lo kenapa?" tanya Shilla.

"Gak kenapa-napa" jawab Zahra.

"Gak mungkin gak kenapa-napa. Cerita dong sama kita!" ujar Shilla. Zahra berpikir.

"Mmm... gue... gue shock Siv, Shill" ujarnya.

"Kita juga. Tapi kok lo bisa nangis gini? Yang gue tau orang shock gak pernah nangis" sahut Sivia.

"Gu... gue gak rela..." ucap Zahra. "Gak rela apa?" tanya Shilla.

"Gue gak rela Alvin disidang" bisiknya, hampir tak ada suara.

"A... apa?!" tanya Sivia, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Gu... gue suka sama Alvin, gue baru nyadar" jawab Zahra, masih berbisik. Shilla dan Sivia berpandang-pandangan, mata mereka membelalak.

"Gue gak percaya, ini gak mungkin terjadi" ujar Shilla.

"Terserah" ujar Zahra.

---

NEXT PART

Tidak ada komentar:

Posting Komentar