(Part 19)
"Shill? Shill? Shilla!" teriak Rio, membuyarkan lamunan Shilla.
"Eh iya ada apa?" tanya Shilla kaget.
"Udah nyampe rumah lo, turun gih!" perintah Rio. Shilla menuruti Rio, walaupun dalam lubuk hatinya ia merasa keberatan.
"Makasih ya Yo, sampe ketemu besok" pamit Shilla.
"Besok kan hari Minggu? Gak ada kuliah kan?" tanya Rio bingung. Muka Shilla menjadi merah, tapi dasar gengsi dia jadi ngeles.
"Emang besok kita gak bisa ketemu? Eh tunggu gue di taman ya besok gue gak ngapa-ngapain bosen!" ujar Shilla ngeles. Rio agak tidak percaya, tetapi oh ia setuju. Hatinya berbunga-bunga.
"Boleh. Taman mana?" tanya Rio.
"Mana kek. Taman sono aja, katanya bagus" jawab Shilla.
"Oke, gue jemput jam setengah 7" ujar Rio.
"Buset dah pagi amet!" komentar Shilla.
"Makanya, jadi orang tuh jangan kebo, bangun tuh yang pagi! Sekalian lari pagi!" sahut Rio mengejek. Shilla cemberut.
"Ya udah deh! Gue usahain bangun pagi... ah jelek lo gue di suruh lari!" seru Shilla.
"Iya, olah raga dikit lah... lo tuh gue perhatiin kagak pernah olah raga, ntar lo jadi sakit-sakitan loh" sahut Rio.
"Iya iya pak guru!! Udah sono pergi, kok gue tiba-tiba jadi panas sama sumpek ya?" usir Shilla.
"Ngusir nih ceritanya? Ya udah sampai ketemu besok pagi! Inget, jam setengah 7!" pamit Rio lalu memacu cepat motornya. Hati Shilla berbunga-bunga, entah kenapa.
***
Sementara itu, Zahra-Alvin
Zahra menurut saja ketika di tarik Alvin menuju motornya. Ia diam saja saat naik motor, dan ia tidak memeluk Alvin seperti yang biasa ia lakukan. Kali ini ia memegang bagian belakang motor Alvin.
"Tumban Zah gak meluk?" tanya Alvin.
"Males" jawab Zahra singkat. Selama beberapa menit ada keheningan antara mereka. Akhirnya Alvin angkat bicara.
"Kamu kenapa Zah? Kok aneh gitu? Biasanya kan kamu yang cerewet ngebicarain ini-itu!" tanya Alvin.
"Gak papa kok, cuma gak enak aja" jawab Zahra. Alvin menghentikan laju motornya di sebuah taman.
"Vin, kok? Ini kan bukan rumahku!" tanya Zahra bingung. Alvin diam saja, turun dari motornya, dan menggandeng Zahra ke sebuah bangku taman. Mereka pun duduk.
"Nah Zah, sekarang cerita, kamu kenapa?" tanya Alvin.
"Kan udah kujawab tadi, gak papa... cuma gak enak aja" jawab Zahra.
"Gak enak kenapa?" tanya Alvin lagi.
"Ya... pas kita jadian kemarin, kan Shilla putus sama Gabriel... trus kamu sama Iyel dan Rio ditangkep polisi, trus kemaren si Iyel meninggal... Sivia jadi gitu. Kadang-kadang aku ngerasa apa karena kita jadian mereka tertimpa musibah gitu? Apa lebih baik kita putus aja Vin?" jawab Zahra yang disambung dengan pertanyaannya. Alvin menghela nafas, lalu menggenggam tangan Zahra erat, dan menatap ke mata Zahra dengan tatapan yang sangat dalam.
"Zah, aku sayang kamu dan kamu sayang aku. Setelah kita jadian, baru dua hari kita putus gara-gara ini? Apa kamu gak mikir, apa Shilla dan Sivia serta Rio akan bertambah sedih melihat ini? Apa Gabriel akan seneng liat ini dari atas sana? Inget Zah, dia tuh minta aku buat jagain kamu, tanpa disuruh dia pun aku juga bakal ngelakuin itu. Apa saat ia ngeliat ini dia bakal seneng?" tanya Alvin bertubi-tubi. Zahra menggeleng, air matanya menetes.
"Sstt... jangan nangis Zah, ntar aku dikira ngapa-ngapain kamu lagi..." hibur Alvin. Zahra mengusap air matanya, tetapi ia masih terisak-isak.
"Bener kan yang aku bilang? Nah, sekarang menurut aku kita harus bisa menjalani hubungan kita ini biasa aja, kayak gak ada kejadian apa-apa. Kalo ditanya kenapa lama banget, bilang aku ngajakin kamu ke taman terus dinner. Oke?" tanya Alvin. Muka Zahra berseri-seri, lalu ia memeluk Alvin erat.
"Makasih Vin... aku sayang sama kamu, dan dari detik ini aku tambah sayang sama kamu" ujarnya berterima kasih. Alvin membalas pelukannya lalu tersenyum.
"Sama-sama, kamu udah gak apa-apa lagi kan say?" tanya Alvin, mengacak-acak rambut Zahra. Zahra menggeleng.
"Eh, ngomong-ngomong kamu mau ngajak aku dinner?" tanya Zahra. Alvin mengangguk.
"Kalau kamu mau kenapa enggak?" tanya Alvin lagi. Zahra melepaskan pelukannya lalu menggandeng tangan Alvin.
"Dinner sekarang yuk, udah malem. Laper nih..." keluh Zahra, mengusap-usap perutnya. Alvin tersenyum, lalu membimbing Zahra ke motornya. Mereka pun naik, lalu Zahra memeluk pinggang Alvin erat. Alvin tersenyum, lalu memacu motornya ke arah sebuah restoran.
***
Di restoran
Zahra bengong melihat restoran yang dipilih Alvin. Indah sekali, cocok untuk pasangan yang lagi kasmaran. Restoran itu outdoor, sepanjang mata melihat ada lilin-lilin yang dinyalakan. Di situ seperti taman yang sangat indah, dan bintang-bintang bertaburan bagai permata di atas mereka. Alvin membimbing Zahra ke seberang taman, lalu memilih tempat duduk yang paling mendapat privasi. Mereka pun memesan minuman, makanan, dan lain-lain. Zahra melirik ke arah pasangan-pasangan yang lain, yang cowok memakai jas dan yang cewek memakai gaun indah.
"Kenapa Zah?" tanya Alvin.
"Gak, cuma risih aja, biasalah cewek, masalah baju" jawab Zahra. Alvin melirik ke arah pasangan-pasangan kasmaran dan Zahra serta bajunya.
"Haha, kita emang yang paling beda. Tapi gak apa-apa, buat aku kamu yang paling cantik di sini" sahut Alvin, lalu berdiri dan menuju Zahra.
"Mau dansa?" tanyanya. Zahra terlihat ragu-ragu. Ia memandang bajunya, dress ungu marun santai dan jeans, dan rambutnya yang diikat. Alvin tersenyum memandang apa yang dilirik Zahra, lalu mengulurkan tangannya. Ia melepas ikatan rambut Zahra, membiarkan rambut Zahra tergerai indah. Lalu ia mengambil sesuatu dari tas Zahra, yakni bando ungu keberuntungan Zahra, dan memakaikannya.
"Nah, sekarang udah mendingan. Mau dansa?" tanya Alvin lagi. Zahra tersenyum, Alvin selalu saja bisa menemukan solusi dari setiap masalahnya. Ia menyambut uluran tangan Alvin dan berjalan ke arah pasangan-pasangan lain berdansa. Mereka pun berdansa, dunia serasa milik berdua. Tak ada yang mengganggu mereka, yang ada hanya satu sama lain. Ketika musik berakhir, barulah mereka sadar total. Pasangan-pasangan yang lain sudah beralih ke makanan pesanan mereka, hanya mereka saja yang berdansa. Alvin dan Zahra berpadang-pandangan, lalu berjalan ke arah meja mereka. Ternyata pesanan mereka datang. Mereka pun makan sambil bercakap-cakap, begitu ributnya sampai yang lain menengok ke arah mereka dan mereka jadi malu sendiri. Setelah sesi makan selesai, mereka masih saja duduk di situ dengan alasan minum mereka belum habis. Restoran itu masih penuh, tetapi meja Alvin dan Zahra masih mendapat sedikit privasi.
"Jadi, gimana kimianya?" tanya Zahra.
"Mmm... biasa aja tuh" jawab Alvin.
"Emang latihan harian dapet berapa?" tanya Zahra lagi.
"Nurun. Jadi 80" jawab Alvin.
"Kok bisa? Biasanya dapet 95 sampe 100" ujar Zahra bingung.
"Gak konsen sama pelajaran" ucap Alvin.
"Kok? Biasanya yang paling konsen kan si ini" tanya Zahra, menunjuk ke arah Alvin ketika mengucapkan 2 kata terakhir.
"Mikirin kamu" jawab Alvin singkat.
"Yah... rupanya kita jadian membawa pengaruh buruk" sahut Zahra.
"Hahaha.." ujar Alvin, tertawa.
"Aku serius, apa kita emang betul-betul harus putus biar nilaimu naik lagi?" tanya Zahra, sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Alvin.
"Jangan gitu dong... ntar aku dapet nilai 5" jawab Alvin, bersandar.
"Trus aku harus gimana?" tanya Zahra.
"Kamu harus jadi kayak gini aja, kamu udah sempurna, aku yang salah" jawab Alvin, sedikit mencondongkan tubuhnya seperti Zahra.
"Oya?" tanya Zahra.
"Iya. Zah... kenapa kamu begitu sempurna?" tanya Alvin balik.
"Gak tau. Emang dari sononya udah cantik" jawab Zahra. Tanpa sadar muka mereka menjadi dekat sekali, ternyata mereka mencondongkan tubuh ke arah satu sama lain. Mereka pun langsung duduk tegak, lalu meminum minuman mereka seakan tidak ada yang terjadi. Mereka melirik kiri-kanan, ternyata semua memperhatikan mereka.
"Pulang yuk" ajak Alvin.
"Yuk" sambut Zahra. Mereka pun berjalan menuju tempat di mana motor Alvin diparkir, lalu naik ke atasnya. Zahra memeluk Alvin erat.
"Jangan cepet-cepet ya Vin" ujarnya. Alvin hanya tersenyum lalu memacu motornya, tidak cepat tidak pelan. Zahra tersenyum, merasakan kehangatan yang menyelimutinya saat ia memeluk Alvin. Akhirnya mereka tiba juga di kosnya Zahra.
"Eh Zahra, pulang juga! Ni siapa? Alvin?" tanya Oik, salah satu teman kos Zahra.
"Iya. Sori ya pulang malem, dah Vin, ketemu lusa" pamit Zahra. Alvin tersenyum.
"Besok mau jalan?" tanyanya.
"Ke mana?" tanya Zahra balik.
"Maunya ke mana?" tanya Alvin lagi.
"Ke Amrik" awab Zahra ngasal.
"Hahaha... serius nih, mau ke mana?" tanya Alvin lagi.
"Bioskop deh. Besok aja milih filmnya" jawab Zahra mantap.
"Di mana?" tanya Alvin.
"Di... citos gimana?" tanya Zahra balik.
"Boleh. Jemput besok ya jam 11" jawab Alvin mantap.
"Iya... dah Vin" pamit Zahra.
"Dah Zahra cantik... besok ketemu ya..." pamit Alvin, mengecup pipi Zahra. Zahra menanggapi dengam memeluknya.
"Dah Vin... gak sabar besok" ujarnya. Alvin melepaskan pelukan Zahra, lalu tersenyum dan pergi dengan motornya. Zahra tersenyum-senyum, Hatinya berbunga-bunga.
+++
(Part 20)
Keesokan harinya
Shilla masih ada di tempat tidurnya, belum bangun. Padahal sudah hampir jam setengah 7. Tiba-tiba handphonenya berbunyi.
Kusuka dirinya, mungkin aku sayang... namun apakah mungkin, kau menjadi milikku...
Shilla terbangun, dengan ogah-ogahan ia mengangkat handphonenya itu.
"Halo?" tanya Shilla, mengucek-ucek matanya.
"Woi bangun bego!! Udah jam setengah 7!! Lo belum bangun?? Cepet bangun, mandi, sarapan sana!!! Gue kasih waktu 10 menit!!" teriak Rio marah-marah.
"Eh, Rio?? Sori Yo, iya iya gue bangun... bentar Yo" sahut Shilla kaget, tiba-tiba kantuknya hilang. Ia segera mandi, gosok gigi, pake baju, trus turun ke bawah buat sarapan. Dalam waktu sembilan menit semuanya selesai.
"Akhirnya.... gila ya lo jadi cewek kebo amet sih!! Makanya, bangun tuh yang pagi, kayak gue!" sambut Rio.
"Iya iya sori... gue ngantuk banget. Untung lo bangunin, kalo enggak gue masih tidur aja tuh ampe jam 11" sahut Shilla.
"Buset dah, jam 11?? Gila ya baru tau gue ada cewek bangun sesiang itu" ujar Rio kaget.
"Udah ah, yuk langsung aja ke sana!" seru Shilla, menaki motor Rio. Rio menggelengkan kepalanya sebelum memacu motornya, menuju taman yang terletak di Jl. Musik Pop. Sesampainya di sana, Rio langsung turun dan lari. Shilla masih agak bengong.
"Eh Yo! Tungguin gue!!" teriak Shilla yang baru saja sadar dari lamunannya.
"Aelah, lo tuh cewek apa siput sih? Lamban amet!" sahut Rio. Shilla segera berlari menyusul Rio.
"Gue cewek, gak punya cangkang" ujarnya.
"Iya gue tau, udah ah diem aja, konsen sama larinya!" sahut Rio. Shilla menggerutu, lalu menuruti perintah Rio.
***
Zahra-Alvin
Zahra melirik ke arah jam, lalu menemukan jarum pendek sudah hampir di angka 11. Bentar lagi... duh Vin cepet dong!! batinnya. Tiba-tiba Oik memanggilnya.
"Woi Zah, yayang tercinta lo udah dateng tuh, nyariin lo. Sana gih, cepet!" ujar Oik.
"Haha, thanks Ik" sahut Zahra singkat, tersenyum. Ia lalu menuju halaman kosnya, tempat Alvin sudah menunggu di situ.
"Halo Zah, kamu hari ini cantik deh" pujinya. Zahra tersipu malu, tersenyum.
"Udah ah, gak usah gombal-gombal lagi, yuk langsung aja pergi" ucap Zahra sambil menunduk. Zahra pun menaiki motor Alvin, lalu memeluk pinggangnya erat. Alvin hanya senyum-senyum, diem aja tapi. Gak ngapa-ngapain. Oik ngintip dari belakang. 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit berlalu Oik panas ngeliat mereka berdua cuma senyam-senyum sendiri aja, gak jalan dan gak ngapa-ngapain.
"Woi! Jalan napa? Katanya mau nonton berdua?" teriak Oik, keluar dari tempat persembunyiannya.
"Eh Oik! Ngintip lo Ik? Sori Ik, PW" sahut Zahra. Alvin hanya tertawa.
"Makanya, kalo ada pasangan lagi kasmaran jangan diintip! Bikin panas sendiri! Eh tapi makasih ya, kalo enggak udah setengah jam kita juga gak jalan-jalan!" ujarnya.
"Iya iya! Udah sono, pergi! Hus hus!" usir Oik.
"Yah Vin, kita diusir Vin! Jalan gih!" perintah Zahra. Alvin tersenyum kecil lalu memacu motornya, putar balik soalnya pintu ada di belakangnya, lalu motornya melaju kencang, hampir kena Oik.
"Kurang ajar lo Viiinnn!!!!!!" teriak Oik. Alvin tertawa, sedang Zahra melotot. Alvin langsung berhenti tertawa melihat reaksi Zahra dari kaca spion.
"Sori Zah, gak sengaja" ujarnya. Zahra membuang muka. Alvin memasang muka sedihnya, lalu berusaha konsen ke kegiatan mengemudinya. Sesampainya di mall, Alvin langsung parkir, dan Zahra dengan berat hati melepaskan pelukannya, lalu turun dari motor diikuti dengan Alvin.
"Zah..." panggil Alvin. Zahra menengok. Alvin lalu merangkulnya.
"Kenapa sedih?" tanyanya.
"Udah gak kok" jawab Zahra singkat, lalu melepaskan rangkulan Alvin dan memegang tangannya.
"Mau pesen tiket dulu apa makan?" tanya Zahra, mengalihkan pembicaraan.
"Kamu udah laper?" tanya Alvin.
"Gak terlalu" jawab Zahra.
"Pesen tiket aja dulu, ntar telat lagi filmnya..." ujar Alvin. Mereka pun berjalan ke arah bioskop. Setelah memesan tiket, mereka langsung ke Fish & Co. Sesampainya di sana, Alvin langsung memesankan makanan untuk mereka berdua, tapi satu piring (sori, lupa nama makanannya). Zahra sih oke-oke aja, lalu ia dan Alvin menunggu. Zahra menggeser kursinya di sebelah Alvin.
"Kenapa Zah?" tanya Alvin.
"Gak enak di seberang kamu, lagian di sini kan bisa nyomot makanan lebih banyak" jawab Zahra. Alvin tertawa kecil. Zahra menyandarkan kepalanya di dada Alvin, lalu mendengar detak jantung Alvin yang seperti loncat-loncat ke sana kemari. Zahra tertawa kecil.
"Kenapa Zah?" tanya Alvin.
"Gak apa-apa" jawab Zahra. Alvin masih bingung, tetapi ia tidak mau memaksa Zahra untuk menjawab. Akhirnya Alvin hanya memeluk Zahra gemas. Zahra tertawa lagi, lalu membalas pelukan Alvin. Ada keheningan antara mereka, seperti kejadian motor di kos Zahra.
"Permisi, ini pesanannya" ucap pelayan lembut, membuyarkan dunia Zahra dan Alvin. Spontan Zahra dan Alvin langsung duduk tegak. Pelayan tadi langsung pergi.
"Dasar pasangan lagi kasmaran..." gumam pelayan tersebut, menggelengkan kepalanya, Sementara muka Alvin dan Zahra memerah semerah kepiting rebus. Mereka memandang satu sama lain dan langsung tertawa. Zahra berhenti tertawa.
"Udah ah, yuk makan... udah laper nih" ajak Zahra.
"Iya iya Zahraku.." sahut Alvin, mengecup pipi Zahra. Jantung Zahra seperti meloncat ke langit ketujuh. Alvin tertawa kecil melihat Zahra yang mematung.
"Gak usah kesenengan ampe jadi patung gitu... kan cuma kecup pipi doang! Udah ah sekarang makan" perintah Alvin. Zahra mengangguk dan menurut. Alvin mengambil sendok dan mengambil nasi dan ikan, lalu memakannya. Sedang Zahra mencomot kentang dan memakannya.
"Katanya laper, kok cuma makan kentang?" tanya Alvin setelah beberapa menit. Zahra mengambil sendok dan memakan cumi-cumi dan cumi-cumi.
"Dah... puas?" tanya Zahra. Alvin menggelengkan kepalanya lalu menyendok nasi, kerang, udang dan ikan (mana muat ya dalem satu sendok?), lalu menyuapkan semuanya ke Zahra. Zahra mengerutkan kening.
"Udah, makan aja" perintah Alvin. Zahra menurut dan memakannya, jantungnya melompat lagi ke luar angkasa.
"Anak pintar..." komentar Alvin. Zahra cemberut.
"Jangan cemberut dong... senyum!" ujar Alvin. Zahra tersenyum dengan ogah-ogahan. Alvin tertawa lagi, lalu mengambil nasi, udang, kerang, dan cumi-cumi, lalu menyuapkan Zahra lagi. Zahra memakannya tanpa di suruh. Lalu Zahra menyendok nasi, kentang, udang, kerang, dan cumi-cumi, lalu balas menyuapkan Alvin. Alvin menyambutnya dengan gembira, lalu memakannya. Zahra lalu menyendok nasi dan kerang.
"Aaa..." ujar Alvin, minta disuapi. Zahra tersenyum nakal dan memakannya.
"GR!!" seru Zahra. Alvin merangkulnya gemas.
"Bisa banget sih kamu Zah...." ujarnya gemas. Zahra hanya tertawa, lalu memakan lagi.
"Eh, sisain Zah!" ujar Alvin. Zahra tak menanggapinya. Alvin juga mengambil sendok dan makan bersama Zahra. Akhirnya makanannya habis juga. Zahra melirik jam tangannya.
"Eh ke bioskop yuk, filmnya udah mau mulai" ajak Zahra. Alvin yang sedang memeluknya dan menyandarkan kepalanya di dadanya menolak.
"Yah Zah, lagi PW" keluhnya.
"Ntar aja gombal-gombalannya lagi, di bioskop. Yuk, sekalian beli popcorn!" sahutnya. Alvin pun menurut. Ia membayar makanannya lalu menggandeng tangan Zahra, mengajaknya berjalan ke bioskop. Zahra menerima ajakannya dengan senang hati. Sesampainya di bioskop, mereka kaget. Di mata mereka terdapat Rio yang sedang menatap Shilla dalam, seperti orang yang sedang jatuh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar