PREVIOUS PART
---
(Part 7)
"Ssss... Siv... gimana nih? Dia dateng lagi!" bisik Zahra ketakutan.
"Ggg... gue juga gak tau harus ngapain... ini gawat!" sahut Sivia, berbisik juga. Mereka pun akhirnya hanya menatap Shilla dengan mata ketakutan, berpikir betapa hebatnya Shilla bisa seberani itu.
"Paman mau apa sekarang??" hardik Shilla.
"Tenang... paman cuma mau lebih... sini!! Atau lehernya kepotong!" ancam paman Shilla yang bernama Jo.
"Jangan libatin dia!" seru Shilla. Pamannya hanya tersenyum licik. Shilla mau tak mau akhirnya berjalan ke arah pamannya dengan ogah-ogahan. Ia memandang teman pamannya yang melihatnya tanpa berkedip.
"Lakukan!" perintah paman Jo kepada temannya itu. Temannya yang ternyata membawa tali langsung menarik Shilla dan mengikat tangan Shilla di balik tubuh Shilla. Shilla yang kaget berteriak.
"Kyaaa!!!!" Rio yang mendengarnya ingin membantu tetapi ia tak bisa. Paman Jo langsung melepaskan Rio dan langsung menutup hidung dan mulut Shilla dengan saputangan biru tuanya. Tiba-tiba Shilla langsung pusing, dunia serasa berputar... dan dia pun jatuh. Mulutnya diikat dengan saputangan biru dan kakinya diikat. Rio tidak bisa apa-apa karena teman paman Jo menodongkan pistol. Shilla pun digendong dan dibawa ke mobil mereka. Mereka pun segera melaju kencang, meninggalkan anak-anak yang membatu di lapangan. Sivia dan Zahra berdiri terpaku, air mata menitik dari mata mereka. Rio berdiri mematung, tangannya dikepal membentuk tinju, otaknya memikirkan betapa bencinya ia pada orang yang telah menculik Shilla.
***
Di markas paman Jo dan temannya
Shilla telah bangun, menyadari ia diikat di sebuah tiang yang berada di sebuah gudang. Ditengok kanan-kiri, yang ada hanya tembok. Lantainya terbuat dari batu keras dan tajam. Ada juga meja usang dan jendela kecil. Di depannya, ada sebuah handy cam yang dipegang oleh seseorang... siapa itu? Mukanya tak bisa dikenali karena ia memakai topeng hitam dan baju hitam. Di sebelahnya ada orang, memakai baju yang sama dengan orang yang memegang handy cam. Ia memegang botol besar dari kaca, seperti botol bir... perasaan Shilla tidak enak. Orang itu mengangkat botol kaca tersebut, dan mengayunkannya ke arah Shilla.
"Kyaa!!!!!" Shilla menjerit kesakitan, punggungnya berdarah terkena pecahan botol kaca. Orang yang telah melukai Shilla tidak menyesal, malah ia kembali melukai Shilla. Ia memukulnya dan menendangnya, sementara Shilla yang tak berdaya hanya membalas dengan teriakan kencang. Tetapi tak ada yang mendengar teriakannya, sebab ia berada jauh di tengah hutan. Shilla menitikkan air mata lalu orang tersebut berkata,
"Ira, Duta, lihatlah putri kalian! Ia begitu tersiksa.... hahaha!" katanya, lalu temannya pun menyetop videonya. Shilla sudah tak berdaya. Ia disuruh makan. Ikatannya dilepas selama semenit, lalu ia pun diikat lagi. Lalu ia ditinggal oleh kedua orang jahat tersebut. Shilla menangis sampai ia terlelap. Dalam mimpinya, ia melihat kedua sahabatnya, kakaknya, Keke, dan... Rio, Gabriel, serta Alvin. Ia pun tersenyum dalam tidurnya.
***
Esoknya di kampus
Sivia dan Zahra kaget karena ia dipanggil oleh ayah Shilla. Mereka diberi sebuah CD, yang ditempatnya tertulis Shilla. Sivia dan Zahra pun segera menontonnya bersama Rio serta Alvin dan Gabriel karena dipaksa. Di CD tersebut diperlihatkan Shilla yang sedang menderita, mulai dari ia dipukul dengan botol kaca. Berkali-kali terdengar suara jeritan kesakitan Shilla. Sivia dan Zahra menangis. Rio mengepalkan tangannya. Tapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
***
Di tempat Shilla berada
Shilla dibangunkan dengan kasar. Ia ditendang dan diinjak sampai ia bangun. Shilla merasa pusing, ia belum sarapan. Tetapi kedua orang itu tak mempedulikannya. Shilla melihat handy cam lagi, kemungkinan besar telah merekamnya. Shilla ingin kabur, tapi tak berdaya. Ia tak ingin disiksa lagi. Badan Shilla lemah, tetapi ia langsung disiksa tanpa dipedulikan. Ia kembali berteriak kencang, menangis, dan meronta-ronta. Setelah ia di pukuli dengan botol kaca, ditinju, dan ditendang, ia dipegang rambutnya, dilepaskan ikatannya, dan diseret sepanjang ruangan. Badannya sakit karena tergores lantai batu yang tajam, sehingga ia berteriak sekencang yang ia bisa, dan menitikkan air mata. Terakhir, ia dijambak dengan kencang, membuat sedikitnya 15 lembar rambutnya terlepas. Shilla menangis dan berteriak.
"Aaahhhh!!!!!!" teriaknya sekuat tenaga. ia pun dibanting dan diikat kencang, sampai-sampai bergerak sedikit saja Shilla tak bisa. Lalu videonya dimatikan dan Shilla dibuka ikatannya untuk makan. Shilla yang lemas bersyukur mengenainya. Shilla melihat badannya yang lecet, biru, dan berdarah. Ia menangis karena sakit, sampai ia terlelap. Kedua orang yang menyaksikannya tertawa.
***
Keesokan harinya, ayah Shilla kembali membawa CD bertuliskan Shilla di tempatnya. Sivia, Zahra, Rio, Gabriel, dan Alvin menontonnya kembali. Sivia dan Zahra kembali menangis menontonnya, tetapi kali ini lebih kencang, melihat Shilla begitu tersiksa ketika diseret sepanjang ruangan. Kali ini mata Rio membelalak melihat ruangan itu. Ia langsung cabut.
"Woi! Lo kenapa cabut?! Kan lo yang maksa buat liat ni CD!!" teriak Zahra.
"Gue mau nyelamatin Shilla, gue tau dia di mana" sahut Rio. Semua yang menonton CD tadi langsung menatap Rio, mata mereka membelalak. Mereka semua mengikuti Rio ke mobilnya. Rio cuek saja dan langsung menancap gas mobilnya, membawa mereka semua ke tempat Shilla berada.
Akhirnya mereka sampai di sebuah hutan. Rio merintis hutan sampai melihat sebuah rumah kecil dari kayu, yang mirip gudang. Rio pun turun.
"Kita sampai" bisiknya. Tanpa suara yang lain turun. Rio mengendap-endap menuju rumah tersebut, lalu membuka pintunya.
"Siapa kau?!" teriak paman Jo. Rio langsung menerjangnya dan memukulnya, diikuti Gabriel dan Rio yang memukuli teman paman Jo. Shilla dihampiri oleh Sivia dan Zahra, lalu ikatannya dilepas. Di pertempuran antar Gabriel-Alvin dan temannya paman Jo, temannya paman Jo kalah. Tentu saja, karena 2 lawan 1. Sedang paman Jo sendiri akhirnya berhasil melepaskan diri dan mengambil pisaunya, siap menusuk Rio. Shilla yang melihatnya langsung berlari melindungi Rio. Akhirnya, Shilla tertusuk pisau, tepat di perutnya.
+++
(Part 8)
Darah keluar dari perut Shilla, tembus sampai bajunya yang berwarna biru muda. Darah keluar dari mulutnya, menandakan bahwa ia muntah darah. Shilla merasa melayang, kepalanya pusing, dan dunia serasa berputar. Oh, jangan lagi... batin Shilla. Dunia pun menjadi gelap. Shilla ambruk. Untung di belakangnya ada Rio yang siap menahan tubuhnya. Shilla digendong dan dibawa ke mobilnya oleh Rio. Semua wajah yang menyaksikannya langsung pucat, kecuali paman Jo dan temannya, tentu saja. Semua naik mobil Rio, lalu Rio langsung ngebut menuju rumah sakit terdekat.
"Siv, Zah... lo berdua kan kuliah di medis, si Shilla gak apa-apa kan?" tanya Rio.
"Yah... kata dosen, kalau ditusuk perutnya, orang tersebut tidak akan muntah darah kecuali..." Sivia berhenti berbicara, memandang ke arah Zahra, matanya terlihat menahan tangis, wajahnya pucat. Wajah Zahra juga ikut pucat.
"Kecuali apa?" tanya Gabriel tidak sabaran.
"Kkk... kecuali kena livernya" jawab Zahra sambil berbisik. Mata para cowok membelalak, sedang Sivia menangis tersedu-sedu, tak dapat membendung air matanya lagi. Zahra memeluk tubuh Shilla, khawatir. Rio langsung membawa mobil lebih cepat, sampai semua penumpang mual semua. Rio tak mempedulikannya dan menuju rumah sakit dengan cekatan. Sesampainya di sana, Shilla langsung dibawa ke UGD. Para dokter kaget dan langsung membawa Shilla ke ICU. Selesai diperiksa dokter pun berkata,
"Shilla tidak apa-apa, hanya livernya yang terluka. Ia boleh beraktivitas seperti biasa setelah mendapat istirahat yang cukup, tetapi ia tidak boleh mendapat hantaman kuat di bagian perut" jelas dokter. Sivia, Zahra, Alvin, Gabriel dan Rio langsung lega. Mereka diperbolehkan masuk, lalu melihat Shilla yang sedang pingsan. Mereka semua menemani Shilla selama beberapa menit dan langsung cabut pulang. Tak lupa mereka memberitahukan ayah Shilla.
***
Keesokan hari di kampus, seperti biasa anak-anak ribut membicarakan Shilla. Mereka khawatir dengan keadaan Shilla, apalagi mereka tidak mengetahui kabar Shilla sekarang. Tiba-tiba sekelompok polisi datang.
"Apakah anda melihat Mario Stevano Aditya Haling, Alvin Jonathan Sindunata, Gabriel Stevent Damanik, Sivia Azizah, dan Zahra Damarvia?" tanya polisi tersebut kepada seorang anak yang bernama Riko, mebaca data yang ada di secarik kertas.
"Oh, mereka ada di kantin, sedang membicarakan sesuatu. Memangnya ada apa ya?" jawab Riko.
"Oh, tidak ada apa-apa. Terima kasih" sahut polisi tersebut. Kelompok polisi tersebut langsung menuju Sivia dan teman-temannya di kantin. Mereka semua kaget saat dihampiri polisi.
"Ada apa ya?" tanya Zahra.
"Kami ingin menanyakan beberapa hal tentang penculikan Ashila Zahrantiara" jawab sang polisi tersebut.
"Oh.. menanyakan hal apa?" tanya Rio. "Di mana Ashila Zahrantiara sekarang?" tanya polisi.
"Di rumah sakit, livernya bermasalah" jawab Sivia.
"Dari mana kalian tahu?" tanya polisi lagi.
"Karena kami yang membawanya ke sana" jawab Gabriel.
"Bagaimana kalian bisa membawanya ke sana?" tanya polisi tersebut. Alvin yang jengkel langsung menunjukkan kedua CD yang ada di tas Sivia.
"Ini akan menjelaskan semuanya" ujar Alvin, nada suaranya jengkel. Para polisi langsung mengambilnya dan menontonnya bersama Alvin, Gabriel, Rio, Sivia dan Zahra. Mata para polisi membelalak saat melihat kedua video tersebut. Akhirnya setelah beberapa pertanyaan lagi mereka pun dilepaskan, polisi pun sekarang mengemban tugas untuk mencari paman Jo dan temannya.
***
Di rumah sakit
Shilla terbaring lemah, tidak mau makan. Ketika kedua sahabatnya beserta Rio, Alvin dan Gabriel datang, ia berusaha untuk semangat.
"Hai! Makasih ya udah bawa gue ke sini!" ujarnya, berusaha ceria tetapi tetap saja yang terdengar suara lemah.
"Iya sama-sama... udah baikan? Kok belum makan sih?" tanya Sivia perhatian.
"Pahit semua yang gue makan" jawab Shilla kalem.
"Tapi lo harus makan dong... ntar malah tambah sakit!!" sahut Zahra.
"Iya, ntar deh..." ujar Shilla pada akhirnya. Sivia dan Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Shill, lo kayaknya harus liat ini deh" ucap Gabriel, memperlihatkan dua buah CD bertuliskan Shilla di tempatnya. Mata Shilla membelalak, lalu mengangguk. Gabriel segera memasangnya. Saat menontonnya Shilla kaget.
"Jadi... video itu dikirimin ke kalian?" tanya Shilla yang tak merasa asing. Rio menggeleng.
"CD-nya dikasih ke bokap lo, trus di kasih ke kita" jelas Rio. Shilla hanya mengangguk-angguk. Akhirnya Rio pun pamit. Yang lainnya nebeng sama Rio, kecuali Gabriel. Rio membiarkannya. Sivia dan Zahra tidak merasa asing dengan situasi ini, dan Alvin hanya senyum-senyum sendiri. Ketika mereka semua sudah pergi, Shilla berbicara.
"Yel, kamu ntar pulang naik apa?" tanya Shilla.
"Kan bisa naik taksi, Shilla..." jawab Gabriel. Shilla diam saja.
"Eh, kamu belum makan? Aku suapin ya..." sambung Gabriel, mangangkat piring Shilla. Shilla membiarkannya. Ketika disuapi, makanan yang ia makan terasa manis di lidah Shilla. Setelah makanan Shilla habis dimakan barulah Gabriel pulang. Ia hanya tinggal untuk memastikan Shilla sudah makan.
***
Keesokan paginya
"Yel kemarin lo ngapain?" tanya Alvin.
"Nyuapin Shilla" jawab Gabriel ringan.
"Ciee... ceweknya lagi sakit masih aja ngambil kesempatan..." ledek Alvin.
"Biarin, yang penting dia seneng dan sehat" sahut Gabriel cuek.
"Trus lo pulang naik apa?" tanya Rio.
"Naik taksi. Mang napa?" tanya Gabriel.
"Nanya doang" jawab Rio, hatinya dipenuhi dengan rasa cemburu.
"Eh, panjang umur! Cewek lo dateng tuh Yel!" seru Alvin. Gabriel memandang ke arah yang ditunjuk Alvin. Ia melihat Shilla datang, memakai dress putih santai dan celana jins selutut. Ia terlihat sehat kembali, pipinya sudah merona lagi. Shilla tersenyum senang, walaupun ia dibanjiri pertanyaan-pertanyaan dari para murid di kampus. Akhirnya sesi pertanyaan selesai dan Shilla serta kedua sahabatnya berjalan menuju kelas mereka. Ketika berpapasan dengan Gabriel, Alvin dan Rio, Shilla tersenyum manis kepada Gabriel.
"Makasih ya buat yang kemarin" bisiknya di telinga Gabriel.
"Ciee!!" sorak yang lain kecuali Rio dan Sivia yang mengucapkannya dengan setengah hati. Mereka berdua terbakar rasa cemburu. Untunglah, mereka langsung pergi ke kelas masing-masing, di mana baru saja mereka duduk dosen sudah datang.
***
Jam kosong
"Eh, pergi ke lapangan bola yuk!" ajak Shilla.
"Jangan ah... ntar kalau liver lo kena bola gimana?" tanya Sivia, menolak ajakan Shilla.
"Via... jarang banget ada bola kena perut! Ayolah..." ujar Shilla meyakinkan. Akhirnya Sivia mau.
"Oke deh..." ujar Sivia pendek. Shilla senang, lalu memimpin mereka menuju lapangan bola. Sesampainya di sana, Shilla langsung disambut oleh Gabriel. Ia dipegang tangannya, di tuntun menyebrang lapangan. Ini sebabnya gue gak mau ke sini! pikir Sivia. Tetapi mukanya tetap saja acuh-tak-acuh. Rio yang saat itu bermain bola juga cemburu. Ia menendang bola kesana-kemari, mukanya BT. Alvin diam saja. Ia tahu apa yang dirasakan oleh Rio.
---
NEXT PART
Tidak ada komentar:
Posting Komentar