"Apa?! Gak bisa gitu dong, kok kita putus sih?! Gak, aku gak terima!" teriak seorang gadis kepada pacarnya, atau lebih tepatnya mantan pacarnya. Pria yang ada di depannya membuang muka lalu menarik seorang gadis lain dan merangkulnya. Rintik hujan perlahan turun, dan perlahan-lahan berubah menjadi hujan deras di tengah lapangan itu.
"Ini tujuan gue mutusin lo. Gue udah suka sama cewek ini, dan dia juga suka sama gue. Intinya, sekarang kita resmi jadian. Pas dia gue tembak, dia bakalan nerima kalau gue mutusin lo. Ya udah gue nurut. Lagian, gue kan jadian sama lo buat numpang status doang, sekalian PDKT sama dia" ucapnya cuek. Mata sang gadis yang baru saja menerima kenyataan pahit membelalak. Ia tidak percaya akan apa yang tengah dilihatnya.
"Shilla? Vin, jadi lo...?" tanya sang gadis. Pria yang ada di depannya mengangguk.
"Iya, gue jadian sama Shilla, sahabat lo. Kenapa? Ada yang salah?" tanyanya.
"Shill, gue bener-bener gak percaya! Lo tuh MT banget sih!" teriak sang gadis sambil mendorong pundak 'sahabatnya' itu.
"Emang kenapa kalau gue MT, hah? Terus terang gue muak sama lo, yang selalu aja banggain cowok lo itu, padahal lo tau kalau gue suka sama dia! Dan lo jadian sama dia, apa lo pikir gue gak sakit hati? Apa lo pikir lo bisa seenaknya pamer? Liat sekarang, gue udah resmi jadian sama dia!!" teriak Shilla. Gadis itu terdiam.
"Liat kan, lo sekarang gak bisa bilang apa-apa lagi! Denger ya, GUE, ASHILLA ZAHRANTIARA, UDAH RESMI JADIAN SAMA ALVIN JONATHAN SINDUNATA!! DENGER LO?! SEKARANG LO GAK PUNYA HAK BUAT BANGGA-BANGGAIN DIA LAGI!!" teriak Shilla. Gadis yang ada di depannya perlahan menitikkan air mata, ia tidak percaya sahabatnya sendiri telah merebut pacarnya, juga tega mepermalukannya seperti ini di depan kerumunan orang-orang mengelilingi mereka, membentuk lingkaran.
"SHILL! LO TUH UDAH KETERLALUAN TAU GAK?!!" tanya salah seorang sahabat si gadis yang lain sambil mendorong Shilla hingga terjatuh.
"GUE SETUJU SAMA AGNI, EMANG IFY TUH UDAH BIKIN LO KESEL, TAPI GAK GINI JUGA DONG CARANYA!!" teriak sahabatnya yang lain. Shilla hanya bangkit, ia diam.
"Vin! Gue gak percaya lo udah kayak gini, heh Vin dia tuh sahabat cewek gue, dan kalau sahabatnya sakit dia juga sakit, sama aja lo nyakitin cewek gue!!" teriak salah seorang cowok sambil mendorong Alvin.
"Tapi gue tuh udah nyenengin sahabatnya yang satu lagi! Dan kalau sahabatnya seneng dia juga seneng, kan?" tanya Alvin, membuat sang cowok yang mendorongnya kehilangan kata-kata.
"APA?! DIA SAHABAT GUE?! Denger ya, ASHLLA ZAHRANTIARA itu BUKAN lagi sahabat gue!!" teriak Agni.
"Lo denger kan?! SHILLA BUKAN SAHABAT AGNI!! DAN LO UDAH NYAKITIN IFY, SAHABAT AGNI! LO BUKAN SAHABAT GUE LAGI!!" teriak cowok tadi lalu menggandeng Agni dan pergi meninggalkan kerumunan. Air mata Ify hanya mengalir lebih deras, ia tersiksa jika memikirkan tentang persahabatan mereka yang hancur hanya karena masalah cinta, terutama karena dirinya. Lututnya melemas, ia pun terjatuh.
"UDAH CUKUP KALIAN SEMUA BERANTEM!! BUBAR!! BUBAR!!" teriak salah seorang guru. Ify hanya menangis dan menangis, tidak meninggalkan tempat itu. Kerumunan pun bubar, Alvin menggandeng tangan Shilla dan pergi. Sivia, sahabat Ify yang lain, menghampiri Ify dan menghiburnya. Ify pun memeluknya dan menangis meraung-raung, sedang Sivia menenangkannya sambil membalas pelukannya dan membelai lembut rambutnya.
"Ssss... Siv... ppp... persahabatan kalian udah ppp... pecah.... gggg... gara-gara gue..." ucap Ify sambil menangis. Sivia membelai rambutnya dan menenangkannya.
"Udahlah Fy, lo gak salah apa-apa kok. Yang salah tuh Alvin sama Shilla, lo gak salah apa-apa Fy" hibur Sivia. Ify hanya menangis. Seorang pria pun menghampiri mereka, lalu menepuk pundak Sivia.
"Udahlah Siv, Fy, mending kita balik ke kelas aja, lupain semua masalah ini" ucap sang pria, disertai dengan anggukan dari Sivia.
"Yuk Fy, gak ada gunanya nyalahin diri sendiri" bujuk Sivia lembut. Ify mengangguk, lalu Sivia pun memapahnya kembali ke kelas.
"Makasih Yel" bisik Sivia saat melewati Gabriel, sang pria yang tadi menepuk pundaknya. Gabriel hanya tersenyum, lalu kembali ke kelasnya. Sivia juga, dan sampailah ia di kelas XII IPA 3, kelasnya, Ify, Agni, Shilla, dan Alvin. Juga beberapa anak lain. Perlahan, Sivia pun masuk, diikuti cibiran dari Shilla.
***
Keesokkan harinya, SMA Eastley gempar oleh kejadian kemarin. Mereka semua menjadi murka terhadap kapten tim basket dan kapten cheers di sana. Prestasi mereka sebagai orang yang paling populer di SMA Eastley berubah menjadi pasangan yang paling dibenci oleh seluruh warga sekolah. Ify masih saja terkulai, matanya sembab dan merah karena telah menangis sepanjang malam. Lingkaran ungu terdapat di bawah matanya, menandakan ia kurang tidur. Ia lemas, kurang tenaga, atau lebih tepatnya, kurang semangat hidup. Ia melirik Agni dan Sivia yang duduk sebangku, sedangkan ia yang biasanya sebangku dengan Shilla sekarang duduk sendirian. Shilla pindah ke bangku disebelah Alvin. Ify pun menghela nafas, lalu mengeluarkan buku-bukunya dan membacanya, berusaha mengalihkan pikiran dari gosip-gosip yang beredar. Sivia dan Agni berpandang-pandangan, lalu menghampiri Ify.
"Ify..." panggil mereka ragu-ragu. Ify mendongkakkan kepala.
"Apa?" tanyanya. Agni dan Sivia berpandangan lagi.
"Mmm... udah tau belom, katanya bakal ada murid baru loh" ucap Sivia.
"Iya, katanya sih cowok" timpal Agni.
"Semoga aja cowoknya ganteng, biar bikin gempar sekolah lagi dan ngelupain masalah kemarin" komentar Ify lalu kembali pada bukunya. Agni melirik sampulnya. 4.50 from Paddington, pikirnya. Agatha Christie. Hmm. lanjutnya, masih dalam hati. Tiba-tiba pintu pun terbuka, dan bu Winda masuk kelas. Semua murid langsung duduk rapi di tempat, takut dihukum. Agni dan Sivia kembali ke bangku masing-masing, sedang Ify memasukkan bukunya kembali. Bu Winda mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas.
"Anak-anak, hari ini ada seorang murid baru" ucap bu Winda. "Silahkan masuk" lanjutnya sambil menengok ke arah pintu. Murid baru itu ragu-ragu sebentar, lalu menghela nafas dan masuk. Ketika murid tersebut masuk, murid-murid cewek langsung pada heboh. Bagaimana tidak? Anak itu sangat tampan, dengan senyumnya yang manis, bibirnya yang pucat, kulitnya yang sawo matang, tubuhnya yang kurus tapi tinggi, dan rambutnya yang agak acak-acakan. Lain halnya dengan Ify, ia hanya melirik sebentar lalu menunduk lagi, membaca bukunya yang ia sembunyikan di bawah meja. Murid baru tersebut berdiri di samping bu Winda.
"Silahkan memperkenalkan diri" ucap bu Winda. Anak tersebut ragu-ragu sebentar, lalu ia pun memperkenalkan dirinya sendiri.
"Nama saya Mario Stevano Aditya Haling, kalian boleh panggil Rio. Saya berumur 16 tahun, pindahan dari Manado. Karena saya belum biasa di Jakarta, mohon bantuannya ya..." ucapnya, pemilik suara yang menurut Ify sangat cempreng itu bingung ingin berkata apa. Dan menurutnya salam perkenalan yang diucapkannya tadi sangatlah aneh.
"Ada pertanyaan?" tanya bu Winda. Hampir seluruh perempuan di kelas itu mengangkat tangan.
"Nova?" tanya bu Winda. Gadis yang bernama Nova itu pun menurunkan tangannya dan membuka mulut untuk bicara.
"Katamu, kamu pindahan dari Manado. Sekolah di mana?" tanya Nova.
"Di SMAN 2 Tondano" jawab Rio. Nova manggut-manggut.
"Punya nope gak? Alamat rumahnya di mana?" tanya seorang gadis bernama Dea dengan penuh semangat. Rio menyeringai, lalu hendak menjawab ketika ia diserbu dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
"Udah punya pacar belom?"
"Kapan nyampe Jakarta?"
"Kok bisa-bisanya milih sekolah di sini?"
Dan berbagai pertanyaan lain. Seketika bu Winda langsung menggebrak meja, membuat suasana kelas yang semula riuh menjadi sepi. Sunyi. Diam.
"Bertanya yang tertib! Mengangkat tangan dan dipersilahkan bertanya barulah kalian bertanya, apa kalian lupa akan peraturan sekolah ini?!" tanya bu Winda sambil berteriak, membuat semuanya diam. Hening beberapa saat, kemudian Ify mengacungkan tangannya. Bu Winda yang memasang tampang marah langsung berubah menjadi biasa kembali.
"Alyssa?" ucap bu Winda.
"Boleh sesi perkenalannya di sudahi, bu? Sepertinya kita sudah kehilangan banyak waktu untuk belajar, dan pastinya saat istirahat nanti akan ada waktu untuk Rio dan teman-teman lain berkenalan secara rinci" ucap Ify, mengemukakan pendapatnya. Terus terang ia muak akan kehadiran Rio yang menurutnya hanya mengganggu saja. Bu Winda menganggukkan kepala.
"Ya, ucapanmu itu benar, Alyssa. Baiklah, Rio, silahkan duduk di bangku kosong dan pelajaran akan segera dimulai" ucap bu Winda sambil mengambil spidol papan tulis dan menuliskan rumus-rumus untuk pelajaran hari itu. Rio mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, dan menemukan sebuah kursi kosong di samping Ify. Rio mendesah, lalu berjalan menghampiri Ify. Ia pun duduk, lalu menengok ke sosok yang ada di sebelahnya. Seseorang yang tidak dikenalnya itu yang sedang menyalin rumus-rumus yang diberikan oleh bu Winda tadi. Rio mendesah, lalu mengeluarkan buku tulisnya dan mengikuti Ify. Tak lama kemudian pelajaran pun selesai.
"Ya, pelajaran selesai. Jangan lupa kerjakan PR hari ini, ada di buku PR halaman 52. Dikumpulkan besok dan bagi yang tidak mengumpulkan silahkan menuju toilet di belakang gudang dan bersihkanlah toilet tersebut" ucap bu Winda tajam. "Terima kasih" sambungnya lalu berjalan keluar kelas. Rio memanfaatkan waktu itu untuk berkenalan dengan teman sebangkunya.
"Mm... hai" ucap Rio. Ify menengok.
"Ngapain lo duduk di situ?" tanya Ify tajam. Rio meringis. Rupanya cewek yang di depannya ini kasar. Tapi dia lebih baik daripada fans-fans histerisnya itu.
"Eh, bangku ini kosong, kan?" tanya Rio. Ify mengangguk.
"Terus kenapa aku gak boleh duduk sini?" tanya Rio.
"Siapa yang ngelarang?" tanya Ify.
"Tapi, tadi kamu kan..." ucap Rio, yang langsung dipotong oleh Ify.
"Gue gak ngelarang lo, gue cuma nanya kenapa lo duduk di situ. Dan ngomongnya pake gue-lo aja, jangan aku-kamu. Gak enak, kayak orang pacaran" ucap Ify judes. Rio menaikkan alisnya, lalu berdeham.
"Ehm. Soalnya ini satu-satunya bangku kosong. Liat aja, gak ada bangku kosong yang lain" ucap Rio. Ify memandang berkeliling. Memang benar, itu satu-satunya bangku kosong di sana.
"Hmm" ucap Ify sambil kembali berkutat dengan bukunya. Rio memerhatikan Ify. Betapa terkejutnya ia saat ia menemukan wajah Ify yang pucat, lingkaran ungu di bawah mata Ify, serta mata Ify yang merah dan sembab, menandakan bahwa ia baru saja dilanda masalah. Rio tenggelam dalam pikirannya sendiri, beribu-ribu pertanyaan berkutat di kepalanya.
Apa yang terjadi dengan Ify?
Kenapa ia bisa begitu angkuh kepadanya, padahal ia sendiri dilanda masalah?
Apa masalahnya?
Dengan cepat Rio mengalihkan pikiran, walaupun pikirannya tak beranjak dari Ify. Ia begitu penasaran dengan gadis yang ada di hadapannya, sehingga ia pun segera mengambil tindakan. Ia berpikir, kalau ia berkenalan dengan Ify, mungkin ia akan bisa mengorek informasi lebih banyak. Dan bisa mengetahui masalahnya.
"Eh, mmm... gue Rio. Lo?" tanya Rio sambil mengulurkan tangannya. Ify melirik tangan Rio, lalu dengan cepat ia berpikir.
"Alyssa" ucap Ify, memutuskan untuk tidak memberikan nama panggilan yang sebenarnya. Supaya ia tidak terlalu akrab dengan Rio. Ia tidak menggubris uluran tangan dari Rio. Rio menunggu supaya uluran tangannya disambut. Karena tidak kunjung datang, ia pun menaruh tangannya kembali.
"Oh. Mmm... punya nope gak?" tanya Rio, yang langsung mengutuki dirinya sendiri setelah menanyakannya. Tentu aja si Alyssa punya, Rio lo bego banget sih!! pikir Rio. Ify menatapnya tajam, lalu mengangguk dan kembali berkutat dengan bukunya.
"Boleh minta?" tanya Rio.
"Buat apa?" tanya Ify sambil menatapnya tajam, membuat Rio begidik ngeri.
"Eh, ya... ya... ya gitu deh, supaya bisa ngehubungin lo kalau ada apa-apa…" ucap Rio ngeles.
"Gak penting" ucap Ify sambil membaca kembali bukunya.
“Kalau gue mau tanya tugas atau sekolah atau apa pun gimana?” tanya Rio tak putus asa. Ify meliriknya, lalu menunjuk sekumpulan gadis yang sedang rebut membicarakan Rio dengan dagu.
“Tuh. Banyak sukalerawan kok yang mau tukeran nope ama lo” ucapnya sini. Rio yang kehabisan ide pun memilih untuk bersandar dan menghembuskan nafas. Tanpa disadarinya, Ify meliriknya tajam dan seseorang di kelas itu memerhatikannya.
***
Istirahat pun dimulai, dan seluruh perempuan di kelas itu mengerubungi Rio. Mereka kembali menanyai Rio macam-macam, yang ditanggapi Rio dengan jawaban bingung. Lain halnya dengan Sivia dan Agni, mereka menerobos kerumunan untuk menyelamatkan Ify. Ify duduk di pojok, jadi ia tidak bisa keluar.
"Woi woi woi!! Liat dong, si Ify gak bisa keluar!" ucap Agni. Kerumunan pun memberi jalan untuk Ify. Ify pun berjalan keluar. Rio memerhatikannya. Di ambang pintu, dua orang pria menunggu kehadiran tiga orang gadis itu. Saat orang yang ditunggui mereka datang, Spontan mereka langsung merangkul Sivia dan Agni. Yang satu ngerangkul Agni, yang satunya lagi ngerangkul Sivia.
"Yah, jadi obat nyamuk deh gue" keluh Ify. Tanpa pikir panjang Rio bangkit dan menghampiri Ify.
"Alyssa!" teriaknya. Ify nengok.
"Oh, Rio" ucap Ify.
"Siapa?" tanya salah seorang pria. Rio memandang mereka sejenak.
"Rio" ucapnya sambil mengulurkan tangan. Kedua pria itu memandangnya sejenak, lalu bergantian memperkenalkan diri.
"Cakka" ucap sang pria pertama sambil menjabat tangan Rio. Lalu ia melepasnya.
"Gabriel, panggil aja Iel" ucap pria kedua, menjabat tangan Rio. Ify menatap Rio tajam.
"Ngapain ngejar gue?" tanyanya ketus.
"Eh, ehm..." ucap Rio, mencari-cari alasan.
"Udah, yuk ah ke kantin, gue udah laper" ucap Agni.
"Katanya mau main basket?" tanya Cakka.
"Ke kantin dulu aja, isi tenaga. Pusing gue mikirin rumus-rumus matematik" ucap Agni sambil mengurut kepalanya. Cakka merangkulnya semakin erat. Mereka pun berjalan ke kantin.
"Pesen apa?" tanya Gabriel begitu sampai di sana.
"Bakso" ucap Agni.
"Sama" ucap Sivia.
"Mie ayam" ucap Ify.
"Sama kayak Agni" ucap Cakka.
"Lo Yo?" tanya Gabriel. Rio berpikir sejenak.
"Sama kayak Alyssa" ucap Rio.
"Alyssa? Ify maksud lo?" tanya Cakka.
"Eh? Iya kali" ucap Rio. Cakka dan Gabriel berpandang-pandangan, lalu mengangkat bahu. Gabriel pun bangkit dan memesankan pesanan mereka. Suasana menjadi canggung. Cakka, Agni, Sivia dan Ify melirik tajam ke arah Alvin dan 2 sahabat sejatinya yang sedang bercanda dengan Shilla. Rio bingung. Ia memutar otak—lebih keras daripada yang dilakukannya untuk menemukan jawaban soal-soal matematik tadi—untuk memutuskan apa yang harus ia lakukan. Ia melirik dua gadis yang duduk di sebelahnya. Mengangkat alis, ia menemukan sebuah ide.
"Eh... o iya, kita belum kenalan. Siapa?" tanya Rio ke Agni dan Sivia.
"Agni" ucap Agni.
"Sivia, panggil aja Via" ucap Sivia.
"Agni cewek gue" ucap Cakka sambil ngerangkul Agni, takut direbut. Agni memutar-mutar bola matanya secara dramatis.
"Kenapa?" tanya Cakka sambil melemparkan pandangan bingung.
"Gak, bingung aja. Takut banget sih aku ilang direbut orang" ucap Agni cuek.
"Ag, lo inget perjuangan Cakka ngerebut hati lo" ucap Sivia.
"Emang kenapa?" tanya Agni.
"Ya ampun, yang Cakka sampe teriak-teriak di depan lapangan nyatain cintanya ke lo?" ucap Sivia.
"Yang si Cakka sampe makan sampah beneran gara-gara lo yang nyuruh?" ucap Ify.
"Terus yang Cakka sampe sujud depan lo, minta hati lo?" ucap Sivia geli.
"Eh eh, ceritain dong perjuangannya, gue gak mudeng nih" ucap Rio. Sivia tertawa geli, lalu menceritakannya.
"Itu satu hari yang paling kocak dalam sejarah SMA Eastley" ucapnya memulai.
"Jadi, pas pagi-pagi gue sama Ify, Agni dan, ehm. Shilla," ucapnya mencibir. "lagi duduk-duduk di kantin, biasalah cewek, ngegosip. Terus, si Cakka, Iel sama ehm, Alvin," ucapnya, mencibir lagi. Membuat Rio tambah bingung. "dateng ke meja kita. Si Cakka nekat langsung meluk sama nyium pipi Agni sekilas, yang ngebuat Agni marah besar. Si Iel sama ALVIN," ucap Sivia, memberi penekanan pada nama Alvin. "Noyor kepalanya Cakka, katanya 'nekat lu Cak'" ucap Sivia, dan mereka (Agni, Sivia dan Cakka) pun bernostalgia, Sivia terus bercerita dan Rio mendengarkan dengan penuh khidmat, kegiatan itu diselipkan dengan tawa, saking lucunya kelakuan Cakka itu. Setelah selesai, mereka tertawa bersama-sama.
"Ketika kau lewat di tempat ku berdiri..." ucap Rio sambil menatap teman-teman barunya itu satu-satu.
“Anjir. Yo, lo ngapain Yo?!” tanya Ify, melotot. Rio tidak mempedulikannya.
"...kedua mata ini tak berkedip menatapi, pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku... tak henti membayangkanmu terganggu oleh cantikmu..." ucap Rio, berhenti sejenak. "tujuh hari dalam seminggu, hidup penuh warna. Ku selalu mendekatimu, memberi tanda cinta... engkau wanita tercantikku, yang pernah ku temukan, wajahmu mengalihkan duniaku..." kata-kata tersebut mengalir dengan lancar dari mulut Rio, ia pun berdiri. Terkenang di kepalanya, ia sering menyanyikan lagu ini bersama sahabat-sahabatnya di SD, untuk menyindir salah satu di antara mereka yang sedang dilanda cinta.
"hey hey heee pesonamu dan wajahmu mengalihkanku..." ucap sebuah suara, kali ini bukan suara Rio. "Pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku..." suara yang lain bernyanyi. "Tak henti membayangkanmu terganggu oleh cantikmu..." ucap suara yang lain. Rio menengok, dan tersenyum senang ketika melihat 3 orang menuju ke arahnya. Mereka pun bernyanyi bersama, di tengah kantin.
"Tujuh hari dalam seminggu, hidup penuh warna. Ku selalu mendekatimu, memberi tanda cinta... engkau wanita tercantikku, yang pernah ku temukan, wajahmu mengalihkan duniaku..." mereka bernyanyi sama-sama, sambil menari dengan langkah-langkah yang sudah mereka hafal di luar kepala. "Hidupku penuh warna, ku selalu mendekatimu memberi tanda cinta hooo ooo.. engkau wanita tercantikku yang pernah ku temukan, wajahmu mengalihkan duniaku..." kali ini mereka saling sahut-menyahut, membuat lagu itu tambah menarik. Semua yang ada di kantin pun menikmati lagu itu, lagu yang mereka nyanyikan. Cakka, Agni, Gabriel, Sivia dan Ify bertepuk tangan dengan irama yang sesuai dengan lagu yang dinyanyikan. "Mengalihkan duniaku... mengalihkan duniaku, mengalihkan duniaku.... (Wajahmu Mengalihkan Duniaku - Afgan)" dan lagu pun habis. Tepuk tangan memenuhi kantin, ditujukan untuk Rio dan ketiga temannya. Rio dan tiga orang tersebut tersenyum bangga, lalu dimulailah sesi peluk-memeluk, melepas rasa rindu yang selama ini melanda mereka.
"Sumpah, gue kangen berat sama lo bro..." ucap sebuah suara.
"Gue juga kangen sama lo-lo semua! Gila, lo bayangin deh, 2 tahun di Manado! Pisah dari lo-lo semua yang udah jadi sohib gue dari kecil! Gilaa... bersyukur banget gue bisa ketemu lo..." ucap Rio.
"Selama di sana lo udah nemu cewek baru?" tanya salah satu dari mereka.
"Dasar Deva, mikirinnya cewek mulu. Gak sih, lo sendiri?" tanya Rio. Salah seorang diantara mereka yang ternyata bernama Deva tersenyum malu-malu.
"Eh... eh... ya gitu deh..." ucapnya sambil menunduk dan garuk-garuk kepala. Seorang pria menoyor kepalanya.
"Gila lu, udah gak usah berbelit-belit lagi, lo udah jadian kan sama Keke?" tanya pria tersebut. Deva langsung tersenyum malu-malu lagi, mukanya memerah.
"Ceileh yang udah gede... mana orangnya?" tanya Rio sambil celingak-celinguk.
"Nih" ucap Deva sambil merangkul seorang cewek manis. Rio menatapnya, lalu tersenyum.
"Rio" ucapnya sambil mengulurkan tangan.
"Keke" ucap cewek tersebut sambil tersenyum manis, tak lupa ia menyambut uluran tangan Rio.
"Kalau lo Zy?" tanya Rio.
"Eh, ehm. Gue... gue..." ucap Ozy sambil menunduk.
"Dia belom jadian, dia masih PDKT sama yang namanya... Auuu!!" teriak Deva kesakitan.
"Siapa?" tanya Rio. Ozy melirik ke arah Keke.
"Hah?! Kan dia udah jadian?!" tanya Rio, yang langsung disambut jitakan dari Ozy.
"Maksud gue ada dia, dia tuh sahabatnya gebetan gue!!" bisik Ozy.
"Ooh..." ucap Rio sambil manggut-manggut. Rio pun memandang ke arah Deva sambil sekali-kali melirik ke arah Keke, menandakan ceweknya itu harus pergi.
"Mm... Dev, aku pergi dulu ya" pamit Keke seolah bsia membaca pikiran Rio lalu pergi. Deva, Ozy, Rio, dan seorang lagi memandangnya sampai ia sudah jauh, lalu Deva dan Rio menatap Ozy.
"Apa?" tanya Ozy.
"Siapa?" tanya Rio.
"Acha" jawab Ozy.
"Yang mana anaknya?" tanya Rio.
"Halo kak!" sapa seorang anak dengan ceria. Kulit anak tersebut putih, rambut hitamnya panjang, tebal dan ikal. Mukanya manis, dan senyum yang tersungging di wajahnya membuatnya tampak lebih cantik.
"E copot!!" teriak Ozy latah, membuat Rio tertawa ngakak. Anak yang baru saja menyapa memandangnya dengan pandangan bingung.
"O iya, kak, kenalin, aku Acha" ucap anak tersebut. Rio tersenyum dan menyambut uluran tangan anak tersebut.
"Rio" ucapnya singkat.
"Kak, aku kan ekskul di mading, nah aku disuruh mewawancarai kakak. Boleh kan?" tanya Acha. Rio berpikir sejenak, lalu mengangguk.
"Nanti ya, istirahat kedua" ucapnya. Acha pun mengangguk senang lalu melompat-lompat kecil menjauhi mereka, tanda ia sedang senang sekali. Tugasnya selesai, tinggal mewawancarai saja.
"Lo Vin?" tanya Rio. Alvin yang sedari tadi diam saja pun tersenyum dan menengok ke arah Shilla yang sedang memperhatikannya. Shilla pun tersenyum.
"Halo" sapa Rio. Shilla tersenyum.
"Namanya siapa?" tanya Rio sambil menghampiri Shilla. Ify dan kawan-kawannya merenggut kesal kepadanya.
"Shilla" ucap Shilla dengan lembut.
"Oh. Aku.. eh, gue Rio" ucap Rio. Shilla tersenyum.
"Oke. Nah, sekarang gue mau nanya sama lo" ucap Alvin sambil menarik tangan Rio menjauh. Deva dan Ozy mengikutinya. Mereka pun bercakap-cakap tentang apa yang mereka lalui selama ini, disertai dengan gelak tawa. Ify, Sivia, Gabriel, Cakka, dan Agni pun bertambah kesal melihat teman baru mereka yang begitu akrab dengan musuh mereka, Alvin. Tapi, mereka memilih untuk diam.
***
Bel sekolah berbunyi, menandakan istirahat sudah berakhir. Masing-masing murid pun kembali ke kelas masing-masing. Menyadari bahwa Alvin sekelas dengannya, Rio pun spontan kaget.
"Loh, Vin? Lo sekelas sama gue?" tanya Rio. Alvin nyengir.
"Iya Yo" ucapnya.
"Terus kok lo gak nyambut gue?" tanya Rio. Cengiran Alvin semakin melebar.
"Siapa tau itu bukan lo Yo, kalau bukan kan malu sendiri gue" ucap Alvin sambil masuk kelas.
"Ye elah, siapa lagi sih yang namanya Mario Stevano Aditya Haling selain gue?" tanya Rio.
"Ada, yang jadi runner up icil 3" ucap Alvin. Rio menatapnya tajam.
"Lo tau itu gue" ucapnya. Alvin nyengir.
"Udah ya Yo, gue balik ke bangku gue" ucap Alvin sambil berjalan menuju bangkunya. Shilla sudah menunggunya di sana.
"Cie, yang sebangku sama pacar..." ledek Rio. Alvin tertawa kecil lalu duduk. Shilla tersenyum ke arah Rio. Rio pun membalasnya. Ia berjalan ke bangkunya sendiri, lalu tersenyum senang. Ia bahagia sekali karena bisa bertemu dengan sahabat masa kacilnya itu. Di sampingnya, Ify menatapnya tajam.
"Lo ada hubungan apa sama Alvin?" tanyanya.
"Kita sahabatan dari kecil. Kenapa? Salah?" tanya Rio balik.
"Salah besar!" ucap Ify.
"Emang kenapa?" tanya Rio penuh emosi.
"Dia tuh orang brengsek!!" teriak Ify. BRAKK!! Rio menggebuk meja di depannya.
"Lo gak berhak bilang gitu!!" teriak Rio, membuat perhatian sekelas beralih kepadanya.
"Gue berhak!!" teriak Ify sambil berdiri.
"Dia tuh sahabat gue!! Dan terserah gue mau sahabatan sama siapa aja!!" teriak Rio.
"Gue cuma nasehatin lo, jangan sahabatan sama dia! Dia tuh orang brengsek!!" teriak Ify.
"Apa yang bisa bikin lo bilang gitu?" tanya Rio.
"Berdasarkan pengalaman gue sendiri!!" pekik Ify. BRAKK!! Rio menggebuk mejanya lagi.
"DIA TUH SAHABAT GUE, DAN LO GAK BERHAK BUAT NGELARANG GUE!! GUE GAK SUKA KALAU LO JELEK-JELEKIN SAHABAT GUE!! OKE LO TEMEN GUE, TAPI LO TUH GAK SEBANDING SAMA DIA YANG UDAH SAHABATAN SAMA GUE SELAMA 10 TAHUN!!" teriak Rio. BRAKK!! Ify juga menggebuk mejanya.
"GUE CUMA NGASIH NASEHAT KE LO, JANGAN MAU SAHABATAN SAMA ORANG BRENGSEK KAYAK DIA!!" teriak Ify sambil menunjuk ke arah Alvin. Rio menahan diri sekuat tenaga agar tidak menampar cewek sialan di depannya ini.
"GUE GAK BUTUH NASEHAT LO!!" teriak Rio.
"DAN GUE GAK BUTUH TERIAKAN LO!!" teriak Ify.
"DIEM LO BERDUA!!" teriak Nova dengan suaranya yang melengking tinggi. Ify dan Rio pun diam lalu duduk kembali. Seketika itu bu Maria, guru paling killer di SMA Eastley pun masuk.
"Ada apa ribut-ribut?" tanyanya. Semua kelas melihat ke arah Ify dan Rio.
"Sudahlah, sekarang buka buku sejarah halaman 64!" perintah bu Maria, yang langsung dituruti oleh seluruh murid di kelas XII IPA 3.
***
Istirahat kedua pun dimulai. Rio langsung bangkit dengan tidak sabaran lalu menjemput Alvin dan Deva serta Ozy dan mereka pun menuju ruang musik, seperti kebiasaan mereka dulu. Ify juga langsung bangkit dengan tidak sabaran, lalu segera menuju taman untuk menyejukkan hatinya. Sivia dan Agni langsung menyusulnya.
***
Ruang musik
Rio mengambil gitar dan memainkannya, berharap bisa mendapat ide baru untuk mengaransemen sebuah lagu. Ia memang sering mengaransemenkan lagu, itulah hobinya. Yang lain biasa membantunya dengan alat-alat musik yang bisa dimainkan mereka. Rio memainkan gitarnya dengan penuh kemarahan.
"Yo!" panggil Alvin. Rio tidak peduli, ia tetap memainkan gitarnya. Dengan penuh emosi.
"Rio!" panggil Deva. Rio tetap diam, tidak ingin menyahut.
"Mario!" panggil Ozy. Rio berusaha untuk konsentrasi pada gitarnya.
"MARIO STEVANO ADITYA HALING!!" teriak ketiga sahabatnya. Rio pun membanting gitarnya. BRAKK!!
"ARRGGHH!! GUE BENCI SAMA ALYSSA!!!" teriak Rio.
"Yo, lo tenang dulu. Ayssa itu siapa?" tanya Deva.
"Temen sebangku gue" ucap Rio sewot.
"Loh? Bukannya Ify?" tanya Alvin.
"Dia bilangnya Alyssa" ucap Rio kalem.
"Nah, namanya Ify. Alyssa Saufika Umari" ungkap Ozy.
"Ada Alyssa-nya kan?" tanya Rio. Spontan Ozy, Deva dan Alvin mengangguk.
"Salah kalau gue panggil Alyssa?" tanya Rio. Ozy, Deva dan Alvin menggeleng.
"Ya udah, gak usah protes" ucap Rio lalu mengambil gitarnya lagi.
"Yo, lo kenapa sih? Kok lo kayak benci gitu deh sama Ify?" tanya Ozy.
"Dia ngelarang gue sahabatan sama Alvin" jawab Rio kalem.
"Hah?" tanya Deva dan Ozy bersamaan. Alvin hanya diam, pikirannya kacau. Sebegitu besarkah Ify benci padanya?
"Dia bilang gue gak boleh sahabatan sama Alvin, katanya Alvin itu cowok brengsek. Emang dia tau apaan sih? Gue kan udah sahabatan sama lo-lo semua udah 10 tahun, kenapa jadi dia yang sewot?" tanya Rio lalu memainkan gitarnya kembali. Alvin tertunduk.
"Eh, gue mau ke Shilla dulu ya" pamit Alvin lalu berdiri.
"Ceileh yang baru pacaran" sindir Ozy. Alvin nyengir, walaupun hatinya masih sakit.
"Lo nyusul dong Zy" ucap Deva.
"Besok deh" ucap Ozy.
"Ya udah, gue pergi" ucap Alvin lalu keluar.
"Ada apa sih sama Alvin sama Ify?" tanya Rio. Deva dan Ozy mengangkat bahu.
"Berantem kali" ucap Ozy. Rio pun mengangkat bahu dan kembali memainkan gitarnya.
"Kak Riooo!!" teriak sebuah suara. Rio menengok. Dilihatnya Acha yang memasuki ruang musik, wajahnya lega karena Rio ada di sana.
"Kak, katanya mau di wawancarain? Yuk" ucap Acha.
"Ke mana?" tanya Rio dengan malas.
"Taman" jawab Acha. Rio pun bangkit dengan ogah-ogahan, lalu mengikuti Acha ke taman, diikuti dengan pandangan sirik dari Ozy.
***
Rio dan Acha berjalan menyusuri taman belakang sekolah yang cukup luas itu, diiringi dengan berbagai pertanyaan dari Acha. Rio menjawabnya dengan singkat, padat, dan jelas. Ia sama sekali tidak memerhatikan Acha, sehingga ia menjawab semua pertanyaan dari Acha. Termasuk nomor teleponnya, alamatnya, dan hal-hal tidak penting yang lain. Ia malah sibuk memperhatikan sekelilingnya. Taman itu indah, dengan sebuah air mancur, pohon-pohon, rumput hijau, bunga-bunga, dan ayunan. Pandangan Rio berhenti di ayunan itu. Ia geram, hatinya marah. Marah besar. Wajahnya berubah dari tampang ogah-ogahan menjadi tampang marah. Ify yang sedang curhat ke Agni dan Sivia pun tak sengaja melihat Rio. Ia menatapnya tajam. Mereka beradu pandang.
"Cha" panggil Rio.
"Iya kak?" tanya Acha yang sibuk menulis.
"Udah kan?" tanya Rio. Acha mengangguk. Rio pun berjalan ke arah Ify, meninggalkan Acha yang puas mewawancarai Rio. Ify menatapnya tajam. Rio pun berhenti di depan Ify.
"Apa?" tanya Ify sewot.
"Gue mau ngomong sama lo" jawab Rio, nada bicaranya tajam dan serius.
"Ya udah ngomong!" perintah Ify tidak sabaran, membuang muka dan berpangku tangan.
"Apa yang terjadi sama lo dan Alvin? Kalian berantem?" tanya Rio, yang sama sekali tidak diduga oleh Ify. Ify menatapnya.
"Kenapa lo mau tau?" tanya Ify.
"Itu bakal jawab pertanyaan kenapa lo ngelarang gue sahabatan sama Alvin" jawab Rio jujur.
"Lo gak perlu tau ada apa gue sama Alvin!" teriak Ify sambil berdiri.
"Gue perlu. Lo udah ngelarang gue, dan sekarang gue minta penjelasan. Lagi pula Alvin itu sahabat gue sejak SD" ucap Rio tenang.
"Dia tuh cowok brengsek!!" teriak Ify.
"Gue minta penjelasan yang lebih rinci" ucap Rio.
"Dia itu pengkhianat, oke?" ucap Ify, berharap Rio tidak meminta penjelasan lagi.
"Kenapa lo bisa nuduh dia kayak gitu?" tanya Rio. Ify diam.
"Lo gak perlu tau" ucap Ify pada akhirnya, lalu pergi begitu saja. Tangan Rio pun dengan cepat menahannya.
"Alyssa, plis. Gue bisa mati penasaran gara-gara ini doang" ucap Rio. Ify berhenti, lalu berpikir sejenak.
"Kalau gitu, mati aja sana" ucapnya dingin lalu meneruskan langkahnya. Rio pun hanya bisa menatap kepergian Ify dari jauh. Lalu ia berpaling ke kedua sahabat Ify.
"Lo berdua bisa bantu gue?" tanya Rio. Agni dan Sivia menggeleng, lalu menyusul Ify. Rio pun diam. Tak tau apa lagi yang bisa dilakukannya untuk mengilangkan ribuan pertanyaan yang berkelebat dalam pikirannya.
***
Sesampainya di rumah, Rio langsung merebahkan diri di kasurnya. Ribuan pertanyaan masih berkelebat dalam kepalanya.
"Arrgghh!!" teriak Rio sambil duduk dan mengacak-acak rambutnya. Ia masih bingung. Kenapa gue bisa sepenasaran ini sih sama masalahnya Alyssa? Emang dia siapa gue? O iya, kan itu menyangkut masalah Alvin, dan Alvin sohib gue. Tapi kenapa gue terus-terusan mikirin Alyssa? Kenapa wajahnya terus bermunculan di kepala gue? Rio mencari cara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Lalu sebuah pertanyaan muncul, pertanyaan yang sama sekali tidak diduganya akan muncul.
Apa jangan-jangan gue suka sama Alyssa?
***
Keesokkan harinya, hampir semua cewek di SMA Eastley mengerubungi mading. Bagaimana tidak? Di sana ada profil lengkap Rio beserta tanda tangannya, nomor HP-nya, alamatnya, serta foto Rio yang keren-keren terpajang di sana. Semuanya mengeluarkan HP, untuk mencatat informasi mengenai Rio serta memotret foto-foto yang ada di sana. Ketika Rio lewat, mereka menjerit-jerit, memekik, dan segala macamnya. Rio sendiri hanya mengerutkan keningnya.
"Woi, ada apaan sih?" tanya Rio pada sahabat-sahabatnya.
"Gak tau deh, liat mading deh. Pada ngumpul di sana" saran Alvin.
"Males ah" ucap Rio lalu meneruskan langkahnya ke kelas.
"Vin" panggil Rio.
"Apa?" tanya Alvin.
"Lo ada masalah apa sama Ify?" tanya Rio. Alvin diam, tidak tau harus berbuat apa. Ia menghentikan langkahnya, diikuti dengan ketiga sahabatnya yang menatapnya tajam.
"Vin, kasih tau gue" ucap Rio dengan tatapan membunuhnya itu. Alvin menghela nafas.
"Tapi lo jangan marah ya?" ucap Alvin. Rio mengangguk. Alvin pun menceritakan semuanya.
***
Rio memasuki kelasnya. Ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya dan manunduk. Perkataan Alvin masih terngiang-ngiang di kepalanya.
"Sebenernya gue pacaran sama Ify, tapi buat PDKT sama Shilla doang. Nah, PDKT gue berhasil, dan gue pun jadian sama Shilla. Tapi, katanya Shilla, gue baru resmi jadian sama dia kalau gue berhasil mutusin Ify di depan warga sekolah. Gue turutin aja, dan gara-gara itu gue sama Shilla dibenci sama penjuru sekolah, untung lo dateng. Lo bikin gempar seluruh sekolah, dan sekarang ada yang mau temenan sama gue lagi. Tapi, Ify, Agni, Sivia, Iel sama Cakka masih aja musuhin gue. Gue pengen baikan lagi Yo, tapi gue bingung gimana caranya. Liat aja kemarin, Ify aja ampe ngelarang lo sahabatan sama gue kan? Gue jadi bingung harus apa" Rio berpikir optimis.
Yo, Alvin tuh sahabat lo. Lo udah sahabatan sama dia 10 tahun, dan lo tau setiap manusia pasti bisa salah. Lo jangan musuhin Alvin Yo, jangan. Inget, dia temen pertama lo, dia yang ngebuat lo akhirnya bisa berteman dengan siapa aja, pikir Rio, menyemangati dirinya sendiri. Ia pun mencoba untuk bersikap biasa-biasa aja, dan ia berhenti melihat Ify. Ia menatap Ify tajam, yang diikuti dengan tatapan balasan dari Ify. Ia melangkahkan kaki ke arah bangkunya lalu duduk dan memainkan HPnya. Ify masih menatapnya tajam. Rio meliriknya, lalu menyerah karena risih.
"Apa lo liat-liat?!" tanya Rio sewot.
"Hak gue!" jawab Ify nyolot. Rio pun diam dan kembali memainkan HPnya. Ia senyam-senyum sendiri. Ify melirik HP Rio. Ia menemukan tulisan 'MY LITTLE FAIRY IS CALLING' di layar HP Rio. Rio pun tersenyum semakin lebar, lalu mengangkatnya. Ify berpura-pura membaca bukunya, telinganya ditajamkan untuk mendengar percakapan Rio dengan 'Little Fairy'-nya itu.
"Halo My Little Fairy..." sapa Rio. Ia mendengarkan beberapa patah kata, lalu kembali berbicara.
"Baik kok. Gak apa-apa, oya di sini aku ketemu sama sahabat-sahabatku yang waktu itu loh... apa? Kangen? Ke sini dong..." ucap Rio sambil tertawa kecil. Telinga Ify yang mendengarnya menjadi panas. Ingin rasanya ia membanting HP Rio itu, tetapi ia menahannya. Memangnya Rio siapanya dia? Ify pun menghela nafas, lalu kembali mendengarkan percakapan Rio dengan 'Little Fairy'-nya.
"Aduh Zevana Arga Ane Angesti... iyalah aku masih sayang sama kamu... yah, walaupun ada cewek cantik sih di sini, sayangnya mereka udah punya pacar" ucap Rio sambil melirik nakal ke arah Agni, Sivia, dan Shilla yang menduduki bangku di belakang Agni dan Sivia. Telinga Ify bertambah panas. Apalagi ketika dilihatnya Rio melirik sahabat-sahabatnya. Ralat, 2 sahabat dan satu musuh. Ingin rasanya ia melihat Rio melirik ke arahnya ketika ia mengucapkan hal itu. Tapi hal itu segera disangkalnya. Gak mungkinlah, lagian lo seharusnya bersyukur Fy, lo enggak disukain sama si cowok jelek yang ada di samping lo ini, pikir Ify. Diliriknya Rio yang sedang mendengarkan lawan bicaranya itu sembari tertawa kecil.
"Zevana, iyalah aku masih sayang sama kamu... lagian kan udah kubilang, mereka tuh udah punya pacar, apalagi salah satu dari mereka itu pacarnya si Alvin..." ucap Rio gemas, membuat kemarahan Ify memuncak. Ia membanting bukunya, membuat Rio menengok ke arahnya.
"Apaan sih?" tanya Rio dengan nada marah. Hampir saja Ify meraih HP Rio dan membantingnya, tetapi ia menahannya. Ia pun menyabarkan diri lalu menatap tajam ke arah mata Rio.
"Kenapa? Gak suka?" tanya Ify yang semakin marah. Rio memandangnya dengan tatapan dingin sembari mendengarkan lawan bicaranya.
"Sori Zev, bukan gitu, itu tuh buat cewek sialan yang lagi banting-banting buku di samping aku!" elak Rio. Pasti ceweknya lagi marahin dia, pikir Ify.
"Iya Zev, ada cewek nyebelin banget, mana dia jadi temen sebangku aku lagi!" ucap Rio sambil menatap Ify dengan tatapan membunuh, yang dibalas dengan pelototan Ify.
"Yah, semoga deh. Doain aja ya" ucap Rio lagi, mengalihkan pandangan ke depan.
"Udah dulu ya Zev, iya iya... titip salam ya buat mama papa, iya dadah..." ucap Rio lalu memutuskan sambungan dan memasukkan HPnya kembali dalam tasnya. Lalu menghadap Ify sembari menatapnya tajam.
"Apa-apaan sih lo?!" bentaknya.
"Suka-suka gue dong! Mau gue banting buku kek, mau gue nyekek anak orang kek, tangan-tangan gue ini! Yang nanggung resikonya kan gue!" ucap Ify.
"Gue tuh lagi telefonan ya, lo tuh jaga sikap lo dikit napa!" hardik Rio
"Gue muak denger percakapan lo sama 'Little Fairy' lo itu!" ungkap Ify. Rio terkejut.
"Lo tau dari mana...?" tanya Rio, tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Gue punya mata punya kuping, gue liat kontak 'My Little Fairy' di HP lo dan lo nyapa dia 'Halo My Little Fairy...'" jawab Ify. Rio menatapnya, tatapannya marah.
"Terus kenapa lo marah? Hah? Kenapa? Lo cemburu? Lo suka sama gue, gitu?" tanya Rio bertubi-tubi. Ify semakin marah. Ia menggebuk mejanya sembari berdiri.
"GAK MUNGKIN GUE SUKA SAMA ORANG KAYAK LO!! DAN GUE BUKAN CEMBURU, TAPI GUE MUAK DENGER LO BILANG SI SHILLA TUH CANTIK!!" teriaknya. Rio melotot ke arahnya, lalu berdiri.
"Loh? Itu emang kenyataannya kan? Shilla tuh jauh lebih cantik daripada lo, dan gara-gara itu si Alvin lebih milih dia daripada lo, kan?!" tanya Rio tanpa berpikir. Napas Ify dan kedua sahabatnya tercekat. Agni dan Sivia melotot. Rio membekap mulut, sadar bahwa ia sudah keterlaluan.
PLAKK!! Sedetik kemudian, tamparan Ify pun mendarat di pipi Rio. Bulir-bulir air mata mulai bercucuran, menyusuri pipinya. Ia menunduk.
"Lo... lo... LO TUH KURANG AJAR!! JANGAN PERNAH LIATIN MUKA LO DI DEPAN GUE LAGI!!" teriak Ify, lalu berlari keluar kelas, mukanya ditutupi, menyembunyikan bulir-bulir air mata yang berjatuhan di wajah cantiknya. Rio terkejut, ia masih shock. Ia memegangi pipi kirinya yang ditampar oleh Ify. Ia menghadap tembok, masih terpaku. Ia terkejut. Semua yang ada di kelas XII IPA 3 memandang ke arahnya. Sivia dan Agni menghampirinya. Agni mendorong bahu Rio.
"Lo tuh bisa jaga sikap lo gak sih? Kalau lo mau berantem sama Ify, jangan nyinggung masalah dia sama Alvin dan Shilla dong!" ucapnya penuh emosi. Sivia menenangkannya, lalu menghadap Rio.
"Yo, lo tuh temen kita. Gue tau lo sahabatan sama Alvin, dan lo musuhan sama Ify, tapi jangan pernah banding-bandingin dia sama Shilla, dulu mereka tuh sahabatan erat. Gue yakin, Ify masih sayang sama Shilla dan dia masih cinta sama Alvin. Dia butuh waktu buat ngelupain itu semua, dan sekarang lo nyinggung-nyinggung itu lagi, dan banding-bandingin Shilla sama dia. Gue tau lo gak ada pas dia punya masalah sama mereka berdua, tapi setidaknya lo ngertiin dia juga dong, dia tuh cewek, dan dia sensitif" ucap Sivia panjang lebar. Rio terpaku. Ia menyesal. Tetapi ia tidak rela untuk meminta maaf kepada Ify dan mengakui kesalahannya itu. Akhirnya ia hanya berkata,
"Gue cuma bilang kenyataan doang kok" ucap Rio sambil berlalu. Agni yang emosi hendak mengejarnya, tetapi dicegah oleh Sivia. Agni memandangnya dengan tatapan Gue-Minta-Penjelasan, tetapi Sivia hanya menggeleng. Agni pun menenangkan diri lalu kembali duduk di bangkunya.
***
Taman
Rio menyusuri taman tersebut, sekadar untuk menenangkan diri. Tidak mengerti karena apa, yang jelas firasatnya mengatakan bahwa ia harus ke sini, tidak tau untuk apa. Ia memilih untuk menuruti firasatnya, toh di taman ia bisa menenangkan diri dan menjernihkan pikiran. Ia duduk di pinggiran air mancur, merenungi apa yang baru saja dilakukannya. Terbayang di benaknya, kata-kata yang menusuk hatinya.
"GAK MUNGKIN GUE SUKA SAMA ORANG KAYAK LO!!"
"LO TUH KURANG AJAR!! JANGAN PERNAH LIATIN MUKA LO DI DEPAN GUE LAGI!!"
"Gue yakin, Ify masih sayang sama Shilla dan dia masih cinta sama Alvin"
Sayang sama Shilla, cinta sama Alvin. CINTA sama ALVIN. Ya, Alvin sahabat gue. Vin, apa salah kalau gue cemburu sama lo? Apa salah kalau gue... gue... gue... gue suka sama mantan lo? Apa salah kalau gue suka sama orang yang udah lo sakitin? Apa salah? pikir Rio, memandang langit.
"Ya Tuhan, aku telah jatuh cinta pada seorang malaikat bernama Alyssa" bisik Rio. Tiba-tiba didengarnya suara isakan tangis. Tangis yang memilukan. Rio celingak-celinguk, dan menemukan Ify yang sedang menangis di ayunan, mukanya ditutupi dengan tangannya sendiri.
"Yo... lo... jahat... banget..." gumamnya di tengah tangisannya. Rio pun benar-benar merasa bersalah sekarang. Ia pun menghampiri Ify dan duduk di sebelahnya. Rio membelai lembut rambut Ify. Ify menepisnya.
"Ma... mau apa lo?" tanyanya sesegukkan.
"Gue mau minta maaf" jawab Rio. Ify mendengus kesal.
"Bohong" ucapnya.
"Beneran" ujar Rio. Ify pun memandangnya penuh kemarahan.
"Oke, sekarang coba kita lihat. Pria bodoh di depan gue ini lagi bilang dia mau minta maaf atas apa yang dilakukannya. Apa yang dilakukannya? Mempermalukan gue di depan seluruh penjuru kelas, banding-bandingin gue sama cewek sialan itu, dan nyinggung-nyinggung tentang ALVIN di depan gue. Dan dia bilang mau minta maaf?" tanya Ify penuh emosi. Rio menunduk.
"Dan sekarang dia diam! Bagus sekali!" ucap Ify sambil memandang ke depan dengan penuh kemarahan.
"Alyssa, gue minta maaf, waktu itu gue baru tau, dan gue gak tau apa yang harus gue lakuin. Apa gue harus bela sahabat gue atau nyalahin dia, gue gak tau, gue masih shock Lyss, plis ngertiin gue" ucap Rio sembari menatap Ify tepat di matanya. Ify mulai menitikkan air mata lagi, dan tanpa sadar ia memeluk Rio. Rio kaget sebentar, lalu ia pun membalas pelukan Ify dan menenangkannya.
"Yyy... Yo... ggg... gue... gue masih cinta sama Alvin... gue masih sayang sama dia..." ucap Ify sambil menangis sesegukkan. Rio terpaku. Perasaan bersalah mulai menyelimutinya. Ia pun membelai rambut Ify perlahan, berusaha agar Ify tidak menyadari apa yang dirasakannya. Suasana menjadi sangat canggung bagi Rio.
"Lyss, gue yakin, pasti suatu saat lo bakalan ngelupain Alvin dan menemukan pangeran lo, suatu saat nanti. Pasti. Sekarang lo sabar aja, ini semua cuma cobaan dari Tuhan. Suatu hari nanti, pasti lo bakalan ngerasain apa yang namanya happy ending, kalau lo sukses ujian" ucap Rio, suaranya bergetar. Gue harap gue yang jadi pangeran lo nanti Lyss, suatu saat nanti, sambung Rio dalam hatinya, tidak berani menyuarakannya. Air mata Ify keluar semakin deras.
"Cup cup cup, Lyssa jangan nangis lagi dong, nanti cantiknya ilang loh" ucap Rio sambil mengangkat dagu Ify. Dilihatnya mata Ify yang memerah dan sembab, masih berlinang air mata. Rio mengangkat tangannya, tidak lagi menopang dagu Ify. Ia mengusap air mata Ify perlahan-lahan. Ify menatap mata Rio, dan menemukan apa yang dia cari, ketulusan. Dilihatnya Rio yang mengusap matanya dengan penuh kasih sayang, Ify bisa merasakannya. Lalu, mata mereka pun bertemu. Tak satu pun dari mereka yang beranjak, membuang muka, ataupun menyadarkan mereka. Mereka tidak menyadari posisi mereka yang saling memeluk pinggang, ataupun waktu yang berlalu. Tuhan, pikir Rio. Tolong hentikan waktu, sambungnya, masih dalam hati. Beberapa menit kemudian, Ify pun mendesah dan menunduk, memandangi kakinya.
"Balik yuk" ajaknya. Rio pun mengangguk dan tersenyum, senyum setulus mungkin yang ia bisa. Walaupun dalam hati, ia merasa... sakit. Ya, itulah yang ia rasakan. Sakit hati, patah hati. Ia baru merasakannya. Mereka pun beranjak, lalu berjalan ke arah kelas, menunduk dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sampai juga mereka di depan kelas. Betapa terkejutnya mereka melihat bu Winda sudah mengajar di depan kelas. Bu Winda yang sedang menjelaskan rumus-rumus matematika secara tak sengaja melihat mereka yang berdiri di depan kelas, terdiam.
"Alyssa, Mario! Apa yang kalian lakukan di sana?!" hardik bu Winda. Pandangan seluruh kelas beralih dari buku tulis mereka ke ambang pintu. Ify menunduk dan menggigit bibir, dan berdoa dalam hati. Rio berpura-pura akan mengetuk pintu, lalu tersenyum.
"Maaf bu, tadi saya menemani Alyssa ke UKS, tadi dia menangis dan mengeluh perutnya sakit sekali" ucap Rio dengan lancar. Ify memandang ke arahnya.
"Benar?" tanya bu Winda dengan tatapan tajam menyelidik. Rio mengangguk yakin. Ketika itu Shilla mengangkat tangan.
"Bu! Mereka..." ucap Shilla, berhenti karena Rio melemparkan tatapan membunuhnya itu.
"Me, mereka..." ucap Shilla lagi, pandangannya berhenti di Rio yang masih menatapnya. Ia tidak bisa berpaling dan meneruskan ucapannya.
"Sa, saya..." Shilla mencoba lagi, tetapi tidak bisa. Akhirnya Shilla menyerah, lalu memutuskan untuk berbohong.
"Sa, saya mau ke toilet" ucap Shilla dengan susah payah. Wajah Rio pun melunak lalu ia menengok ke bu Winda yang mengangguk. Shilla pun keluar dengan cepat. Rio tersenyum kecil saat Shilla melewatinya.
"Ya sudah, silahkan masuk!" ucap bu Winda tak sabaran. Rio dan Ify pun melangkah masuk. Ify masuk dengan ragu-ragu. Rio menggenggam tangannya. Ify melirik ke arahnya, dan menemukan wajah Rio yang dihiasi dengan senyuman manisnya, membuat Ify balik tersenyum untuknya. Mereka pun duduk di bangku masing-masing. Bu Winda kembali menerangkan rumus-rumus matematika.
***
Bel sekolah berbunyi, menandakan istirahat dimulai. Rio tak beranjak dari tempat duduknya, bahagia melihat pujaan hatinya berada tepat di sebelahnya. Ify yang sedang membaca buku melirik ke arah Rio yang sedang senyam-senyum sendiri bak orang gila. Ia jadi takut. Jangan-jangan si Rio beneran gila lagi? Hiii takut!! ucap Ify dalam hati sambil menggeser posisi duduknya menjauhi Rio. Rio memandangnya dengan pandangan bingung.
"Lyss, kenapa? Kok lo duduknya jauh-jauh dari gue gitu?" tanya Rio.
"Abisnya lo senyam-senyum sendiri kayak orang gila! Guenya kan takut, ntar gue ketuleran jadi gila lagi!" jawab Ify, membuat Rio tertawa.
"Alyssa, Alyssa... ya enggaklah, gue kan cuma keinget hal yang bikin gue seneng aja" ucap Rio.
"Apaan?" tanya Ify penasaran.
"Ada deh" jawab Rio sembari tersenyum nakal. Lo, jawab Rio dalam hati, jawaban yang sejujurnya.
"Ih Rio pelit!" ucap Ify sembari berpangku tangan dan menggembungkan kedua pipinya. Rio tertawa melihat ekspresi Ify.
"Seorang malaikat" ucap Rio. Seketika Ify menaruh tangannya di meja dan menatap Rio, pipinya sekarang menjadi kempis. Rio tersenyum. Ify menatapnya takjub.
"Siapa?" tanya Ify. Rio tersenyum pedih.
"Mungkin... mungkin itu cinta terlarang. Gue gak mau ngomongin itu" ucap Rio sembari menunduk sedih. Ify menepuk pundaknya.
"Sabar ya Yo, suatu saat nanti pasti lo bisa bersatu dengannya, atau mendapat yang lebih baik" hibur Ify. Rio tersenyum pahit.
"O iya, makasih ya" ucap Ify sambil kembali membaca bukunya. Rio melempar pandangan bingung.
"Untuk?" tanya Rio. Ify tersenyum.
"Alasan masuk tadi, sama hiburan lo tadi" jawab Ify. Rio tersenyum.
"Woi sampe kapan lo berdua mau pacaran?" tanya Agni.
"Setan dateng!" teriak Rio latah, yang langsung disambut tawa dari Ify, dan diam-diam, Alvin. Agni cemberut.
"Jadi gue setan ya?" tanya Agni. Rio nyengir.
"Enggak kok, sori sori, itu latah gue" ucap Rio.
"Hmm. Fy, ke kantin yuk" ajak Agni. Ify mengangguk lalu berdiri.
"Yo, lo ikut?" tanya Ify. Rio menggeleng pelan.
"Ya udah, dah Yo, sampe ketemu lagi. Sivia mana?" tanya Ify kepada Agni. Mereka berdua pun berjalan ke arah kantin. Rio menunggu sampai mereka berdua hilang dari pandangan, lalu mendesah dan menghampiri Alvin dan Shilla.
"Hai" ucapnya sembari duduk di meja.
"Hai" tanggap Alvin. Sedang Shilla hanya tersenyum.
"Perasaan kalau gue ngomong ke Shilla cuma ditanggepin pake senyum deh" sindir Rio. Shilla hanya tersenyum, lagi.
"Tuh kan" ucap Rio. Alvin tertawa.
"Lo apain si Ify tadi?" tanya Alvin. Rio mengangkat bahu.
"Menurut lo?" tanya Rio balik.
"Lo gak macem-macem kan?" tanya Shilla hati-hati. Rio menengok, lalu tersenyum.
"Gitu dong, ngomong kek. Ya iyalah gue gak macem-macem" ucap Rio. Shilla tersenyum.
"Ke kantin yuk" ajak Rio. Spontan Alvin dan Shilla menggeleng.
"Kenapa?" tanya Rio.
"Ada mereka" jawab Alvin kalem. Rio terdiam.
"Ya udah, ke ruang musik yuk? Gue lagi pengen aransemen lagu" ajak Rio. Alvin ngangguk. Shilla tersenyum lalu bangkit. Mereka bertiga pun berjalan ke ruang musik.
"Yo, lo sering bikin aransemen lagu?" tanya Shilla, memecah keheningan di antara mereka. Rio mengangguk.
"Iya. Gue suka-suka aja, soalnya enak aja gitu. Kalau gue lagi seneng, galau atau sedih, gue bisa nyanyiin lagu yang sesuai sama perasaan gue itu soalnya. Kan ada lagu yang liriknya galau tapi nge-beat, kayak Misery-Maroon 5" jelas Rio panjang lebar. Shilla manggut-manggut.
"Wess, Deva Ozy mamen!" sapa Rio tiba-tiba. Deva dan Ozy yang merasa dipanggil langsung nengok.
"Oh. Rio" ucap Ozy, wajahnya tersenyum bahagia.
"Ada apa?" tanya Rio ke Deva.
"Dia nembak Acha di kantin" jawab Deva. Rio melongo.
“CIEEE OZYYY!! Aduh, bang Oji udah dewasa nih yeee… PJ!!” teriak Rio histeris. Alvin tertawa.
"Selamat ya Zy” ucap Alvin singkat.
“Langgeng ya..” Shilla menimpali. Ozy tersenyum tipis dan mengangguk.
“Makasih. Lo berdua juga” sahut Ozy.
“Omong-omong, sekatang tinggal Rio aja nih yang belom punya cewek?” sindir Deva, melirik ke Rio.
“Sialan” umpat Rio.
“OH IYAAA!! Rio, tabah yaa… makanya lo tuh rajin ibadah, biar disayang Tuhan..” nasihat Ozy.
“Iya mas Ojiii…” ucap Rio gemas.
“Lo udah ada gebetan belum, Yo?” tanya Alvin. Rio menatapnya, lalu berpikir.
“Ada deh” ucapnya, tersenyum nakal.
“Oh oke, Rio gak mau ngasih tau. Gak friend lagi kita!” ucap Deva, pura-pura marah. Rio tertawa.
“Maap kaka… ada kok” ucap Rio ragu-ragu.
“Siapa?” tanya Ozy. Rio memandangnya dengan sorot mata sedih.
“Seorang malaikat” jawabnya samar, lalu menunduk. Suasana jadi hening.
“Gue… gue ke kelas dulu ya” ucap Rio, lalu bergegas pergi. Meninggalkan teman-temannya yang kebingungan.
***
Saat pulang sekolah tiba. Shilla pulang diantar oleh Alvin, Keke pulang diantar Deva, Acha pulang diantar oleh Ozy, Sivia pulang diantar oleh Gabriel, dan Agni sedang sembunyi supaya tidak pulang bersama Cakka (agar ia bisa pulang sendiri dengan tenang). Ify? Sendirian, mengerjakan PR hari itu. Hari itu supirnya baru bisa menjemputnya jam 6 sore, karena harus menjemput kakaknya yang bernama Ray di Bandung. Ia menguras otak, berharap bisa menemukan jawabannya. Rio yang kebetulan memasuki kelas itu karena ketinggalan sesuatu menemukan Ify yang tengah berpikir keras. Rio pun mengurungkan niat untuk pulang naik bus dan memilih untuk menemani Ify.
"Hai Lyss, lagi ngapain?" tanya Rio. Ify terkejut, lalu menengok.
"Oh, Rio. Ngerjain PR" jawab Ify.
"Kok? Kan bisa nanti malem. Mending lo pulang dulu" saran Rio. Ify menggeleng.
"Gak bisa, supir gue lagi jemput kak Ray di Bandung. Jam 6 baru nyampe" ucap Ify. Rio manggut-manggut.
"Ya udah, mana yang gak bisa?" tanya Rio. Ify menatapnya.
"Lo sendiri? Gak pulang?" tanya Ify. Rio menggeleng.
"Gue nemenin lo aja. Gue pulang naik bus ini" ucap Rio seraya melihat hasil kerja Ify.
"Naik bus?" tanya Ify. Rio mengangguk.
"Kenapa?" tanya Rio.
"Oh, enggak" ucap Ify sambil membuang muka. Rio mengangkat bahu.
"Mau pulang bareng gue?" tanya Rio.
"Naik bus?" Ify mengulang pertanyaannya.
"Iya. Mau gak?" tanya Rio.
"Mmm... gimana ya? Gue telefon nyokap dulu deh" ucap Ify sembari mengambil telepon genggamnya. Ia mengetik nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.
"Halo?" ucap suara di seberang sana.
"Ma, Ify boleh pulang sekarang gak? Naik bus sama temen" ucap Ify. Rio yang mendengarnya seolah tidak rela mendengar Ify hanya menganggapnya sebagai teman. Tetapi emang gitu kenyataannya Yo. Lo sama Alyssa cuma temenan, batin Rio.
"Naik bus?" tanya seorang wanita yang ternyata adalah ibunya Ify.
"Iya ma, sama temen. Dia bakalan nganterin Ify sampe rumah dengan selamat kok, lagian kan mama sendiri yang bilang kalau Ify harus mandiri, Ify gak mau nunggu sampe jam 6 ma" ucap Ify.
"Namanya?"
"Rio. Mario Stevano Aditya Haling"
"Cewek atau cowok?"
"Ya cowoklah ma, masa cewek namanya Rio sih?" tanya Ify sembari tertawa kecil.
"Co... cowok? Apa itu tidak mengherankan Fy?"
"Ma, Ify percaya kok sama dia, mama sayang sama Ify kan? Kalau mama sayang sama Ify, mama bolehin Ify pergi" ucap Ify lembut, mengeluarkan kartu as-nya. Terdengar suara helaan nafas di seberang sana.
"Baiklah. Tapi kamu harus sampai rumah dengan selamat" ucap ibunya pasrah. Ify tersenyum senang.
"Oke deh!" ucapnya lalu memutuskan sambungan.
"Kata mama boleh, Yo!" ucap Ify sembari tersenyum manis dan merapikan barang-barangnya. Rio hanya tersenyum. Mereka pun berangkat menuju halte bus, dan dimulailah pengalaman pertama Ify menaiki bus.
***
Ify berangkat dengan girang. Akhirnya, setelah sekian lamanya, ia dapat menaiki angkutan umum seperti yang diimpikannya. Maklum, setiap hari ia diantar oleh supirnya, yang membuatnya kadang-kadang harus tinggal di sekolah sampai jam 6 sore atau pernah, jam 7 malam. Rio hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Ify yang seperti orang gila, melompat-lompat sendiri, senyam-senyum sendiri, dan berputar-putar gembira. Tak jarang Rio dibuatnya tertawa.
“Lyss, tingkah lo tuh udah kayak orang gila tau” ucap Rio sembari tertawa. Ify yang girang menengok sambil mengeluarkan cengirannya. Membuat Rio semakin keras tertawa.
“Jadi,” ucap Rio, memulai percakapan. “Lo tinggal di mana?”
“Bintaro” jawab Ify.
“Alamat?”
“Buat apa?” tanya Ify sembari menyipitkan mata.
“Ceileh, curiga nih yee… cuma buat naik bus yang bener kok. Salah-salah lo bisa nyasar ke Kutub Utara” ucap Rio asal, membuat Ify tertawa.
“Iya deh, gue kasih” ucap Ify mengalah. Rio tersenyum gembira dan mengeluarkan kertas serta pulpen.
“Jl. Merpati Putih blok RO 10 nomor 3” ucap Ify. Rio mencatatnya hati-hati.
“Begini?” tanyanya, memperlihatkan catatannya. Ify melihatnya dengan cermat, lalu mengangguk puas.
“Hmm” ucap Rio, lalu memandang ke luar jendela tepat saat bus berhenti. Ia menarik tangan Ify lalu membayar bus dan turun. Ify cemberut.
“Udah nyampe?” tanya Ify kecewa. Rio tersenyum.
“Tinggal jalan kaki bentar” ucapnya, menggandeng tangan Ify dan mulai berjalan. Ify melihat tangan yang digandeng Rio, lalu tersenyum bahagia.
Walaupun jantungnya berdegup kencang, sentuhan tangan Rio membuatnya aman, membuatnya bahagia. Ia tidak ingin melepaskannya, sedetik pun.
***
Ify dan Rio berhenti, memandang sebuah rumah elegan berwarna putih dengan atap abu-abu dan pagar yang kontras dengan atapnya. Rumah itu besar, elegan, dan manis, namun menyiratkan bahwa ia memiliki sebuah rahasia yang tidak kau ketahui. Rumah itu dikelilingi taman indah dan luas, namun tetap saja, rumah itu suram. Ada sesuatu, sesuatu yang membuat rumah itu dikelilingi rahasia. Rio melirik Ify.
Ify menatap rumah itu dengan sayu, kosong. Seolah pernah ada sesuatu yang terjadi di sana. Seolah ia… berubah menjadi boneka. Ia berputar, menghadap Rio. Menggenggam kedua tangannya erat-erat. Matanya mencari pertolongan. Rio ingin melakukan sesuatu, tapi ia terpaku. Hanya bisa menatap Ify lekat-lekat. Ify akhirnya membuka mulutnya, bersiap untuk berbicara, tetapi pintu rumahnya terbuka.
“Ify?” tanya seorang wanita cantik yang membuka pintu itu. Ify menengok.
“Mama?” tanyanya. Rio langsung mencermati wanita itu.
Wanita yang dipanggil ‘ibu’ oleh Ify itu sangatlah cantik, dengan rambut hitam yang disanggul dengan sangat rapi di kepalanya. Bajunya juga rapi, mirip ibu-ibu kantoran yang biasa kita lihat di TV. Matanya sama dengan mata Ify. Wajahnya lelah dan lega. Ia tersenyum.
“Mario?” tanyanya, memandang Rio. Rio tersenyum dan mengangguk.
“Terima kasih sudah mengantarkan Ify” ucap ibu Ify dengan nada diplomatis yang senang. Rio tersenyum. Ify memandang Rio dengan mata meminta pertolongan, lalu dengan enggan melepaskan genggamannya dan berlari kecil memasuki rumahnya. Ibunya tersenyum senang dan lega, lalu merangkul Ify dan membawanya masuk ke dalam rumah, meninggalkan Rio yang diam terpaku, kebingungan.
***
Rio memasuki sekolah pagi-pagi sekali. Semalam ia tidak bisa tidur, memikirkan apa yang terjadi dengan Ify. Sekarang pun ia masih memikirkannya. Satu hal yang paling aneh dari semuanya : senyum Ify, tawanya, langsung hilang begitu ia melihat rumah itu. Kenapa? Apa yang terjadi di sana? Mengapa rumah seindah itu bisa menjadi begitu suram? Kenapa ibu Ify begitu aneh, seolah ada sesuatu yang tidak beres di sana? Kenapa…
Sedang memeras otak mencari jawaban, dua tangan memeluknya erat. Rio menahan napas, kaget. Ia mengernyitkan kening, mencari tau siapa yang berani memeluknya pagi-pagi begini.
“Makasih” ucap orang itu. Rio mengernyitkan keningnya semakin dalam, bingung.
“Makasih kemarin lo udah nganterin gue. Makasih udah bikin hidup gue lebih berwarna” ucapnya, dan Rio pun tau siapa orangnya.
“Alyssa?” tebak Rio. Gadis itu mengangkat dagunya, dan dengan rambut acak-acakkan ia menatap Rio. Wajahnya terlihat capek dan lelah, tetapi garis mukanya menunjukkan bahwa ia bahagia. Rio tersenyum.
“Sama-sama” ucap Rio, membuat seulas senyum tampak pada wajah Ify. Ify pun melepaskan pelukannya dan merapikan rambutnya, menyisirnya dengan sisir yang selalu ia bawa. Rio tersenyum melihatnya. Ify menjepit poninya dengan jepit hati berwarna pink, lalu tersenyum manis pada Rio. Membuat jantung Rio berdegup 2 kali lebih cepat.
“Jadi,” ucap Ify, memulai percakapan. “gimana kabar lo?”
Rio berpikir sebentar. “Baik. Lo sendiri?” ucapnya.
Ify tidak menjawabnya, melainkan menyunggingkan senyum terindah yang pernah dilihat Rio. Senyuman manis, namun penuh rahasia.
Sejak saat itu Rio bersumpah akan menjaga Ify dengan sepenuh hati, meskipun harus mengorbankan jiwa. Ia tak peduli apa yang terjadi dengan Ify. Yang ia tau, Ify menderita dan ia mencintai Ify. Ia hanya ingin Ify bahagia dan aman. Selamanya.
***
—Sebulan kemudian—
Kegiatan Ify dan Rio membuat mereka merasa sangat dekat dan mulai memanggil aku-kamu, bukan gue-lo seperti dulu. Tersebar isu bahwa mereka berpacaran. Hal itu tidak benar, tentu saja, namun mereka tidak terlalu menggubrisnya. Ify telah memaafkan Alvin dan mulai berteman dengannya, tapi ia masih bermusuhan dengan Shilla.
“Hei Yo” sapa Ify terhadap Rio yang sedang membaca buku. Rio mengangkat wajah, lalu tersenyum dan menutup bukunya.
“Hai. Gimana kemaren? Seneng?” tanya Rio. Ify tersenyum.
“Eumm… senenglah. Lumayan sih. Kita diem-dieman aja. Ngobrol pun cuma basa-basi” ucap Ify. Rio membelalakkan matanya.
“Serius?” tanya Rio. Ify mengangguk mantap.
“Kita cuma nonton, makan, terus pulang. Gak main, gak ngapain. Ngobrol aja, seperti kataku tadi, dikiiittt banget. Aku sih udah nyoba bicara, nanya-nanyain dia gitu. Basa-basi sih, cuma ‘gimana PRnya?’ atau, ‘kabar ibu lo gimana?’ tapi ditanggepinnya dikit banget. 3 kata, gak lebih. Minta ditabok tau gak” gerutu Ify kesal. Rio tertawa.
“Asal tau aja ya Lyss, Alvin tuh cerewet banget. Setidaknya pas 10 tahun lalu. Dia tuh cereweeetttt banget. Aku yang pendiem. Sampe-sampe gak dapet temen” ungkap Rio. Ify terbengong.
“Kamu? Pendiem? Hahahahaha!!” tawa Ify keras. Rio tersenyum, bersyukur bisa melihat Ify tertawa seperti ini. Di depan teman-teman yang lain, Ify biasanya pendiam, kalem, dan hanya bicara jika diperlukan. Di depan sahabatnya—Sivia dan Agni—ia bisa mengobrol panjang lebar. Tetapi, di depannya, ia bisa tertawa keras. Itu membuat Rio merasa, entahlah… spesial?
“Serius. Dulu aku gak punya temen sama sekali. Yah, sampe si Alvin dateng. Sejak itu temenku bejibun. Tapi tetep aja, aku paling deket sama Alvin Deva Ozy” terang Rio. Ify nyengir, memperlihatkan giginya yang putih cemerlang.
“Iya deh. Tapi aku masih gak yakin” ucap Ify tak mau kalah. Rio tertawa dan mengacak-acak rambut Ify.
“Daripada itu, gimana lo bisa ketemu sama Agni dan Sivia? Kamu kan judes” sindir Rio, menatap tajam. Ify terdiam sesaat, berpikir.
“Dikenalin dari duluuuu banget sama orangtuaku. Katanya, mereka sahabat aku. Ya namanya anak polos ya, masih TK. Kita langsung bengong, terus main aja bareng” ungkap Ify sembari nyengir. Rio tertawa.
“Gak nyangka kamu dulu polos. Kirain pendiem” ucap Rio. Ify nyengir. Rio tersenyum. Tiba-tiba pintu kelas terbuka, lalu Nova masuk. Rio dan Ify menoleh lalu memutar badan ke depan dan melakukan kegiatan masing-masing. Ify membaca buku, Rio memainkan HPnya.
“Cie, pagi-pagi udah berduaan aja” sindir Nova tajam, yang baik Rio maupun Ify tidak mengacuhkannya sama sekali.
Mereka pun diam, seiring dengan banyaknya murid-murid yang mulai memasuki kelas.
***
“Anak-anak, sekarang kita kedatangan seorang murid baru,” ucap Bu Winda—ketua kelas Ify dan Rio. Semua murid langsung memasang muka penasarannya.
“Anak ini pindahan dari Manado, jadi tolong bantuannya untuk mengenal Jakarta serta sekolah ini” ucap Bu Winda. Semua murid mengernyitkan dahi, tanda bingung. Ify menatap Rio dengan tatapan Lo-Kenal-Murid-Baru-Itu-Gak. Rio yang sadar hanya mengangkat bahu.
“Silahkan masuk” ucap Bu Winda. Gadis itu pun masuk.
Ify mengamati gadis tersebut. gadis itu memiliki tampang yang sangat sangat manis, dengan kulit sawo matang dan senyumnya yang ceria. Rambutnya hitam, panjang, dan lurus. Wataknya sepertinya ceria, terlihat di garis mukanya. Ia tersenyum bahagia.
“Hai. Gue Zevanna. Pindahan dari Manado. Umur 16. Mohon bantuannya” ucap Zevanna singkat, padat dan jelas.
Perkenalan itu berlangsung singkat. Tidak ada pertanyaan sama sekali—tidak ada yang tertarik untuk bertanya. Zevanna hanya mengangkat bahu dan duduk. Pelajaran pun dimulai.
***
Bel istirahat berbunyi. Zevanna bangkit berdiri—dengan sangat cepat—dan menghampiri meja Ify dan Rio. Ify yang sedang membungkuk untuk memasukkan buku ke dalam tasnya menoleh melihat kaki Zevanna yang terlihat dari sudut matanya.
“Hai” ucap Zevanna, tersenyum. Ify melihatnya sebentar dengan sinis lalu kembali melakukan kegiatannya. Di sebelahnya, Rio melepas headset yang dipakainya sedari tadi.
“Lyssaaa!! Gue mau pinjem catataaannn!!” seru Rio manja, mengambil buku tulis Ify seenaknya dan menconteknya ke dalam buku catatannya sendiri dengan cepat dan acak-acakkan.
“Asik, kamu emang cantik Lyysss, Lyss” ucap Rio merayu, menutup dan mengembalikan buku catatan milik Ify. Ify hanya menerimanya dengan kalem dan memasukkannya kembali ke dalam tasnya. Rio mendongkakkan kepala, lalu tersenyum kepada Zevanna.
“Hei. Gue Rio. Euh, lo Zevanna kan, anak baru?” tanya Rio ramah. Ify meliriknya tajam, berbarengan dengan Zevanna.
“Asemmmm!!” ucap Zevanna lalu mengacak-acak rambut Rio. Rio tertawa. Ify menatap dengan bingung. Rio nyengir ke Ify.
“Ini Zeze. Lo inget siapa yang gue telfon itu kan, waktu gue ama lo masih marahan?” tanyanya. Ify mengangkat alis, kaget karena tiba-tiba Rio memakai gue-lo, bukan aku-kamu seperti dulu. Ia mengangguk.
“Little Fairy lo itu kan?” ucap Ify blak-blakkan. Rio nyengir. Zevanna menoyolnya. Mereka tertawa.
“Misi” ucap Ify. Rio terkaget dan memberinya jalan. Ify pun berjalan, meninggalkan Rio dan Zevanna berdua. Dengan rasa sakit yang membekas di hatinya.
***
Ify termenung di taman belakang sekolah seperti biasa, tangannya mengayunkan ayunan yang sedang didudukinya. Ia menunduk, membayangkan kejadian tadi. Saat ia melihat Rio bertemu dengan 'Little Fairy'-nya. Saat ia menyadari bahwa ia tidak boleh menyukai Rio. Rio sudah ada yang punya, dan Zevanalah orangnya.
Ify pun mendesah, lalu mengeluarkan sebuah kaca kecil yang selalu dibawanya kemana-mana. Ia memandangi bayangan yang terpantul disana. Ya, wajahnya. Ia membayangkan wajah Zevana, lalu membandingkannya dengan sosok yang terpantul di cermin yang sedang ia pegang. Terlalu cantik, pikirnya. Zevana terlalu cantik. Dia lebih cantik dari gue. Pantes Rio milih dia, bukan gue, sambungnya, masih dalam hatinya. Ia memasukkan cermin itu kembali ke dalam kantung celananya, lalu menunduk. Tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Ify tersentak kaget, lalu menengok ke belakang. Berdirilah seorang gadis hitam manis yang tersenyum ke arahnya. Zevana, pikir Ify.
"Hai" sapa Zevana sembari tersenyum manis.
"Hai" sahut Ify ragu-ragu, bibirnya terulas senyum paksaan.
"Lo deket ya sama Rio?" tanya Zevana tanpa basa-basi. Ify tersenyum setengah tulus.
"Ya... bisa dibilang begitulah. Gak terlalu" jawab Ify seadanya.
"Ooh. Dia sering cerita tentang lo loh, gue aja sampe bosen dengernya" ungkap Zevana sambil menerawang jauh.
"Eh?" ucap Ify spontan, tidak menyangkanya. Zevana tersenyum miring.
"Rio emang gitu, kalau dia su... hmmff!!!" ucap Zevana yang sekarang mulutnya sedang dibekap oleh Rio.
"Tega kamu ngebocorin!!" teriaknya.
"Auuu!!" rintih Rio yang langsung melepaskan dekapannya. Zevana menyeringai.
"Jahat! Tanganku digigit!" teriak Rio. Zevana memeletkan lidahnya. Ify hanya bisa terbengong-bengong melihat kelakuan kedua orang di hadapannya ini.
"Woi! Lo berdua dicariin, tau-taunya di sini!" teriak Deva dari sekolah. Ify, Zevana dan Rio pun menengok.
"Lah, kan lagunya udah selesai. Ngacir kemana aja juga boleh dong" ucap Rio sembari merangkul Zevana. Ify diam, menunduk. Hatinya terasa sakit.
"Iya, lagian kan gue mau bocorin rahasianya Rio ke Ify, sebagai pembalasan dendam gue" timpal Zevana, yang langsung disambut dengan tatapan tajam Rio.
"Yo, kamu jangan gitu napa? Aku kan takut!" ucap Zevana. Rio mengalihkan pandangan dan mengubah ekspresinya.
"Nah, gitu dong" ucap Zevana. Rio mengacak-acak rambut Zevana dan memandangnya hangat.
"Iya deh, lain kali enggak lagi" ucapnya. Zevana tersenyum.
"Yo, Zev, lo berdua tuh kayak orang pacaran tau" celetuk Ozy yang baru datang.
"Ha?" tanya Zevana dan Rio bersamaan. Mereka pun saling pandang, lalu tertawa terbahak-bahak.
"Zy, ngelawak lo! Mana mungkin gue sama Zeva pacaran?!" tanya Rio.
"Tau tuh! Biasalah Ozy, kepalanya kan gak bener" timpal Zevana. Ify hanya terbengong-bengong.
"Jadi... lo berdua gak pacaran ya?" tanya Ify pelan-pelan.
"Ya iyalah! Gue sama Zeva tuh kakak-adek, Alyssaaaa!!!" ucap Rio gemes. Ify cengo.
"Hah?" tanyanya.
"Iya, gue sama Zeze tuh kakak-adek, kita tuh kembar tapi gak identik. Gue sama dia dari kecil emang udah kebiasaan ngomong aku-kamu, jadi kayak orang pacaran!!" teriak Rio dengan nada gemas. Sedang Zevana, Ozy dan Deva tertawa. Ify menunduk malu.
"Terus... julukan 'Little Fairy'?" tanya Ify.
"Ooh... ya gitu deh, gue emang sering ngasih julukan ke orang-orang. Zeze My Little Fairy, Ozy Melayu Indonesia, Deva si Mata Belo, Alvin Artis Korea yang Ganteng tapi Lebih Ganteng Gue" jelas Rio.
"Aneh" komentar Ify.
"Si Rio kan emang ajib" celetuk Ozy
"Kurang asem" ucap Rio kalem.
"Kalau yang tentang mirip orang pacaran itu, selain kita emang dari dulu akrab gue tuh manja, dan Rio suka manjain cewek. Apalagi cewek yang dia sayang" jelas Zeva, menatap kearah Ify. Berharap agar Ify mengerti. Sayangnya, Ify hanya manggut-manggut lalu tersenyum manis.
"Gue ke kantin ya" pamitnya lalu pergi ke kantin.
***
Kantin
"Viaaa!! Agnii!! Gue seneng banget!!" teriak Ify sembari melompat-lompat.
"Kenapa Fy?" tanya Sivia bingung. Sedang Agni hanya melempar tatapan bingung.
"Rio sama Zeva gak jadian!!" pekik Ify tertahan seraya duduk di samping Agni.
"Haaahhh?" tanya Sivia, Agni, Cakka dan Gabriel berbarengan.
"Iya, mereka kakak-adek! Mereka kembar, tapi bukan kembar identik!" jelas Ify dengan senyum manisnya itu.
"Oh ya?" tanya Agni. Ify mengangguk dengan semangat.
“Terus kenapa? Katanya lo gak suka sama Rio?” tanya Gabriel bingung. Ify memandang ke arahnya. Agni melotot. Sivia menginjak kakinya. Cakka tertawa kencang.
"Hahaha, si Ify ketauan suka sama Rio! Wakakk" ledek Cakka yang langsung dihadiahi jitakan dari Ify. Tak lupa pelototan dari Sivia dan Agni. Kali ini giliran Gabriel yang tertawa.
“Ify, Ify…” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya.
“Akhirnya lo punya kehidupan” bisik Sivia, tersenyum. Ify mengerjapkan matanya, lalu menunduk.
“Iya” tanggapnya.
***
Keesokkan harinya
Istirahat pun dimulai. Zevana segera keluar dari kelasnya dan duduk di pinggir lapangan, memerhatikan saudara kembarnya bermain basket. Ia tersenyum senang.
Tanpa disadarinya, seseorang memerhatikannya. Orang itu tersenyum tipis saat melihat Zevana tersenyum senang. Ia tertunduk sedih, hatinya sakit. Tetapi rasa sakit itu terbayar dengan melihat sosok Zevana yang tertawa riang melihat kakak kembarnya berteriak minta tolong karena dikeroyok oleh fans-fansnya.
Ze, gue suka sama lo...
***
“Riooo!!” jerit Ify marah. Yang dipanggil hanya menganga, kaget.
“Ma… maaf! Serius Lyss, aku gak sengaja!!” ucap Rio. Ify mengangkat kedua tangannya.
“Baju gueee!!” jerit Ify. Rio jadi panik.
“Aaaa Lyssa! Serius gak sengaja! Sini aku lap!” ucap Rio, mengambil lap. Ify menyambarnya.
“Aku aja” ucapnya, lalu mengelap bajunya sendiri.
“Lyssa… maaf Lyss, kalau mau marah ke jusnya aja, kan dia yang numpahin” ucap Rio melas.
“Rio ah! Gak lucu” ucap Ify marah. Rio meringis.
“Duuhh, mama papa bakal marah nih…” gumam Ify dengan mata berkaca-kaca.
-Bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar