PREVIOUS PART
+++
"Vanilla latte-nya dua" ucap Cakka yang tengah berada di sebuah cafe.
"Vanilla latte dua..." gumam wanita penjaga kasir tersebut sembari menekan tombol-tombol alat di depannya. "Ada yang lain?" tanyanya, menyambung perkataannya tadi.
"Tidak" ucap Cakka sembari menggeleng.
"Semuanya jadi 75.000 rupiah" ucap sang penjaga kasir. Cakka meraih dompetnya dan menyerahkan 3 lembar uang bernominalkan Rp50.000,00; Rp20.000,00; dan Rp5.000,00. Pria ini memang suka membayar dengan uang pas.
"75.000 rupiah dan uangnya pas ya... silahkan, terima kasih" ucap wanita tersebut sembari tersenyum dan memberikan struk belanja. Cakka hanya mengangguk, mengambil belanjaannya, lalu pergi untuk menemui Agni
***
Agni sedang berada di ruang tamu, menunggu kedatangan Cakka. Berkali-kali ia menatap dirinya di cermin, berusaha untuk tampil sebaik mungkin. Ia merasa rambutnya berantakan, sehingga ia menyisirnya dengan terburu-buru, yang membuatnya lebih berantakan. Ia melihat bajunya, dan merasa bajunya jelek dan perlu diganti. Ketika ia tengah meraih sebuah baju, bel rumahnya berbunyi. Ia melirik jam. 30 menit sudah berlalu sejak ia menutup teleponnya. Ia terkejut, Cakka benar-benar on time.
Sekali lagi, ia melihat penampilannya yang berantakan di cermin, lalu mulai kalang-kabut mencari sesuatu untuk merapikannya. Tiba-tiba...
BRAK BRUK BRUK BRAK GROMPYANG PRANGG!!
Agni terjatuh bersamaan dengan barang-barang lainnya. Cakka yang mendengarnya dari luar pun panik dan menekan bel semakin keras dan kencang.
"AGNI?! LO KENAPA? BUKAIN PINTUNYA!!" teriak Cakka, membuat Agni merasa malu dan panik.
"Gu.. GUE GAK APA-APA KOK CAK!!" balas Agni, lalu berlari sekuat tenaga ke arah gerbang dan membukakannya. Mulut Cakka menganga melihat rambut Agni yang kusut, penampilannya yang berantakan, dan bajunya yang terkena noda berbagai saus—kecap, saus tomat, sambal, dan lain-lain.
"A.. Ag, lo kenapa? Kemasukkan maling terus lo berantem sama dia?" tanya Cakka antusias, membuat warna merah merona tampak pada pipi Agni.
"Enggak... ehm. Gue... gue ketiduran, terus..." Agni berpikir, mencari kata yang pas. "Gue kaget pas lo ngebel, alhasil gue jatoh sambil nabrak meja... eehh, gelas, piring, dan lain-lain jatoh dan pecah!" sambung Agni tanpa berpikir. Cakka diam sebentar, terbengong-bengong mendengar cerita Agni yang begitu... menggebu-gebu. Lalu ia tertawa.
"Kalau gitu, sori ya udah bikin lo jatoh sampe segitunya... tapi hebat juga lo, 30 menit bisa tidur!" komentar Cakka. Agni hanya tersenyum.
"Ya udah... masuk aja dulu" ajak Agni.
"Gue cuma nganterin ini doang kok" ucap Cakka sembari mengulurkan plastik bento milik Agni serta vanilla latte yang ia beli tadi.
"Idih. Jahat amet lo ninggalin gue. Main bentar dong" protes Agni. Cakka tersenyum.
"Jam setengah satu kita ada di rumah lo berdua. Bisa-bisa digerebek pak RT" tanggap Cakka.
"Kalau iya gue tinggal meng-kambinghitamkan lo. Bilang lo yang ngelakuin, gue cuma korban tak bersalah" ucap Agni, membuat satu toyoran spesial dari Cakka mendarat di kepalanya.
"Auu!" ringis Agni sembari mengelus kepalanya.
"Enak di lo, gak enak di gue gila!!" seru Cakka. Agni nyengir.
"Ya gak bakalanlah gue setega gitu ama lo. Udah, masuk aja ke dalem. Pak RT lagi liburan ke Prancis" bujuk Agni sembari menarik Cakka ke dalam. Cakka hanya pasrah menerima keadaan.
***
Sesampainya di dalam rumah Agni (yang membuat Cakka menganga karena benda-benda berserakan di sana-sini), Agni langsung 'mendudukkan' Cakka di kursi ruang makannya.
"Cak, kan gue beli bento dua, lo mau makan gak satu? Yah, sebagai tanda terima kasih karena lo udah mau nganterin ini malem-malem gini" ucap Agni. Cakka hanya tersenyum sembari mengangguk. Agni pun tersenyum lalu berjalan ke arah dapur—yang dipisahkan dengan ruang makan melalui kaca—lalu memanaskan bento sementara Cakka menyeruput vanilla latte miliknya. Cakka meletakkan gelas berisi minuman yang ia seruput lalu memerhatikan sekelilingnya.
Perabot yang berantakan, cairan yang tumpah kemana-mana, dan Agni yang berantakan. Semuanya berhubungan, dan Cakka yakin itu bukan gara-gara Agni tertidur, terbangun karena kaget dan jatuh. Pasti ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang... disembunyikan darinya.
"Eh.. sori lama" ucap Agni sembari membawa baki berisi bento yang telah dipanaskan, membuyarkan lamunan Cakka. Cakka menengok lalu tersenyum.
"Gak terlalu kok. Malah cepet banget" komentar Cakka. Agni tersenyum kecil sembari meletakkan baki. Lalu ia duduk di hadapan Cakka dan makan. Cakka mengikuti Agni, ia juga makan.
"Jadi... lo sebenernya kenapa? Stress?" tanya Cakka. Agni diam.
"Eum... tadi ada angin puting beliung di dalem rumah" jawab Agni asal.
"Serius" ucap Cakka. Agni menghela nafas.
"Tadi gue nyari sesuatu... tapi gak ketemu" jawab Agni asal, tapi masih masuk akal. Cakka hanya manggut-manggut tanpa menyadari bahwa Agni berbohong. Tampangnya yang memelas begitu... meyakinkan.
"Nyari apa?" tanya Cakka.
"Eum... cincin" jawab Agni, benar-benar asal. Ia menunduk dan memainkan makanannya. Setelah itu ia mengalihkan pembicaraan sebelum Cakka mengeluarkan suara untuk bertanya.
"Jadi... lo punya pacar?" tanya Agni frontal. Cakka menatapnya lalu tertawa.
"Buat apa lo nanya? Lo naksir sama gue? Alvin mau dikemanain?" tanya Cakka bertubi-tubi, membuat garis bibir Agni melengkung ke bawah alias cemberut.
"Gak. Gue cuma iseng nanya doang. Alvinnya masih ada di hati gue laaahh..." jawab Agni sekenanya. Cakka nyengir.
"Boong lo. Gue tau lo suka sama gue" goda Cakka, membuat pipi Agni bersemu merah.
"Wo, Wooo GR! Udahlah, orang nanya tuh dijawab dong. Jawab gih" perintah Agni. Cakka tertawa.
"Sekarang sih enggak, tapi dulu pernah" Cakka pun menjawab pertanyaan Agni sembari tersenyum, membuat Agni mematung sebentar karena terpesona.
"Sama siapa?" tanya Agni penasaran.
"Ashilla Zahrantiara" jawab Cakka, membuat Agni tersedak.
"Ag? Lo gak papa kan?" tanya Cakka khawatir. Agni minum sebentar, lalu menarik nafas lega.
"Iya. Shilla maksud lo?!" tanya Agni kaget. Cakka mengangguk, membuat Agni mengubah raut wajahnya menjadi iba.
"Turut berduka ya" ucap Agni tulus. Cakka tersenyum kecut. Fakta bahwa wanita yang dicintainya meninggal 2 tahun yang lalu membuat Cakka... entahlah. Sedih, mungkin? Atau kecewa? Yang jelas sekelebat rasa perih muncul di hatinya.
"Yang berlalu biarkanlah berlalu, biarkanlah semuanya tinggal di kenangan kita. Biarkanlah mereka hidup dalam diri, hati, dan pikiran kita. Jangan membunuh mereka dengan berusaha melupakan mereka..." ucap Agni tiba-tiba, membuat Cakka tertegun dan menengok. Pandangan mereka pun bertemu. "...dan terimalah bahwa mereka telah pergi" sambung Agni tanpa mengalihkan pandangan. Selama beberapa detik mereka masih dalam posisi yang sama, tenggelam dalam pandangan satu sama lain yang menenangkan, menyenangkan, dan mententramkan hati. Yang diakhiri Cakka dengan tersenyum kecil.
"Dewasa amet lo. Dapet dari mana kata-katanya?" ledeknya, yang tanpa diduga memicu Agni untuk tersenyum dan menerawang jauh, jauh ke kenangannya bersama Alvin.
"Alvin..." jawabnya lirih. Cakka tertegun sesaat.
"Lo bener-bener cinta ya sama Alvin?" tanya Cakka. Agni menatapnya, lalu tersenyum.
"Menurut lo?" Agni balik bertanya.
"Apa gak ada... kemungkinan buat lo, sedikit aja, untuk melupakan Alvin?" tanya Cakka. Agni berhenti makan sembari berpikir.
"Alvin... orangnya baik. Banget" ucap Agni memulai. "Dia sahabat gue, dan cinta pertama gue" lanjutnya, membuat pipinya memerah.
"Dia selalu ngehibur gue dengan lawakan lucunya..." ucap Agni sembari mengenang kisah-kisah pertemuannya dengan Alvin.
"...selalu menginspirasi gue dengan kata-katanya yang dewasa..." lanjutnya. Cakka mendengarkan dengan saksama. Mendengar setiap patah kata gadis di depannya ini mengenai Alvin, orang yang... entahlah, beruntung?
"...dan memberikan pelajaran bagi gue, yaitu..." Agni membuka matanya yang sempat terpejam dan menatap Cakka tepat di matanya dengan pandangan tajam bercampur memelas, lalu melanjutkan kalimatnya.
"Hidup itu kejam, tapi kamu dapat mengalahkan itu..."
"Jika kamu yakin bahwa kamu dapat melalui itu semua, dan berdiri ketika hidup menjatuhkanmu" sambung Cakka sembari menerawang jauh. Agni menganga. Bagaimana Cakka...?
Cakka berdiri, lalu memeluk Agni dari belakang.
"Ada kalanya wanita harus bertindak tegas..." bisik Cakka. Agni mematung, mendengarkan.
"...ada kalanya sebuah hubungan harus berakhir" sambung Cakka. Agni diam. Ia berpikir, berpikir apa jadinya jika ia kehilangan Alvin.
Apa gue harus nyari pengganti lain?
Atau lebih baik gue sendirian seumur hidup dan jadi perawan tua?
Apa gue...
Agni diam, berhenti berpikir. Lalu ia menatap Cakka yang sedang menatapnya.
"Cak" panggil Agni.
"Hmm?" tanya Cakka.
"Ngapain lo bilang kayak gitu?"
Cakka diam.
"Lo mau gue putusin Alvin?" selidik Agni. Cakka hanya diam membisu.
"CAKKA!!!" teriak Agni.
"IYA GUE MAU LO PUTUSIN ALVIN!!" teriak Cakka, yang langsung membungkam mulutnya sendiri. Agni menganga.
"Apa lo... KYAA!!" belum sempat Agni menyelesaikan kata-katanya, Cakka langsung menggendongnya dan berputar (bukan ala ballerina) ke tengah ruang keluarga Agni yang luas sambil tertawa, mengundang Agni untuk tertawa juga.
CKLEK, pintu depan rumah Agni terbuka. Cakka dan Agni pun menengok, dan Agni pun membelalak.
"Alvin?!" seru Agni. Mendengar itu, Cakka langsung membantu Agni untuk berdiri. Alvin terdiam melihat mereka berdua.
Hening beberapa saat.
Alvin melihat sorot mata Agni sesaat sebelum Agni sadar ia masuk. Ia mengenal pandangan itu, pandangan seseorang yang sedang dilanda cinta. Apakah Agni... jatuh cinta pada pria yang menggendongnya itu? Dan tawanya, tawanya yang begitu manis... tawa yang belum pernah ia lihat selama beberapa tahun terakhir. Dan pria itu pasti mencintai Agni. Ia melihatnya, sorot mata yang dalam dan penuh kasih, penuh cinta. Pria inilah orang yang tepat, yang bisa menggantikannya di hati Agni. Tapi...
Haruskah ia menyerahkan Agni begitu saja?
Haruskah ia menyerah pada penyakit yang menggerogotinya ini?
Haruskah...
Tidak. Tidak, seharusnya ia tidak boleh menyerah sama sekali. Agni adalah miliknya, bukan milik orang lain...
"A, Alvin..." ucap Agni, membuat Alvin tersadar dari lamunannya yang berisi ribuan pertanyaan tentang Cakka dan Agni dan memasang tampang marahnya. BRAKK!! Ia menggebrak meja. Agni terkaget, ia tidak pernah melihat Alvin semarah itu sepanjang ia mengenal Alvin...
"JADI GINI YA?! SEMENTARA GUE KERJA LO MALAH SENENG-SENENG SAMA PRIA LAIN, GITU?! UDAH BERAPA ORANG YANG JADI KORBAN LO?!" teriak Alvin.
"Vi... Vin, ini semua gak seperti yang lo kira..." Agni mencoba untuk menenangkan Alvin, tetapi Alvin sudah terlalu emosi.
"ALESAN!! GUE TAU, LO PASTI NGEDUAIN GUE KAN?! Selama ini gue percaya sama lo Ag, tapi ternyata? LO NGEDUAIN GUE!! KECEWA BERAT GUE SAMA LO AG!!" teriak Alvin.
"Alvin, gue gak bermaksud buat nambah ruwet suasana, tapi biarin gue sama Agni jelasin, ini gak seperti yang lo kira..." ucap Cakka.
"LO DIEM!! GUE GAK BUTUH SARAN DARI COWOK PEREBUT CEWEK ORANG LAIN!!" teriak Alvin. PLAKK!! Sebuah tamparan mendarat di pipinya.
"ALVIN JONATHAN SINDUNATA!! GUE GAK NGEDUAIN LO DAN GAK BAKALAN PERNAH!!" teriak Agni yang tidak bisa menahan emosinya.
"TERUS APA YANG GUE LIAT TADI, HAH?!"
"GUE CUMA MAIN-MAIN SAMA CAKKA!! DIA TUH NEMENIN GUE SELAMA LO GAK ADA! KITA JUGA GAK BAKALAN KETEMU KALAU LO GAK TERLALU SIBUK SAMA PEKERJAAN LO ITU!!" teriak Agni.
"GUE KERJA BUAT MAKAN!!" balas Alvin.
"LO UDAH PUNYA BANYAK TABUNGAN!!" teriak Agni.
"UDAHLAH!!" teriak Cakka, membuat Agni dan Alvin menengok.
"Gak usah debat! Kalian ini kayak anak kecil aja. Vin! Gue sama Agni tuh gak ada maksud apa-apa, gue cuma mau nganterin bento malem-malem gini. Sebenernya mau besok, tapi dianya yang maksa! Ya udah gue ke sini, di suruh masuk sama Agni soalnya. Terus kita main-main kayak dua anak kecil, dan tiba-tiba lo dateng dan nuduh kita," ucap Cakka panjang lebar, lalu berhenti sebentar untuk menarik nafas.
"Udah jelas kan?! Makanya jangan negative thinking dulu dong!!" teriak Cakka. Alvin diam.
"Nah, apa kata Cakka tuh bener banget" ucap Agni sambil menepuk bahu Alvin perlahan. Alvin masih diam. Semuanya berputar di pikirannya—Cakka, Agni, penyakitnya, tatapan penuh cinta antara Cakka dan Agni...
"Gue gak percaya" ucap Alvin pelan, membuat mata Agni membelalak.
"Ag, gue pengen... kita putus" ucap Alvin, pelan. Agni membelalakkan mata semakin lebar.
"Kita udah gak cocok... lagian lo udah punya Cakka kan? Dia pasti bisa jagain lo" ucap Alvin tulus.
"Ta, tapi lo baru aja..." Agni menunjuk arah kanan, arah Cakka. Mengingatkan Alvin bahwa mereka baru saja berantem. Alvin tertawa lalu mengacak-acak rambut Agni.
"Gue pergi dulu ya" ucap Alvin untuk yang terakhir kali. Ia pun membetulkan letak tas ranselnya yang ia pakai di sebelah bahu, lalu berjalan ke arah pintu. Ia berbalik sebentar untuk menyampaikan pesan terakhirnya.
"Cak, tolong jagain Agni ya..." ucapnya, lalu pergi.
"Vin! Tunggu, lo mau kemana?!" teriak Agni. Alvin berbalik kemudian tersenyum.
"Ke sebuah tempat yang tenang, ketika kau tidak perlu mengkhawatirkan apa pun" ucap Alvin. Agni mematung. Mungkinkah tempat itu adalah..?
Tidak. Tidak mungkin, pikir Agni yakin.
Sementara Alvin melangkah, Agni masih tak habis pikir dengan kenapa Alvin pergi. Terutama dengan perubahan emosi Alvin yang begitu cepat...
detik itu juga, Agni tau bahwa ada esuatu yang salah.
+++
akhirnya jadi juga. Maaf yaaa kalau gak panjang atau jelek atau gak nyambung atau gimana. Penuis udah ngantuk... =_=http://www.blogger.com/img/blank.gif
Khusus fb : saya ngetagnya besokk... saya mau tidur dulu ya, byee!!
Oya, pada nyadar gak sih di part 2? Di situ ada kode tersembunyi looohh... yang bisa jawab saya promote di twitter sebanyak 10 X!!
terima kasih sudah mau membaca!!
Any critics?
-penulis-
NEXT PART
Tidak ada komentar:
Posting Komentar