Senin, 30 Mei 2011

Regret

The sequel of One Dare, One Ex, and One Chat via BlackBerry Messenger.

+++

Aku kembali memikirkannya.

Ya, dia. Orang yang membuatku merasakan semua perasaan ini. Orang yang sedari dulu tidak pernah kusangka akan membuatku merasa seperti ini. Dia.

Mantanku.

***

Aku kembali mengingat peristiwa sehari setelah peristiwa memalukan itu dan tersenyum tipis. Entah aku harus merasa apa ketika mengingatnya. Peristiwa yang mengingatkanku akan peristiwa yang sangat menyakitkan. Sangat.

Bayangan diriku memasuki mobil sembari melepaskan tasku dan menaruhnya di sebelahku kembali terbayang di benakku. Aku masih ingat bagaimana telingaku sibuk mendengarkan sebuah lagu yang tengah diputarkan di radio. Aku mengenali lagu ini, walaupun otakku tidak mengetahui judulnya. Aku menikmati lagunya, mendengarkan liriknya dengan hati-hati. Yah, siapa tau saja lagu itu dapat menggambarkan perasaanku saat itu?

Saat itulah, aku mendengarnya. Satu kalimat yang sederhana, namun sangat pas untuk menggambarkan perasaanku.

“...dan kau pergi di saat ku yakini hatiku untukmu...”

Aku hanya tersenyum.

***

Aku tiba di sekolahku tercinta. Seiring aku berjalan, otakku sibuk merangkai kata-kata yang akan aku katakan pada teman-temanku. Terutama mereka yang memberiku dare. Aku menguatkan diri dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu berjalan mendekati temanku. Dan seketika itu juga, kata-kata yang telah kurangkai hilang. Aku hanya bercerita dengan bahasaku sendiri dan memakai kata-kata spontan, berdasarkan peristiwa yang diputar kembali di kepalaku. Aku merasa lega setelahnya. Lega sekali.

Teman-temanku yang lain datang. Seketika aku menanyakan dare mereka dan menceritakan tentang dare-ku sendiri. Bila dibandingkan, mereka juga mempunyai cerita yang sama menusuknya sepertiku. Tapi, seperti kalian tau, itu cerita lain.

Telingaku mendengar bel berbunyi, menandakan aku harus segera berbaris untuk melaksanakan lari pagi. Mengajak temanku, aku pun bangkit dan berjalan ke arah lapangan con block untuk berbaris. Seiring berjalan, aku mengobrol dengan teman-temanku. Seperti kebiasaan perempuan jika bertemu dengan teman-temannya, tentu saja.

“Iya kan? Sumpah, gue sekarang nyesel banget...” ucapku penuh rasa penyesalan, mengenang peristiwa-peristiwa yang seolah dihubungi oleh sebuah benang merah.

“Loh? Emangnya dia pernah nembak lo?” tanya salah seorang temanku. Aku mengangguk pelan.

“Dua kali” bisikku.

***

Pikiranku kembali menguasai tempatku berada. Aku bersandar, menutup mata. Mengapa aku begitu bodoh? Aku ditawarkan kesempatan itu dua kali. Dua kali. Dan aku menyia-nyiakannya.

Mungkin ini bukan sepenuhnya salahku. Maksudku, ketika aku ditawarkan kesempatan itu, aku kan melakukan hal yang benar. Aku tidak yakin aku menginginkannya. Lagipula, aku masih takut untuk mencoba berpacaran setelah apa yang telah kualami dengannya.

Tetapi, jika aku tau semuanya akan menjadi seperti ini, akankah kuubah keputusanku?

Love you forever

Aku terkejut. Sekilas, di benakku terbesit gambar diriku yang sedang memerhatikan layar handphone Nokia Express Music, handphone-ku ketika aku masih menduduki bangku SD. Dan kata-kata itu tertulis di sana. Love you forever. Mencintaimu selamanya. Dan bertambah satu lagi kata-kata darinya yang menusuk hatiku. Seakan kata-kata yang lain belum cukup untuk menyebabkan lubang penyesalan di dalam hatiku.

Aku memilih untuk membiarkan pikiranku melayang ke ingatan asam-manis saat aku masih bersamanya.

***

Aku masih ingat saat ia menembakku. Saat itu aku duduk di kursi panjang depan kantor kepala sekolahku. Karena aku dicomblangkan oleh temanku, acara penembakkan ini seperti sudah direncanakan. Kulihat mantanku dan seorang temannya duduk di depan pos satpam, tak jauh dari kursi tempatku duduk. Sedangkan aku duduk bersama teman-temanku.

“Van, katanya dia gak mau kalau di depan temen-temen lo” ucap temanku yang mencomblangkanku dengan mantanku itu. Aku terdiam. Apa aku bisa melakukannya sendirian?

“Ya udah, yuk. Good luck ya Van” ucap salah seorang temanku sambil bangkit berdiri.

“Good luck ya Van” ucap teman-temanku yang lain, mengikuti temanku itu. Aku hanya tersenyum, berusaha meredakan detak jantung yang berdetak cepat. Aku meliriknya. Ia bangkit berdiri, dan temannya mengucapkan good luck kepadanya. Lalu ia berjalan ke arahku.

Bahkan saat mengenangnya, jantungku masih berdetak kencang.

Ia menghampiriku, lalu mengucapkan sederet kata,

“Vanya... mau gak lo jadi pacar gue?” tanyanya. Aku hanya mengangguk malu, tak berani memandangnya.

“Iyaa...” ucapku malu-malu.

“Janji?” tanyanya, mengulurkan jari kelingkingnya. Aku tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingku.

“Iya” ucapku.

Itulah saat pertama aku berani menatapnya, di matanya.

***

Sejak saat itu, aku dan dia resmi berpacaran. Kami hanya aktif berkomunikasi lewat SMS saja. Aku dan dia berbeda kelas, membuat kami tidak terlalu sering bertemu. Tapi tetap saja, aku masih bertemu dengannya saat istirahat. Dan kami hanya dua kali berbicara langsung.

Aku masih ingat beberapa SMS yang kami lakukan. Salah satunya ketika aku mendengar bahwa ia mulai menyukaiku dari TKB. Percaya atau tidak, ketika kutanya dari kapan dia menyukaiku, ia menjawab TKB. Aku masih ragu karena jumlah mantannya yang banyak.

Tapi, yang paling menusuk adalah ketika kita selesai berSMS sesi itu. Ia menutupnya dengan kata-kata ‘Love you forever’. Karena tidak bisa menjawab apa-apa, aku hanya membalas dengan dua kata. ‘Me too’. Aku tau, aku berbohong kepadanya.

Aku merasakan perasaan bersalah yang menyusup, karena saat itu aku bisa dibilang tidak menyukainya. Aku menyukai orang lain. Kesalahan yang besar. Sangat.

***

Kamu tau, seseorang pernah berkata bahwa setiap kata yang kita ucapkan adalah janji. Yah, apakah 3 kata yang ia ketikkan itu dihitung? Karena aku sungguh ingin ia bersungguh-sungguh. Diriku di masa sekarang menyukainya, itu sebabnya...

Aku tau, aku memang egois. Mungkin aku telah sangat menyakiti perasaannya, dihitung dari apa yang telah kulakukan kepadanya. Aih, jika hal itu dilakukan kepadaku, aku akan sangat merasa sakit.

Mungkin ada baiknya aku menolak kesempatan untuk balikan dengannya. Ia telah menemukan kebahagiaannya sekarang, bersama orang lain. Yah, baru sebatas suka, namun tetap saja...

Aku bahkan tidak tau apakah aku menyukainya. Sebuah sisi dari dalam hatiku berkata bahwa aku tidak dan tidak ingin menyukainya, namun sisi lain tau aku menyukainya.

Inikah yang dinamakan cinta?

***

One has told me that chance comes once.
I don’t believe it.
As a proof, i have been offered one chance to be with him again twice.
But i blew it.
Now, when i’m asking about that chance,
It has been closed.

Remember, regret happens in the end.
Sometimes, you did the right thing, but you just have to regret it later.
Sometimes, you did the wrong thing, and you want to change your action.
But it was too late.
I don’t know what kind of regret i’m into, but i don’t want to feel it.
Learn from my experience.
Experience are the best teacher.

-Ravanya-

Perfect-Part 1

Gue masih inget semuanya. Dengan jelas. Senyum lo, tawa lo, wajah lo… juga saat pertama kali kita bertemu. Saat kita menjalani masa-masa indah itu. Dan saat semuanya berubah. Menjadi seperti sekarang. Menjadi hancur.

Oh ya, gue masih inget. Semuanya.

Karena itu… lo masih inget gue?

5 tahun itu waktu yang lama, Va.

***

Masih ingat pertama kali kita bertemu?

Saat itu gue masih menjadi gue yang dulu, yang judes dan gak berperasaan. Dan lo orang pertama yang bisa membuat gue ngerasa bersalah banget pas merintah orang lain. Sesuatu yang sebelumnya gak pernah gue rasain. Gue gak bakalan pernah lupa, Va. Karena itu yang bikin gue seperti sekarang ini. Orang yang peduli sama orang lain…

---
Minggu, 19 Desember 2011. 12:00 WIB
Magno Techno Mall, Jakarta, Indonesia.
Vaniella Devianna Putri Ramadhanty

Aku melambaikan tangan pada sahabatku.

“Daahh! Have fun ya sama cowok lo! Kapan-kapan kenalin!” seruku. Vanessa—sahabatku—tertawa dan mengangguk, lalu balas melambaikan tangan.

“Daaahh!!” serunya, lalu berlari menjauh. Menuju ke arah restoran tempat ia dan pacarnya akan bertemu. Aku tersenyum dan menyeruput iced chocolate-ku. Mengeluarkan Blackberry ku dari kantong, aku memainkannya dengan satu tangan sementara tangan yang lain sibuk menyeruput minumanku. Aku membuka aplikasi Twitter dan tersenyum geli melihat salah satu tweet temanku. Aku tertawa kecil. Tanpa melihat jalan, aku terus saja berjalan dan menghindari seseorang yang sedang melamun berjalan ke arahku. Tapi sungguh malang, ternyata saat aku menghindari orang tersebut aku menabrak seseorang yang juga melamun.

“Aduuhhh!!” keluhku spontan, melihat ke arah baju putihku yang penuh dengan tumpahan iced chocolate yang kuminum tadi. Orang yang kutabrak tersentak kaget. Aku memandangnya. Dia menatapku dingin. Dengan posenya yang sedang memasukkan tangan ke dalam kantung celana jeansnya ia jelas kelihatan keren, menonjolkan wajah tampannya.

“Lo siapa?” tanyanya tanpa basa-basi. Aku tersentak kaget, tak terbiasa dengan sikap dingin pria ini.

“Manusia” jawabku dengan sewot, melipat tanganku di depan dada. Ia mendecakkan lidah.

“Iya gue tau. Gue punya mata kok” ucapnya jengkel.

“Itu tau. Kok pake nanya segala?” balasku jengkel. Ia diam saja. Aku menoleh ke arah yang lain dengan kesal.

“Hei!” ucap seorang gadis sembari menepuk pundakku. Aku menoleh dengan spontan. Vanessa.

“Loh, Nessa? Kok lo di sini? Katanya nge-date bareng cowok lo?” tanyaku. Vanessa nyengir.

“Maaf kakak, gue berubah pikiran. Mending kita jalan aja berempat, gak enak gue ninggalin lo di sini sendirian” ucapnya. Aku menyipitkan mata.

“Berempat? Siapa aja?” tanyaku curiga. Cengiran yang ditunjukkan Vanessa melebar.

“Gue, elo, cowok gue, dan Rama” jawabnya. Aku mengerutkan kening, merasa tidak familiar dengan nama orang terakhir yang disebut oleh Vanessa tadi.

“Siapa Rama?” tanyaku. Vanessa tersenyum dan membuka mulut, hendak berbicara.

“Gue” ucap sebuah suara. Aku menengok. Pria yang kutabrak tadilah yang membuka suara. Aku menganga.

“Dia temennya Satria. Omong-omong baju lo kenapa?” tanya Vanessa. Aku terdiam sesaat.

“Ketumpahan” jawabku seadanya sembari mengangkat gelas plastik kosong yang tadinya berisi iced chocolate.

“Ya ampun Va… kok bisa?!” tanya Vanessa. Aku tersenyum, lalu menunjuk Rama.

“Ditabrak. Atau menabrak. Au ah” ucapku. Vanessa menatap Rama tajam.

“Heh elo! Kalau jalan tuh pake mata, dong! Liat tuh, sohib gue jadi ketumpahan iced chocolate! Lo tau kan, itu susah banget dicucinya?!” bentak Vanessa galak. Rama mengangkat alis.

“Gue gak bisa jalan pake mata. Bisanya pake kaki” sahut Rama, yang membuat sahabatku gondok setengah mati. Aku tertawa.

“Ya maksud gue bukan nyuruh elo jalan pake mata beneran, tapi maksud gue kalau lagi jalan matanya dipake, liat-liat, kalau enggak kan elo nabrak orang kayak gini” jelas Vanessa. Aku tertawa semakin keras mendengarnya ngeles.

“Nessa, udahlah… kan bukan dia yang salah. Aku yang salah, enggak liat-liat. Sibuk ama BB” ucapku lembut setelah sesi tertawaku selesai. Vanessa mendengus.

“Tapi kan baju lo ketumpahan. Kalaupun gue jadi orang yang lo tabrak, setidaknya gue bakalan minta maaf dan ganti rugi. Kan yang lo tabrak cowok, dan cowok itu mestinya jadi gentle” sindir Vanessa, melirik ke arah Rama. Rama mengangkat bahu.

“Sori” ucapnya singkat, membuat Vanessa mengepalkan tangannya dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak meninju Rama. Aku tertawa dan menenangkannya.

“Udahlah Ness, kamu pergi aja dulu. Kasian tuh cowok kamu, nungguin kamu” ucapku, memberikan nasehat. Vanessa mendengus.

“Ya udah, ayo. Tapi gue gak mau tau, pokoknya lo sebagai cowok mesti tanggung jawab! Jadi cowok tuh mesti gentle!” bentak Vanessa kepada Rama.

“Yuk” ucapnya sembari menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya dengan malas.

“Lo gak ikut?” tanyaku ke arah Rama. Ia terdiam sebentar, lalu mengikutiku. Perhatianku pun teralih kepada Vanessa.

***

Tibalah kita berempat di sebuah bioskop. Aku dan Rama hanya bisa berdiri menunggu kedua pasangan mesra yang sedang bermain ini. Aku menghela napas, iri.

“Hei” panggil Rama. Aku menoleh.

“Eunngg… kita belum kenalan” ucapnya. Aku tersenyum.

“Vaniella. Panggil aja Va atau Vani” ucapku, mengulurkan tangan. Rama menjabatnya.

“Rama. Rama Adnan… ehm. Rama Adnan” ucapnya. Aku mengangkat alis, merasakan ada yang janggal. Bukannya bertanya, aku hanya tersenyum dan menarik tanganku. Rama melakukan hal yang sama.

“Sori ya” ucap Rama. Aku mengangguk.

“Lo udah bilang. Lagian itu kan bukan murni kesalahan lo, gue juga jalan sambil BBMan” ucapku sembari tersenyum.

“Tapi guenya juga lagi bengong, jadi gue mesti tanggung jawab” ucap Rama keras kepala. Aku menggeleng.

“Gak usah” tegasku.

“Harus. Gue beliin jaket ya?” tawar Rama. Aku menggeleng cepat.

“Gak usah, gue bisa beli sendiri. Serius” tanggapku. Rama menggeleng lalu menarik tanganku menuju sebuah toko baju terkenal.

“Au, sakit…” rintihku berkali-kali, berusaha melepaskan tangan Rama yang melilit tanganku dengan erat.

“Gak mau tau. Pilih aja satu jaket, terus gue yang bayar. Jangan nolak deh” paksa Rama tanpa memedulikan rintihanku. Aku menghela nafas, lalu mengangguk.

“Ya udah. Satu jaket aja ya” ucapku pelan, disambut dengan anggukan Rama. Merasa tak perlu menarikku lagi, Rama pun melepaskan genggamannya.

“Ini toko punya gue. Sana pilih jaket” perintah Rama. Aku mendesah.

“Gak usah bossy gitu bisa kali ya…” gumamnya, melirik Rama sebentar, lalu berjalan masuk dan mulai memilih jaket. Rama memandangku, terperangah. Kurasa mimik mukanya seperti itu.

***

Dengan ragu-ragu Rama menghampiriku yang sedang serius memilih jaket.

“Hai” ucapku tanpa menoleh.

“Hai” ucap Rama canggung. Hening beberapa saat. Hanya ada suara hentakan gantungan baju yang berkali-kali dipindahkan olehku.

“Udah ketemu jaketnya?” tanya Rama saat aku mengangkat 2 jaket untuk dibandingkan. Aku menggeleng.

“Menurut lo bagusan yang mana?” tanyaku. Rama memiringkan kepalanya. Dan mencermati kedua jaket berwarna hitam itu.

“Yang polos aja. Menurut gue sih lebih keren, lebih simple” komentar Rama. Aku mengangguk dan mencermati kedua jaket itu.

“Apa gue ambil yang ini aja ya?” tanyaku, mengangkat jaket hitam bercorak ribuan mickey mouse kecil. Rama mengangkat bahu.

“Tau deh, gue gak ngerti fashion” ucapnya. Aku nyengir.

“Sama, dong” ucapku. Ia mengangkat sebelah sudut bibirnya, tersenyum miring.

“Gue ambil yang ini deh” ucapku, mengembalikan jaket hitam polos dan membawa jaket mickey mouse itu. Aku memperhatikan sebuah sweater hitam rajut polos yang selalu kilirik setiap 20 detik saat aku memasuki toko ini. Tapi bukannya mengambilnya, aku hanya melewatinya dan menuju kasir, diikuti oleh Rama.

***

“Hei! Lama banget lu berdua. Dari mana aja?” tanya Vanessa. Aku nyengir.

“Sori. Tadi gue abis beli jaket. Ya gak Ram?” tanyaku. Mengedikkan dagu ke arah Rama. Rama mengangguk.

“Oh ya?” tanya Satria yang baru buka suara. Aku mengangguk, lalu tersenyum.

“Bagus gak?” tanyaku, menunjukkan jaket hoody mickey mouse baruku. Vanessa tersenyum.

“Keren” komentarnya singkat.

“Hehe. Jadi, udah dapet tiketnya?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Vanessa mengangguk.

“Yup. 4 tiket, jam 14:45” jawab Vanessa. Aku mengangguk tanda mengerti.

“Baru jam 12. Makan dulu yuk!” ajakku.

-Bersambung-

Karena satu kata 'CINTA'

Pagi hari yang cerah, Sivia pergi bersama sahabatnya, Agni dan Ify. Mereka bertiga pergi menuju sekolah mereka yang tercinta, SMA Favorit 3. Di sana, mereka telah menjalin persahabatan yang indah. Meski mereka bertiga adalah tipikal orang yang berbeda. Sivia adalah anak yang lembut, feminim, dan bisa diandalkan, Agni adalah anak yang tomboy, aktif, sporty, dan . Hari ini mereka kembali ke sekolah mereka yang sangat mereka rindukan selama sebulan liburan mereka. Mereka berjalan ke sekolah sambil menyanyikan lagu 'I'm Yours' dari Jason Mraz, yang saking kerasnya semua orang yang berpapasan dengan mereka pun menengok penasaran. Itu lagu favorit mereka semua. Sivia adalah anak tertua diantara mereka semua, dan dia adalah orang yang selalu bisa diandalkan dan selalu bisa memberikan nasehat serta solusi yang takkan pernah terpikir di kepala mereka. Shilla adalah anak yang paling cantik dan yang paling banyak disukai cowok. Ify adalah anak yang sangat pintar, lebih pintar dari semua anak di angkatan mereka bertiga. Mereka bertiga memiliki kelebihan masing-masing.

Akhirnya, sekolah tercinta pun terlihat di mata mereka. "haaahh... sekolah yang kurindukan" kata Shilla. kedua sahabatnya menanggapinya dengan tersenyum, dan mereka bertiga pun berjalan menuju kelas mereka. Di kelas, mereka pun di sambut banyak orang, seperti yang mereka temui di perjalanan menuju kelas. "Hai Shilla, apa kabar? Kamu kemana aja? Halo Sivia! Aku mau curhat, nih.... Ify! kamu ke mana ajaa??? Aku kangen banget ama kamu!!! Udah selesai PR liburannya? Udah? Kok kamu pinter, sih? Ajarin dong, gimana caranya??!!" Sambut Nova, mengucapkan apa yang sudah diucapkan oleh semua orang. "Iya, iya, ntar aku ajarin..." Sahut Ify. "Curhat apa? Yuk, cerita!" Sahut Sivia. "Baik. kamu? Ntar aku ceritain deh..." Sahut Shilla. Itulah yang mereka ucapkan setiap kali mendengar kata-kata tersebut. Tapi tak apa, walaupun mereka merasa sedikit bosan, mereka bahagia sekali, kembali ke sekolah mereka tercinta...

BRAK!! Wali kelas mereka datang. Yang duduk di atas meja langsung duduk di atas kursi, dan yang berdiri melakukan hal yang sama. Ketua kelas mereka, Alvin, langsung berdiri dan mengucapkan hal yang sama setiap hari. Ify bisa menirukan gerak bibirnya saat Alvin mengucapkan itu dengan sempurna. "Berdiri!" Semua anak berdiri. "Beri hormat!" semua anak menundukkan kepala. "Berdo'a sesuai agama masing-masing!" Semua anak-anak berdiri tegak dan berdo'a. setelah 1-2 menit, Akvin berkata, "Berdo'a selesai! Duduk di tempat masing-masing!" Semua anak duduk lega dan menghembuskan nafas lega. Wali kelas mereka memang menyeramkan. "Anak-anak, buka halaman 36 dan kerjakan latihan soalnya dengan tertib!" Kata wali kelas mereka, yang kebetulan sedang mengajar pelajaran pertama hari itu. Pelajaran pun di mulai.

Kriiinnnggg!!!! bel istirahat berbunyi. seperti biasa, Shilla harus menghabiskan waktunya sendirian, karena Ify harus mengajar anak-anak lain dan Sivia harus mendengarkan curhat anak-anak lain. Oleh karena itu hari ini Shilla memutuskan untuk pergi ke kantin bersama 'pemberi informasi', Zevanna. "Shill, tau gak, bakal ada anak baru di kelas kamu, loh... katanya, sih... cowok ganteng... enak banget!!!" Zevanna memberi informasi. "Oya? Asyik dong!" Shilla menanggapi. dan mereka pun mengobrol santai lagi, sampai istirahat pun berakhir...

"Oh ya?? bakal ada anak baru?? Cowok ganteng? Waahhh... semester ini asyik banget!" Sahut Ify, saat mendengar berita dari Shilla. "Iya! Waahhh... semoga dia bakal duduk di sebelah antara kita bertiga.." Harap Sivia. "Iuuhh... Kalau aku sih gak mau, mending duduk sebelah kamu-kamu deh" Shilla tidak setuju. "Iya deh Nona Cantik... ngomong-ngomong, kamu pulang naik apa, Shilla, Ify?" Tanya Sivia yang langsung ditanggapi dengan jawaban Shilla dan Ify. "Aku sih di jemput sama ibuku... kamu, Fy?" "Aku dijemput kakak... memangnya kamu bakal pulang naik apa, Vi?" "Naik angkot. Gak bisa bareng, deh... ya udah deh, aku duluan ya..." Sahut Sivia sambil menjauh, dan menyeruput es kelapa yang tadi dibelinya sampai habis.

Di Angkot tempat Sivia menumpang...

Hup! Sivia melompat ke dalam angkot dan segera mengambil tempat duduk. Ia terpaku saja selama perjalanan, melihat pemandangan di luar angkot, yang indah maupun yang tidak. Ia terus melakukan itu sampai muncul jalan yang dikenalnya. Ia pun menyuruh angkot untuk berhenti sebentar dan menurunkan dirinya. Saat ia berjalan, ia setengah melamun, penasaran dan membayangkan seperti apa kira-kira wajah anak baru tersebut. Tapi, karena ia setengah melamun, ia tersandung sesuatu dan hampir saja terjatuh kalau saja tidak ada anak cowok yang ada di depannya menahannya. Deg... deg... jantung Sivia berdebar kencang saat melihat mukanya. Satu hal yang melintas di kepala Sivia : Siapa dia? Kenapa jantungku berdebar keras?

Sivia pun berdiri, dibantu oleh cowok yang tadi menahannya agar tidak jatuh. "Makasih ya..." ucap Sivia berterima kasih. "Iya gak pa-pa kok, mang tadi kenapa jatoh?" tanya si cowok. "Mmm... kesandung, hehehe... cereboh, ya... jalan sambil setengah ngelamun sih..." sahut Sivia. "Lain kali kalau jalan jangan sambil ngelamun, ntar ada mobil lewat ketabrak lho..." goda cowok tersebut. "Iya iya... oya, kamu namanya siapa? Aku Sivia, salam kenal" Sivia mengajak berkenalan. "Aku Gabriel... salam kenal juga" Gabriel menjawab. Terjadi keheningan sebentar, yang dimanfaatkan Sivia untuk berpikir. Gabriel ganteng banget... beruntung banget aku bisa ketemu ama dia... kira-kira dia kelas berapa, ya? Waahhh... kok jantungku debar-debar gak karuan, sih??? Pikir Sivia. "Gabrieelll!!! Ngapain loo??? Lagi ama siapaa????" Sahut orang tak dikenal, yang menghampiri mereka berdua. "Temanmu?" tanya Sivia bingung. "Iya, namanya Ozy." jawab Gabriel. "Yel, ni siapa? Cantik juga. Pacar lo? Kenalin, dong!" tanya Ozy nyablak. "Ga, tadi ketemu di jalan, dia kesandung gara-gara ngelamun, untung gue nahan. Kalau gak udah jatoh deh dia nyium jalanan." Jawab Gabriel, yang langsung disenggol Sivia dengan sikunya. "Auu!" kata Gabriel. Tatapan marahnya ditujukan langsung kepada Sivia, yang menanggapinya dengan acuh-tak-acuh. "Sivia," kata Sivia memperkenalkan diri, mengulurkan tangannya. "Ozy," sahut Ozy, menjabat tangan Sivia. "Mau kemana, Vi?" tanya Gabriel. "Ke rumah. Temenin ya, ntar siapa tahu aku ngelamun lagi trus ketabrak mobil." ajak Sivia. "Yuk, gue ikut." sahut Gabriel. "Gue dikemanain?" Tanya Ozy sambil menunjuk dirinya. "Ikut aja..." sahut Sivia. Mereka pun berjalan menuju rumah Sivia.

"Jadi ini rumah lo?" tanya Gabriel. "Iya" jawab Sivia. "Mau masuk?" Sivia menawarkan. "Mmm... gue ma Iyel ada urusan, makasih aja deh, kita cabut aja." jawab Ozy. "Oh... ya udah. Daaa..." Sivia melambaikan tangannya dan masuk ke dalam rumahnya."Daahh..." jawab Ozy dan Gabriel berbarengan.

Sesampainya di rumah, Sivia langsung membersihkan diri dan mengambil HP-nya. Ia menelepon Shilla, dan menyambungnya dengan Ify. Setelah tersambung, ia langsung berteriak sekuat-kuatnya. "Aaaaaaa!!!!!!! Shilla!!!! Ifyy!!! Kalian berdua harus tau apa yang tadi aku alamin!!!" teriak Sivia. "Apaan?? Ketemu cowok ganteng??" tanya Ify. "Tau aja. Jadi gini..." Sivia menceritakan semua-muanya. Setelah selesai, Shilla mengomentari. "Wah... jangan-jangan si Gabriel itu murid baru yang tadi di sekolah dibicarain!!" "Wah... iya kali! Siv, besok kamu kosongin kursi sebelah kamu aja, aku ke sebelah Shilla" Ify menawarkan. "Serah deh... ngomong-ngomong, pulsaku mulai abis, nih... besok kita liat aja deh" sahut Sivia. "Ya udah, daahhh..." sahut Ify. "Daaahhh..." sahut Shilla. "Daahhh..." sahut Sivia, dan menutup teleponnya. Ia pun tiduran di kasurnya, membayangkan wajah Gabriel. "Sepertinya aku jatuh cinta padanya..." katanya, kemudian tertawa.


Di kelas, ia membicarakan Gabriel. "Shill, Fy, sepertinya aku jatuh cinta kepadanya!!" Sivia mengaku. "!!! Jadi kau jatuh cinta kepada orang yang baru kau temui?? Tak bisa dipercaya!" Ify mengomentari. "A..." BRAKK!!! Baru saja Sivia ingin menjawab Ify, wali kelas mereka sudah masuk. "Oke, Alvin, lupakan berdo'a. Ibu sudah terlambat 5 menit. Sekarang, kalian mempunyai teman baru. Kau boleh masuk sekarang!!" Teriak wali kelas mereka. Anak baru itu pun masuk. "Anak-anak, kenalkan, ini..." wali kelas baru saja ingin mengenalkan anak baru tersebut, tetapi langsung dilanjutkan oleh Sivia. "Gabriel?" Kata Sivia sambil berdiri. "Si...Sivia?" sahut Gabriel.

Wali kelas menghela nafas, untuk menyabarkan diri. "Ya, Sivia. Namanya memang Gabriel. Kau mengenalnya di mana? Dan bisakah kau duduk terlebih dahulu?" tanya wali kelas. "Ba... baik, bu..." lalu Sivia segera duduk, menahan malu yang melanda di hatinya. "Oke, Ibu tidak akan membuang-buang waktu lagi. Gabriel, duduk di kursi kosong!" wali kelas berkata. Gabriel berjalan, dan berhenti di duduk disebelah Sivia, karena Ify sudah duduk di kursi yang seharusnya kosong saat itu, yaitu di sebelah Shilla. Pelajaran pun di mulai, dan Sivia tidak bisa konsentrasi. Jantungnya berdebar kencang, dan ia terus-terusan melirik wajah Gabriel yang menurutnya seperti malaikat. Ia merasa senang, karena keberuntungan berada di pihaknya! Kedua sahabatnya hanya menatapnya sambil tersenyum.

Kriiiinnnggg!!!!!!! Bel istirahat berbunyi. "Boleh bicara sebentar?" tanya Gabriel. "Mmm... oke. Ada apa?" jawab Sivia. "Siviaa!!! Teman-teman pada nungguin kamu, tuh!!!" Kata Shilla sambil menghampiri Sivia bersama Ify. "Mmm... oke. Yel, aku ada urusan.. pulang sekolah aja ya bicaranya? Oya, Yel, ini Shilla, ini Ify. Mereka berdua sahabatku... ya udah, ya... aku mau ke temen-temen yang lain" Kata Sivia. "Vi, tunggu!!! Aku ikut!!!" Ify berteriak. "Mmm.... aku juga ikut deh!" kata Shilla. "Gue juga, deh... daripada gak ada kerjaan!" Gabriel menyahut. "Eit! Gak boleh, Yel... ini rahasia. Khusus cewek. Sana, mending kamu main basket aja!" kata Shilla. "Iya, deh..." Gabriel pun pergi menjauh, menuju lapangan basket, sampai istirahat hampir selesai. Sementara itu, Ify berbincang dengan Sivia. "Siv, aku agak-agak sebel sama Gabriel, anaknya pinter banget! Ntar aku dikalahin, deh!" ungkap Ify. Sivia menanggapinya dengan tertawa.

Gabriel duduk di sebelah Sivia, yang sudah ada di sana terlebih dahulu. "Yel, kamu abis dari mana, sih?? Kok pulang-pulang mandi keringet, sih? Bau, tau!!" komentar Sivia sambil menjepit hidungnya dengan kedua jarinya, jempol dan telunjuk. "Oh... tadi gue main basket. Menang, lho... 12-10!" jawab Gabriel sambil mengacungkan jempolnya.. "Ohh... main ama siapa aja?" tanya Sivia. "Rio ma Alvin." kata Gabriel cuek. "Wah! hebat, dong! mereka, 'kan... jago basket!" sahut Sivia. "Yayaya... eh, Vi, gue sama sekali gak nyangka, lho... ternyata lo sekolah di sekolah yang gue ambil... jadinya bisa ketemu tiap hari, deh! Asyik deh!" ungkap Gabriel. Hati Sivia berbunga-bunga mendengarnya. Apalagi, ia bisa melihat senyum Gabriel yang ganteng... "Iya... ngomong-ngomong, gimana kabar Ozy?" tanya Sivia akhirnya. "Baik. Eh, tau gak, dia tuh kemaren minta cabut tau gak buat apa?" tanya Gabriel. "Buat apa?" tanya Sivia balik. "Buat nembak cewek!" bisik Gabriel di telinga Sivia. "Hah? Siapa?" sahut Sivia berteriak. Semua orang menengok kepadanya. "Ssstt!" kata Gabriel sambil menempelkan telunjuk di depan mulutnya. Sivia menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Tapi sayang.. saat mereka akan berbincang-bincang kembali, guru mereka masuk dan memulai pelajaran.

Sepulang sekolah...

Sivia kembali berbincang dengan Gabriel, ditemani dengan Shilla dan Ify. "jadi, si Ozy nembak siapa?" tanya Sivia yang penasaran. "Namanya Keke" jawab Gabriel. "Hah? Keke yang di kelas sebelah?" tanya Shilla. "Iya kali.. belum liat gue anaknya" sahut Gabriel cuek. "Di terima gak?" tanya Ify. "Enggak" jawab Gabriel singkat. "Eh, ke rumah Ozy, yuk? Gue pengen ketemu ama dia deh" ajak Gabriel. Yuk, aku ikut." sahut Sivia. "Kita juga deh." kata Ify dan Shilla berbarengan.

Di rumah Ozy...

Ting tong! Bel rumah Ozy dibunyikan oleh Gabriel. Bundanya Ozy-lah yang membukakan pintu. "Eh, Gabriel! Halo, apa kabar? Baik? Oke, mmm.... mereka siapa?" tanya bundanya Ozy. "Ohh... kenalin, tante, ini Sivia, Shilla, dan Ify." kata Gabriel sambil menunjuk mereka satu per satu. "Mereka teman-teman Ozy juga." kata Gabriel. "Ooh... ayo, silahkan masuk" mereka pun masuk.

"Mau gak elo jadi pacar gue?" tanya Gabriel sambil melamun. Sivia memandanginya dengan wajah keheranan. "A... apa tadi kamu bilang??" kata Sivia, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "A... aku..." Gabriel menjadi salting, dan mukanya menjadi merah padam. "A... aku... ma... mau... pamit dulu, ya" sahut Gabriel sambil pergi menjauh. 'I.. ya, deh... daahh..." kata Sivia, mukanya merah padam, sewarna dengan Gabriel. Sivia pun langsung berlari ke dalam rumahnya, hatinya berbunga-bunga. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan menceritakan apa yang terjadi tadi kepada kedua sahabatnya. Dari mulai mereka membicarakan comblangannya Ozy sampai waktu Gabriel pulang dengan muka merah padam. Mereka bertiga bergembira, tetapi bagaimana dengan Gabriel?

Di kamar Gabriel...

Gabriel langsung menyambar HP-nya dan memencet nomor yang sudah sering dipencetnya. Tuutt... tuuut.... "Halo?" sahut sebuah suara yang dikenal Gabriel. "Zy, gawat nih! Gue ada masalah BESAR!! Gilaaa.... malu abis gue..." sahut Gabriel. "Ya udah, telepon aja Sivia! Kan pas di kamar gue elo liat ndiri, si Sivia jago nyari solusi!" Ozy memberi saran. "Justru itu... kalau masalahnya yang kayak gini 'kan gue gak bisa nelepon Sivia... kalau masalah lain, sih... dari tadi, deh... nelepon Sivia! Ngapain gue buang-buang waktu nelponin lo??" sahut Gabriel. "Mang masalah lo apa, Tuan Gabriel?" tanya Ozy. "Gue nembak Sivia" bisik Gabriel. "Ha?" "Gue nembak Sivia" "Ha?" "GUE NEMBAK SIVIA, KUPING LO UDAH DIKOREK BELOM SIH??!!" teriak Gabriel agak kencang. "Udah dikorek, kok... ha? Lo nembak Sivia? Gimana ceritanya, tuh???" sahut Ozy. "Jadi gini..." Gabriel menceritakan semuanya dari saat Sivia sadar bahwa mereka begandengan tangan sampai ia ada di sini sekarang. "Bego lu!! Lu kan baru kenal 3 hari aja ma dia udah nembak?? Otak lu lo taro di mana, sih??" komentar Ozy. "Gue buang ke got kali, ya... duhhhh begobegobego!! Besok gue harus pasang tampang apa pas ketemu dia??" tanya Gabriel. "Ya DL! Lu cuman bisa salting aja depan dia! Gue do'ain semoga Gabriel gak salting besok, amiin..." Ozy mendo'akan Gabriel."Amiin..." saat itu Gabriel hanya bisa mengaminkan do'a Ozy saja.

Di sekolah...

"Zy, dia dateng, tuuhh... ama Shilla ama Ify!! Duuhh... gue mesti ngapain?" ujar Gabriel gugup. "Ya salting aja, mo ngapain lagi?" tanya Ozy."Eh... siap-siap Yel!" "Hai... Zy, gue dah ketemu orangnya, tinggal nyomblangin. Lu mau nembak dia?" tanya Sivia. "Emm... besok aja deh" Ozy menolak. "Gak boleh! pokoknya harus sekarang!" ujar Ify, kemudian menarik tangan Ozy mendekati Acha. Ozy meronta-ronta, tetapi ia tak berdaya karena Sivia, Shilla, dan Gabriel membantu Ify mendekati Acha. "Nah, orangnya Acha, jangan ampe salah orang!" bisik Gabriel. Ozy memasang tampang muka melasnya. Akhirnya, sampe juga di lapangan basket tempat Acha berada, dan Ozy pun dilepaskan. "Acha... ada yang mau bicara ama kamu" ujar Shilla "Zy, sana! Good luck, ya..." goda Gabriel. "Ayoo... cepet!" ujar Sivia. "Ada apa, sih?" tanya Acha bingung. "Si Ozy mau ngomong ma kamu... Zy, cepet, ngomong, dong!" jawab Ify. "Iyaaa ah! Mmmmm... Acha.... ma... mau, gak, kamu jadi pacar aku?" ujar Ozy, mukanya memerah semerah tomat. "!!!!! A.... aku pikir-pikir dulu, deh....." Acha menjawab, lalu langsung pergi menjauh dengan muka merah. Terjadi keeningan sebentar. "Oya, ngomong-ngomong tentang pacar-pacaran... Gabriel di terima, ga, Siv?" ujar Ozy nyablak. "Iya!! Yang kemaren kan belom dijawab... jawabannya apa?" ujar Ify. Muka Gabriel dan Sivia langsung berubah merah. "Mmm.... Yel, jawabannya..." ujar Sivia, berpikir sebentar. "Iya, Yel, aku mau jadi pacar kamu" Dan Sivia pun mengecup pipi Gabriel. Sivia menjadi sangat gugup, tetapi Gabriel? Hatinya berbunga-bunga! "Hai... Yel, slamat, ya.. gue ngeliat tadi... mau tanding basket, ga? Gue gak bisa terima kekalahan" ujar Rio, mengganggu momen yang indah antara Sivia dan Gabriel. "Oke! Siapa takut?" sahut Gabriel, dan mereka pun bermain basket sementara Sivia menyoraki Gabriel dan Alvin mendukung Rio.

Kriiiiinnnggg!!!! Bel menandakan bahwa anak-anak harus memasuki kelas. Setelah mengalahkan Rio untuk yang kedua kalinya, Gabriel menghampiri Sivia dan menggandeng tangannya menuju kelas. Karena wali kelas mereka belum datang, Sivia menyempatkan diri untuk menyeka keringat Gabriel dengan saputangan biru donkernya. "Ciee... yang baru aja jadian... mesra amet..." ujar suara dari belakang, yang ternyata berasal dari Ify. "Aku jadi iri... eh, Siv, sini, deh, aku mo ngomong!" Sivia pun mendekatkan diri ke Shilla, dan Shilla pun membisikinya sesuatu. "Oya?" sahut Sivia.

Di rumah Ozy...

"Zy, bener lo nembak Keke?" tanya Sivia. "Lah, tau dari mana lo?" Ozy bertanya balik "Siapa lagi kalau bukan Gabriel?" tanya Sivia balik. Ozy pun menghadap Gabriel. "Yel, gak temen gue ma lu.. ntar gue kasih tau ke dia lho kalau lo..." Ozy baru saja akan berkata sesuatu, tetapi Gabriel langsung menutup mulutnya, seperti yang dilakukan di film-film, adegan culik-menculik. "Mmmm... boleh pinjem Ozy bentar?" tanya Gabriel, sambil tersenyum manis. "Bo... boleh...??" sahut Sivia setelah berpandang-pandangan ke Shilla dan Ify. Gabriel pun menyeret Ozy keluar dengan posisi yang masih sama dan tersenyum menghadap Sivia dan kedua sahabatnya, sementara Ozy meronta-ronta. Sivia, Shilla, dan Ify hanya berpandang-pandangan kebingungan mengenainya. Di luar kamar Ozy, tempat Sivia dan kedua sahabatnya berada, Gabriel memarahi Ozy. "Lo gila ya? Kalau ampe Sivia tau kalo gue suka ma dia kan bisa gawat! Otak lu lo taro mana sih??" "Sama kayak perasaan gue! Lo gila, ya? Ngasih tau Sivia, Shilla, ma Ify? Gue malu setengah mati, tau..." balas Ozy. "Justru gue kasih tau ke Sivia buat ngasih solusi. Eh... dia ngasih tau ke Shilla ma Ify. Asal lo tau ya, si Sivia tuh tiap istirahat dikerumunin ma temen-temennya buat minta solusi atas masalah-masalah mereka, tau!" sahut Gabriel. "Tau dari mana lo?" tanya Ozy. "Dari Acha. Dia baik benget, lho... cantik lagi!" jawab Gabriel. "Terus? Lo kira gue perlu solusi atas masalah gue, gitu?" tanya Ozy "Hmm... gimana, ya? Coba kita lihat... apakah orang yang nembak cewek yang ternyata udah punya cowok itu perlu solusi atas masalahnya?" tanya Gabriel balik. "Per... lu?" kata Ozy ragu-ragu. "Ya, perlu banget. Nah, sekarang mending kita balik ke sana, trus lu ceritain masalah lu, trus kita liat gimana solusi yang tepat buat lo. Gampang, 'kan?" saran Gabriel. "Iya, sih... tapi gue mau nyeritain masalah gue bertiga, gue, lo, ma dia. Gue gak mau kalo ada orang selain kita bertiga." Ozy mengajukan syarat. "Oke, gue usahain. Kalau gak bisa lu berdua aja ya" sahut Gabriel menyanggupi. "Oke." sahut Ozy setuju. Mereka pun masuk ke dalam kamar Ozy. "Vi, boleh pinjem jasa, gak? Ada anak yang butuh bantuan elo... tapi gak mau kalau rame-rame, maunya cuman gue, lo, ama dia. Boleh gak?" tanya Gabriel saat masuk ke kamar Ozy. "Mmm... boleh-boleh aja... Shill, Fy, boleh keluar? Ada klien nih!" Sivia memohon kepada kedua sahabatnya yang langsung mengerti. "Oke... yuk, Shill!" Kata Ify sambil menarik tangan Shilla keluar kamar. "Jadi, mana kliennya?" tanya Sivia setelah kedua sahabatnya sudah tak tampak. "Bentar. Woi, Zy, tuh, sekarang lu mulai cerita, gih!" Gabriel menyuruh sahabatnya itu. "Iya, ah!" Ozy menanggapi. "Ozy?" tanya Sivia. "Iyalah, masa' hantu? Gue tau, mukanya emang mirip" sahut Gabriel. "Haha" komentar Sivia. Ozy pun memulai ceritanya. "Jadi gini, Vi... gue tuh nembak si Keke di kafe, pas udah cabut abis nganterin lo. Gue yang manggil dia ke sana. Nah, pas gue dah nembak dia, gue baru tau kalau dia tuh udah punya cowok. Kebayang gak sih, malunya gue tuh gimana?" Ozy bercerita dengan singkat, padat, dan jelas. "Ooh... iya iya kebayang banget malu lo segimana. Tapi jangan sedih... gue bisa kok nyomblangin lo ma temen-temen aku... banyak lho, yang suka sama si imut Ozy dari kelas 11-C..." Sivia memberi solusi. "Ooh... boleh boleh! Tapi lusa aja, ya... besok tugas lo cuma nyari cewek comblangan gue yang sesuai ma tipe gue doang, kok... yang jelas harus lebih cantik dari Keke, terus orang nya harus baik, itu doang, kok" Ozy menanggapi. "Nah, udah ketemu, kan, solusinya? Aku, Shilla, ma Ify pamit dulu, ya... udah sore, nih!" pamit Sivia. "Gue juga, ya... Vi, gue bareng elo, ya... rumah gue kan gak terlalu jauh dari rumah lo... boleh ga?" tanya Gabriel. "Boleh! kapan-kapan tunjukkin, ya, rumah kamu di mana... biar bisa main ke rumah kamu" "Boleh!" sahut Gabriel bersemangat. "Vi! udah selese belom klienmu curhat? Udah sore, nih!" Shilla bertanya jengkel kepada Sivia. "Udahlah... pulang, yuk! Gabriel bareng, ya..." sahut Sivia. "Mmm... aku ma Shilla naik mobil kakakku gimana? Tuh.. kakakku udah nunggu di luar!' Ify berkata tiba-tiba. "Yahhh... gak bareng, dong? aku ikut, deh!" Sivia memohon. "Wah... kasian dong Gabriel? Sendirian pulangnya... Vi, mending kamu bareng ma Iyel aja..." goda Shilla, yang bisa membaca rencana Ify. "Kamu ikut aku aja kalo gitu... gimana?" usul Sivia. "Kasian Ify, dong... sendirian!" Shilla berpendapat. "Iya, sih... gimana kalau kamu aja yang ma Iyel, aku ma Ify?" usul Sivia lagi. "Wah.. gak enak, dong... kan kamu yang paling deket ma Iyel!" sahut Ify. Sivia menghembuskan nafas untuk menyabarkan diri. "Oke, ya udah... aku duluan, ya.." pamit Sivia sambil menarik tangan Iyel. Hati Iyel pun berbunga-bunga.

"Jadi, menurutmu Agni cocok, ga? Apa Zevanna aja? Atau... atau... Acha?" tanya Sivia saat ia dan Gabriel berjalan. "Kayaknya Acha, deh, yang paling cocok, soalnya dia tuh cantik, trus anaknya baik banget" sahut Gabriel dingin. Napa sih si Sivia ngomongin comblangannya Ozy? Apa dia suka ma Ozy? pikir Gabriel sambil melihat jalanan di sebelahnya. "Ooh... jadi Acha aja? Oke deh, sip sip tinggal di comblangin lusa" sahut Sivia. sambil melihat ke arah Gabriel. "Napa Yel? Kok lesu?" tanya Sivia. "Ga pa-pa" jawab Gabriel. Sivia mengangguk, dan melirik-lirik ke segala arah, yang selalu dilakukannya jika ia merasa bosan. Lalu, ia melihat sesuatu, lalu tersenyum dan memandanginya. "Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Gabriel. "Gak, cuma... kayaknya kita tuh dari tadi jalan sambil pegangan tangan! Liat, deh!" sahut Sivia setengah melamun memandanginya. "Oh! Sori, gak nyadar..." ucap Gabriel dan melepaskan pegangannya. Sivia langsung menjadi lesu. Gabriel yang tak tahan melihatnya berkata, "Mmm... gak pa-pa, deh... lagian juga enak pegangan tangan" Ia pun menggandeng tangan Sivia. Sivia menjadi senang kembali, tetapi kegembiraan itu harus berakhir, karena mereka berdua sudah sampai di depan rumah Sivia. Mereka pun dengan berat hati melepaskan pegangan tangan mereka. "Siv..." Gabriel berkata,

"Vi, Shilla bisikin kamu apa?" tanya Gabriel. "Sori Yel, si Shilla gak mau di kasih tau" jawab Sivia. "Oh, ya udah, deh..." ujar Gabriel pasrah. Sebenarnya Sivia ingin sekali memberitahu Gabriel, tetapi ia bukanlah orang yang membuka rahasia orang lain begitu saja, apalagi yang dititipkan padanya.

Saat istirahat...

"Shill, bener tuh, yang kamu bisikin ke aku?" ujar Sivia. "Iya!" sahut Shilla, melirik ke Gabriel yang memasang muka penasaran. Sivia menyadari hal itu, lalu ia pun berkata, "Yel, boleh pergi beliin aku minum, gak? Aku tunggu di lapangan basket!" "Mmm... iya deh... mau apa?" tanya Gabriel. "Mau... teh tarik, aja, deh! yang dingin, taro di plastik, 2, ya..." jawab Sivia. "Oh.. okok... tunggu, ya..." sahut Gabriel pada akhirnya, lalu mengecup dahi Sivia, dan pergi menuju kantin. "Shill, beneran nih kamu suka ma kak Rio?" tanya Ify, yang sedari tadi sudah ada bersama mereka. "Iya!" sahut Shilla meyakinkan. "Dari kapan? Gimana tuh ceritanya?" tanya Sivia. "Dari tadi pagi... pas dia main basket ma Gabriel... keren banget! Yah... dia kalah, sih... tapi tetep aja keren!" ungkap Shilla. "Ooh... tapi sayang, Shill.... kak Rio udah punya cewek..." ungkap Sivia. "Iya, sayang banget ya..." ujar Ify. Shilla tertunduk lesu, wajahnya muram. "Tapi bentar lagi kayaknya putus, deh... soalnya mereka lagi berantem!" ujar Sivia menyemangati. "Ooh... ya udah deh, kita ke lapangan basket, yuk! Kasian si Iyel, pasti dia lagi nungguin ceweknya..." ujar Shilla. "Iya tuh..." Ify menimpali. "Ya udah deh... yuk ke sana!" sahut Sivia. Mereka menuju lapangan basket, tempat Gabriel menunggu.

Di lapangan basket...

"Hai Yel, nunggu lama, ya?" tanya Shilla. "Gak, aku cuma nunggu semenit. Nih, teh tariknya" ujar Gabriel, sambil memberi Sivia teh tariknya. "Nih, satu buat kamu, satu buat aku!" Sivia berkata sambil memberi Gabriel teh tariknya. "Makasih..." ujar Gabriel. Mereka pun berbincang di kursi penonton lapangan basket, sementara Shilla dan Ify serta Ozy yang menemani Gabriel menjauh, memberi mereka privasi. "Eh, liat Gabriel?" tanya Rio yang menghampiri mereka tiba-tiba, membuat Shilla, Ify dan Ozy kaget. "Iya, tapi lagi ngobrol ma ceweknya. Mau tanding basket ya?" ujar Ozy. "Iya. Ah dasar... mesra amet! Jadi inget Keke, cewek gue!" ujar Rio, yang membuat Ozy dan Shilla mematung. Jadi ini ceweknya Keke, waduh dia tau gak ya gue nembak ceweknya? Duuhh.... gue harus taro mana ni muka? Pikir Ozy khawatir. Yaahhh... ternya ta kak Rio udah punya cewek. Tapi gak apa-apa, aku akan tetap suka sama kak Rio! Pikir Shilla. "Mmmm... kakak gak ada kerjaan, 'kan? Gimana kalau kakak ngajarin aku sama Shilla main basket? Kakak, 'kan... jago basket!" ujar Ify. Shilla menatap Ify dengan muka marah. "Iya deh, mumpung gak ada kerjaan..." ucap Rio "Tapi, 'kan kalian berdua, jadi yang ngajarin dua juga, ya... gue ma Alvin, gimana?" ujar Rio. Ify tersenyum, lalu berkata, "Oke, tapi kakak ngajarin Shilla, Alvin ngajarin aku" sahut Ify mengiyakan. "Oke, ALVIN!!" teriak Rio memanggil Alvin. "Apaan? Mo tanding basket?" tanya Alvin. "Ga, nih, adek kelas gue yang manis ini mau diajarin maen basket, nah, elu ngajarin yang ini, gue ngajarin yang cantik satu ini" kata Rio memberi instruksi. Saat Rio bilang ia akan mengajari yang cantik satu ini, maksudnya Shilla, muka Shilla menjadi merah. "Tunggu apa lagi? Ayo, mulai latihannya!" ujar Alvin.

Sepulang sekolah...

"Vi, Yel, liat Ozy, ga?" tanya Acha. "Ooh... mau ketemu? Yuk kuanterin!" Sivia menawarkan diri. "Oke..." Acha mengiyakan. "Ozy!" Gabriel memanggilnya keluar dari kelasnya. "Apa? Oh, hai, Acha" kata Ozy. "Hai juga... Zy, aku ke sini mau ngasih tau jawabanku." sahut Acha. Muka Ozy dan Acha menjadi merah. "Aku mau jadi pacar kamu, Zy... aku suka sama kamu, udah sejak lama.." ujar Acha malu-malu. "Mmm... udah, ya... aku pulang dulu" pamit Acha, namun tangannya segera ditarik oleh Ozy.

"Tunggu!" ujar Ozy. "Kenapa?" tanya Acha. "Kan kamu udah jadi pacar aku, gimana kalau kita pulang berdua?" tanya Ozy. "Mmmm... boleh-boleh aja, sih... lagian aku juga gak ada kerjaan!" jawab Acha. "Kamu mau pulang naik apa?" tanya Ozy. "Jalan kaki aja... lagian rumahku gak terlalu jauh, kok!" jawab Acha. "Oh, oke" Ozy menanggapi. Ozy pun menggandeng tangan Acha, dan mereka berdua pun berjalan menuju rumah Acha. "Waahhh... mesranya! padahal baru jadian, lho!" komentar Sivia. "Gimana kalau kita jalan berdua juga?" tanya Gabriel. "Boleh!" jawab Sivia. "Mau ke mana? Pulang?" tanya Gabriel. "Iya, tapi gak ke rumah aku" jawab Sivia. "Lah, ke mana?" tanya Gabriel bingung. "Ke rumah kamu... aku mau liat rumah kamu, sekalian kenalin aku ke orang tua kamu" jawab Sivia. "Mmm... oke deh" ujar Gabriel mengiyakan. Mereka pun berjalan, menuju rumah Gabriel.

Di rumah Gabriel...

"Assalamu'alaikum" ujar Gabriel dan Sivia bersamaan. "Wa'alaikumussalam... eh, Gabriel! Tumben pulang cepet!" sahut ibunya Gabriel. "Haha, iya bu... ini kenalin, namanya Sivia. Mulai kemarin dia jadi pacar aku" ujar Gabriel. "Salam kenal, tante.." ujar Sivia, mengulurkan tangan. "Iya..." sahut ibunya Gabriel, menjabat tangan Sivia. "Ooh... jadi ini Sivia... ternyata anaknya lebih cantik dari yang ibu bayangkan! Kamu udah jadian? Kok, gak cerita?" tanya ibunya Gabriel. "Iya, aku udah jadian... sori bu, gak cerita! Oya, hari ini aku bawa Sivia ke sini soalnya dia pengen ngeliat rumahku, sekalian kenalan sama ibu dan ayah" kata Gabriel. "Ooh... yuk, ke ruang tamu! Bincang-bincang sebentar..." sahut ibunya Gabriel, sambil memandu mereka menuju ruang tamu. Setelah sampai di ruang tamu, mereka semua duduk. "Jadi, Sivia, ceritain dong, gimana kamu bisa jadian sama Gabriel?" tanya ibunya Gabriel. "Jadi gini tante, 'kan kemaren lusa kita pergi ke rumah Ozy, soalnya Gabriel minta ke rumah Ozy. Nah, ternyata, Ozy minta solusi atas masalahnya dari aku, pulangnya, Gabriel mengantar aku, karena Shilla dan Ify, kedua sahabatku, naik mobil Ify. Setelah sampai di depan rumahku, ia menembakku. Terus, belum sempat kujawab, Gabrielnya udah kabur duluan. Nah, kemarin 'kan Ozy menembak salah satu temanku, terus pembicaraannya beralih ke jawabanku atas pertanyaan Gabriel kemarin. Nah, aku jawab iya, deh!" Sivia bercerita. "Ooh... gitu, ya... jadi, kamu memberi solusi?" tanya ibunya Gabriel, mulai mewawancarai Sivia. "Iya tante" jawab Sivia. "Gini loh, bu... Sivia itu tuh pas istirahat sering dikerubuti temen-temennya, minta dikasih solusi" ujar Gabriel. "Ooh... jadi, kamu pandai memberikan solusi?" tanya ibunya Gabriel lagi. "Iya, tante.." jawab Sivia. "Oh, oke... jadi, kalian habis ini mau kemana?" tanya ibunya Gabriel. "Gak tau, terserah Sivia" jawab Gabriel. "Kalau gitu... aku mau lihat-lihat kamarnya Gabriel aja" jawab Sivia. "Ya sudah, silahkan pergi ke sana..." ujar ibunya Gabriel. Sivia dan Gabriel pun pergi ke kamarnya Gabriel.

Di kamar Gabriel...

"Ibu kamu baik, ya..." komentar Sivia. "Iya, emang" sahut Gabriel. "Siv, boleh nanya gak?" tanya Gabriel, yang langsung dijawab Sivia. "Boleh. Nanya apa?" "Nanya... kamu dari kapan suka sama aku?" tanya Gabriel. "Mmm... dari pas kamu nahan aku jatuh waktu kita pertama kali bertemu. Kamu?" "Dari pas kamu turun dari angkot. Aku memerhatikan kamu, trus tanpa pikir panjang aku ngikutin kamu aja, makanya si Ozy nyariin" jawab Gabriel. "Ooh.." Sivia menanggapi. Sivia mulai bosan, lalu melirik ke segala arah. Ia berhenti melirik-lirik dan memandangi suatu benda. "Kenapa Siv?" tanya Gabriel. "Kamu bisa main gitar?" tanya Sivia. "Bisa" jawab Gabriel, menyadari bahwa yang diperhatikan Sivia adalah gitarnya, yang berada di sudut kamarnya. "Mainin, dong, buat aku" pinta Sivia. "Oke" ujar Gabriel. Gabriel pun mengambil gitarnya.

Gabriel mulai memainkan intronya, dan bernyanyi untuk Sivia.

ketika kau lewat di tempat ku berdiri
kedua mata ini tak berkedip menatapi
pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku
tak henti membayangkanmu terganggu oleh cantikmu

tujuh hari dalam seminggu
hidup penuh warna ku coba mendekatimu
memberi tanda cinta
engkau wanita tercantikku yang pernah ku temukan
wajahmu mengalihkan duniaku

hey hey heee pesonamu
dan wajahmu mengalihkanku
pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku
tak henti membayangkanmu terganggu oleh cantikmu

tujuh hari dalam seminggu
hidup penuh warna ku coba mendekatimu
memberi tanda cinta
engkau wanita tercantikku yang pernah ku temukan
wajahmu mengalihkan duniaku

hidupku penuh warna
ku selalu mendekatimu memberi tanda cinta hooo ooo..
engkau wanita tercantikku yang pernah ku temukan
wajahmu mengalihkan duniaku
mengalihkan duniaku
mengalihkan duniaku
mengalihkan duniaku

Plok plok plok! Sivia bertepuk tangan untuk Gabriel. "Bagus banget... aku suka!" komentar Sivia. "Sekarang, 'kan aku udah main gitar dan nyanyi buat kamu, sekarang kamu dong yang ngelakuin itu!" pinta Gabriel. "Aku gak bisa main gitar" ucap Sivia kalem. "Nyanyi aja, aku yang ngiringin..." saran Gabriel. "Oke.." Sivia setuju. "Aku mau nyanyi lagunya Sherina, Cinta Pertama Dan Terakhir" ujar Sivia "Oke" sahut Gabriel. Gabriel memainkan gitarnya. "Oke... 1, 2, 3!" Gabriel memberi aba-aba. Sivia pun mulai menyanyi.

sebelumnya tak ada yang mampu
mengajakku untuk bertahan
di kala sedih
sebelumnya ku ikat hatiku
hanya untuk aku seorang
sekarang kau di sini hilang rasanya
semua bimbang tangis kesepian
kau buat aku bertanya
kau buat aku mencari
tentang rasa ini
aku tak mengerti
akankah sama jadinya
bila bukan kamu
lalu senyummu menyadarkanku
kau cinta pertama dan terakhirku
sebelumnya tak mudah bagiku
tertawa sendiri di kehidupan
yang kelam ini
sebelumnya rasanya tak perlu
membagi kisahku saat ada yang mengerti
sekarang kau di sini hilang rasanya
semua bimbang tangis kesepian
kau buat aku bertanya
kau buat aku mencari
tentang rasa ini
aku tak mengerti
akankah sama jadinya
bila bukan kamu
lalu senyummu menyadarkanku
kau cinta pertama dan terakhirku
bila suatu saat kau harus pergi
jangan paksa aku tuk cari yang lebih baik
karena senyummu menyadarkanku
kaulah cinta pertama dan terakhirku
kau buat aku bertanya
kau buat aku mencari
tentang rasa ini
aku tak mengerti
akankah sama jadinya
bila bukan kamu
lalu senyummu menyadarkanku
kau cinta pertama dan terakhirku

Gabriel mengakhiri iringan gitarnya, lalu tersenyum. "Suara kamu bagus banget, Siv..." komentar Gabriel. "Makasih" sahut Sivia sambil tersenyum. "Eh, Siv, kamu mau, gak, nerima ini?" tanya Gabriel, mengulurkan sebuah tiket. "Apaan nih?" tanya Sivia, lalu membacanya. "Tiket masuk ke pesta topeng SMA Favorit 3... kamu ngajak aku ke pesta?!" tanya Sivia, terkejut. Pesta itu menjadi pembicaraan seluruh cewek di sekolahnya, dan ia tidak menyangka Gabriel akan mengajaknya ke sana! "Iya. Kamu gak mau?" tanya Gabriel. "Boleh, sih..." jawab Sivia. "Bagus, soalnya aku gak tahu gimana caranya dansa. Kamu mau ngajarin aku?" tanya Gabriel lagi. "Oke... yuk, kita mulai aja, 'kan pestanya besok malem!" jawab Sivia. Sivia mengambil radio, lalu mengambil sebuah CD dari tasnya. Ia menyetelnya, lalu mulai mengajari Gabriel. Gabriel adalah seseorang yang cepat belajar, jadi Sivia tidak menemukan kesusahan untuk mengajarinya. Setelah selesai mengajari Gabriel, Sivia pamit kepada ibunya Gabriel, lalu diantar Gabriel pulang sampai ke depan rumahnya. Di kamarnya, Sivia memberitahu kedua sahabatnya apa yang ia alami hari ini, lalu mengajak mereka ke pesta. Setelah melakukan semua itu, Sivia berbaring di tempat tidurnya. Hari ini aku berdansa dengan Gabriel... dan akan berdansa lagi besok malam... betapa senangnya hatiku! pikir Sivia. Tapi... apa yang harus kupakai?

Keesokan harinya, di sekolah...

"Eh, aku mending pake apa ke sana?" tanya Sivia. "Pake baju, lah! masa' pake lap tangan?" tanya Shilla. Sivia memutar bola matanya, dan memandangi Shilla. "Serius, aku gak tau harus pake apa. Kalian berdua tau, kan... aku tuh paling lemah dalam hal milih baju!" ujar Sivia. "Pake gaun yang itu aja, yang warna putih!" saran Ify. "Oke... trus? Aku 'kan gak punya topeng..." tanya Sivia, meminta lebih banyak saran. "Pake aja punyaku! ada, kok... yang matching sama baju kamu!" ujar Shilla. "Makasih... kalau sepatunya?" tanya Sivia. "Pake aja sendal gladiator kamu yang warna putih, atau pake sepatu hak warna putih" jawab Ify. "Oh, oke... makasih, ya... kalian ikut, 'kan?" tanya Sivia. "Iya... cuman belom beli tiketnya..." ujar Shilla. "Ya udah, beli aja ke Nova!" saran Sivia. "Yuk!" ujar Ify mengiyakan.

Saat istirahat...

"Siv, ntar pas pulang aku ke rumah kamu, ya... kenalin aku sama orang tua kamu, biar mereka gak heran waktu aku jemput kamu" ujar Gabriel, merangkul pundak Sivia. "Oke..." ujar Sivia, memegang tangan Gabriel yang merangkulnya. "Eh, si Ozy sama Acha ikut, 'kan?" tanya Sivia. "Iya" jawab Gabriel singkat. "Eh, liat Shilla sama Ify?" tanya Alvin, membuat Sivia dan Gabriel kaget. "Kayaknya lagi di kantin, deh... kalau enggak di kelas atau perpus" jawab Sivia. "Emang kenapa?" tanya Gabriel. "Gue ma Rio mo ngajarin mereka berdua basket, kemaren mereka minta" jawab Alvin. "Ooh..." kata Sivia, mimik mukanya bingung. Alvin pun pergi untuk mencari Shilla dan Ify. Tak lama kemudian, Alvin, Rio, Ify, dan Shilla terlihat di lapangan basket. Sivia menontonya bersama Gabriel, Ozy serta Acha. "Yel, tanding basket, yuk!" ajak Ozy. "Yuukk..." sahut Gabriel. "Ikut dong!" ujar Sivia. "Aku juga, deh!" kata Acha pada akhirnya. Mereka pun bermain basket, Gabriel-Sivia lawan Ocha (Ozy-Acha). Karena lelah menonton, Rio, Alvin, dan kedua murid mereka memutuskan untuk ikut bermain. "Eh, gabung, dong!" ujar Rio. "Boleh!" sahut Acha. Mereka berdelapan bermain sampai istirahat selesai.

Pulang sekolah...

"Siv, langsung yuk!" kata Gabriel. "Yuk" sahut Sivia. Mereka pun memulai perjalanan ke rumah Sivia. Sesampainya di dalam rumah Sivia... "Ma, kenalin ini Gabriel, yang kuceritain tempo hari" kata Sivia. "Ooh... pacarnya Sivi ya? Ayo, bincang-bincang sebentar!" sahut mamanya Sivia. "Jadi, mau apa kamu bawa Gabriel ke sini, Sivi?" tanya mamanya Sivia. "Mmm... biar saya saja yang jelaskan, tante.." Gabriel menawarkan diri. "Baiklah" sahut mamanya Sivia. "Jadi, karena malam ini akan ada Pesta Topeng, maka saya menawarkan diri untuk mengantar Sivia ke lokasi Pesta Topeng tersebut. Kedatangan saya hanya untuk memberi tahu bagaimana rupa saya, agar tante nanti malam tidak kaget. Itu saja" jelas Gabriel. "Ooh... begitu. Itu saja, 'kan? Baiklah, kalian mau ke mana sekarang?" tanya mamanya Sivia. "Ke kamarku" jawab Sivia cepat, lalu menarik tangan Gabriel menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.

Di kamar Sivia, Sivia dan Gabriel berbincang-bincang di atas kasur Sivia. Mereka berdua tiduran, tangan Gabriel merangkul Sivia. "Yel, nyanyi dong buat aku" ujar Sivia. "Males ah" Gabriel menolak. Tiba-tiba Gabriel duduk, membuat Sivia duduk juga. Mereka duduk berhadap-hadapan. "Ada apa, Yel?" tanya Sivia. "Gak ada apa-apa" sahut Gabriel, lalu merebahkan diri ke kasur Sivia. Sivia memasang wajah bingung, lalu merebahkan diri. "Siv... aku berubah pikiran. Aku bakal nyanyi, khusus buat kamu, cewek yang kucintai... kemungkinan besar selamanya. Kupersembahkan lagu dari tompi : Tak Pernah Setengah Hati" ujar Gabriel. lalu ia pun mulai menyanyi. "Tak pernah setengah hati ku mencintaimu, ku memiliki dirimu setulus-tulusnya jiwa, ku serahkan semua hanya untukmu, tak pernah aku niati untuk melukaimu, atau meninggalkan dirimu, sesalku selalu bila tak sengaja, aku buat kau menangis" Gabriel bangkit dari duduknya, mengajak Sivia berdansa tanpa sadar, karena ia menghayati lagu yang ia nyanyikan sepenuh hatinya. "Memiliki mencintai dirimu kasihku... tak akan pernah membuat diriku menyesal... sungguh matiku hidupku kan selalu... membutuhkan kamu..." Sivia juga menghayati lagunya... ia dan Gabriel berputar-putar mengelilingi kamar Sivia. Yang ada di kepala mereka hanyalah bayangan bahwa mereka sedang berdansa di sebuah istana yang indah, Sivia memakai gaun dan Gabriel memakai kemeja dan celana. "Memiliki mencintai dirimu kasihku... tak akan pernah membuat diriku menyesal... sungguh matiku hidupku kan selalu... membutuhkan kamu" ucap Sivia, ikut menyanyi. Gabriel tersenyum, dan melanjutkan nyanyiannya, berdua dengan Sivia. "Memiliki mencintai dirimu kasihku... tak kan pernah membuat diriku menyesal... sungguh matiku hidupku kan selalu..." Mereka berhenti sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan, "Membutuhkan kamu..." Mereka berdua tidak ingin kembali ke dunia nyata, tetapi begitulah yang terjadi. "Mmmm... Siv, aku pamit dulu, ya... udah sore. Aku mau ganti baju dulu, ntar aku jemput ya jam setengah tujuh. Kamu dandan yang cantik, ya... gak usah dandan gak apa-apa, kok.. kamu udah cantik soalnya, Siv... tapi kamu pake baju yang bagus, ya..." ucap Gabriel sambil tersenyum. "Oke... Sip deh ntar kamu liat aja aku kayak gimana jam setengah tujuh nanti" sahut Sivia, mengecup pipi Gabriel, lalu tersenyum manis. Gabriel pun pamit kepada Sivia dan mamanya, lalu pergi.

Sesuai dengan janjinya, Gabriel menjemput Sivia jam setengah tujuh malam dengan mobil Mercedes Benz hitamnya. Ia mengenakan celana hitam dan kemeja putih garis-garis biru muda tipis. Saat melihat Sivia keluar dari rumahnya, mata Gabriel berbinar-binar. Sivia memakai gaun putih selutut polos, sepatu hak tinggi putih, dan gelang putih melingkar di pergelangan tangannya. Rambutnya tergerai dan dibuat ikal. Gabriel merasa ialah pria yang paling beruntung, karena ia dapat melihat cewek tercantik di dunia berjalan ke arahnya. Saat Sivia sudah masuk ke mobil dan mereka sudah dalam perjalanan, barulah ia berbicara, mengomentari penampilan Sivia. "Kamu... cantik banget, Siv. Tapi ada yang kurang" "Apa?" tanya Sivia. "Ini 'kan pesta topeng, jadi kamu gak bisa masuk tanpa ini" Gabriel mengulurkan sesuatu. "Apaan nih?" ujar Sivia penasaran. Sivia membuka kotak yang membungkus benda tersebut. Isinya adalah... sebuah topeng sederhana, dari kain putih, yang dihiasi di bagian pinggir atas kanan dengan manik-manik bulat mengkilat, yang terlihat seperti kristal. "Makasih... aku hampir aja lupa. Ini 'kan pesta topeng, ya..." ujar Sivia sambil memakai topengnya. "Bagaimana penampilanku?" tanya Sivia. "Lebih cantik dari semua cewek yang pernah kulihat." jawab Gabriel, yang ditanggapi Sivia dengan tersenyum.

Sesampainya di lokasi pesta, Gabriel mencari tempat parkir. Setelah dapat, ia berbincang-bincang dengan Sivia sebentar. "Vi, nih, satu hadiah lagi buat kamu" ujar Gabriel. "Mana hadiahnya?" tanya Sivia. "Tutup matamu sebentar" ucap Gabriel. Sivia pun menutup matanya. Lalu, ia merasa ada yang melingkari lehernya. Ia membuka mata. Ia menyentuh lehernya, dan ternyata benar. Ada yang melingkari lehernya, pastinya sebuah kalung. Ia melihat bandul kalungnya, dan menemukan bentuk setengah hati kecil nan gemuk yang terbuat dari perak, ada tulisan S ditengah-tengahnya. "Makasih... kalungnnya bagus banget!" ujar Sivia "Lebih bagus lagi kalau setengah hati itu berubah menjadi satu hati" ujar Gabriel, menarik sesuatu di lehernya. Ternyata ia menarik benang kalung yang tersembunyi di balik bagian depan kemejanya. Kalung yang sama, dan ketika disambungkan dengan kalung Sivia, benar-benar cocok. Setelah itu mereka memutuskan untuk langsung pergi ke pesta tersebut.

Sesampainya di dalam tempat dimana pesta topeng diadakan...

"Sivia, 'kan?" tanta seorang cewek yang suaranya sangat dikenal Sivia. "Iya. Ify, ya?" tanya Sivia. "Iya! Eh, gabung yuk... sama aku, Shilla, dan Ocha" ujar Ify. "Ocha? Siapa tuh?" tanya Gabriel. "Ozy ama Acha, disingkat jadi Ocha." jawab Sivia. Setelah mereka berenam berkumpul, mereka bercanda tawa, makan bersama, minum bersama, sampai akhirnya lagu di pesta itu berubah menjadi lagu slow, pas untuk berdansa waltz. "Siv, kamu mau gak dansa sama aku?" tanya Gabriel. Sivia tersenyum. "Itu adalah kegiatan yang sudah aku tunggu-tunggu dari sejak pesta ini dimulai" ujar Sivia, sambil berjalan bersama Gabriel ke tempat mereka akan berdansa. "Cha, kamu juga mau dansa?" tanya Ozy. "Boleh" jawab Acha. Mereka pun berdansa. "Yahh, Shill, kita ditinggal sendirian" ucap Ify. "Iya" sahut Shilla. Baru saja ia berkata begitu, Ada seorang cowok yang mengajaknya berdansa. "Shill, kamu mau, gak, dansa sama aku?" "Siapa kamu?" tanya Shilla balik, agak ketus. "Rio" jawab Rio. membuat jantung Shilla semakin deg-degan. "Emang gak apa-apa? Ntar Keke marah, lagi" ujar Shilla. "Gak bakal, dia gak berhak. Gue udah putus ama dia. Bosen, berantem mulu" jawab Rio. "Mmmm... boleh, deh" kata Shilla. "Yaahhh... aku deh yang ditinggal sendiri" ujar Ify. "Gak kok, gimana kalau kita dansa?" sahut seorang cowok. "Alvin, ya?" tebak Ify. "Bukan, Cakka" jawab Cakka. "Terserah" ujar Ify. mereka pun berdansa. Melihat Ify berdansa dengan cowok lain, satu cowok yang amat menyukainya hanya bisa menatap dari kejauhan. Akhirnya, lagu pun hampir habis, tinggal beberapa detik lagi. Sivia, yang bersama Gabriel berdansa sepenuh hati seperti tadi sore, melakukan putaran terakhir (dibantu oleh Gabriel), dan setelah selesai berdansa, Gabriel mengecup tangan Sivia. "Yel, udah jam 10, kita pulang, yuk" ajak Sivia. "Yuk" jawab Gabriel. Mereka pun meninggalkan pesta. Sesampainya di rumah Sivia, Gabriel menurunkan Sivia, mengantar Sivia, sebelum mengecup tangan Sivia lagi. Gabriel pun masuk ke dalam mobilnya, menunggu Sivia masuk rumah dengan selamat, lalu tancap gas dan pergi.

"Gabriel baik banget... gentle, lagi! Tapi... kurang romantis.." keluh Sivia, yang sedang berbicara dengan kedua sahabatnya lewat telepon di rumahnya setelah pulang dari pesta topeng. "Kurang romantis? Aku kira dia segalanya... ganteng, baik, gentle, romantis, suka nepatin janji, dan banyaakkk... lagi" sahut Ify. "Suka ya kamu ama dia?? Sadar Fy, dia tuh udah jadi milik sobat kamu sendiri!" ucap Shilla. "Gak... aku suka sama orang lain!" sahut Ify, keceplosan ngomong, padahal, ia tidak ingin siapa pun tahu siapa yang ia suka. "Waaahhhh!!! Suka ma siapa? Kok gak cerita? Sejak kapan??" teriak Sivia penasaran. "Iya! Sejak kapan?? Jahat kamu... gak cerita!! Gak temen nih..." ucap Shilla. "Iya, iya... aku cerita! Jadi gini, kemarin, pas kalian semua dansa sendiri-sendiri... " baru saja Ify akan bercerita, Sivia menyela. "Aku sama Shilla? Si Shilla dansa ma siapaa???" Tanya Sivia penasaran. "Dansa ma kak Rio... tiba-tiba kak Rio ngajak dia dansa... jangan-jangan kak Rio ada hati, nih... sama Shilla! Ampe mutusin Keke gitu..." jawab Ify. "Kak Rio??? Mutusin Keke?? Suka ma Shilla???" tanya Sivia. "Iya... sekarang biarin si Ify cerita dulu, dong... aku penasaran, nih!" sahut Shilla. "Iya iya... Fy, lanjutin Fy! Ntar si Shilla berubah menjadi monster trus ngancurin kota, lagi!!!" goda Sivia. "Enakk!!!" sahut Shilla. "Udahlah! Aku mau cerita, nih... jadi pas kalian dansa, aku 'kan ngomong sendiri, nah, dijawab ama cowok!! Trus, dia ngajak aku dansa!" ucap Ify. "Siapa??" tanya Shilla dan Sivia bersamaan. "Awalnya kutebak Alvin... tau-taunya Cakka.. trus dia cakep banget... brukk!! Jatuh cinta deh, aku sama dia!" sahut Ify mengakhiri ceritanya. "Cieee!!! Jadian aja, trus Shilla juga, biar kita bisa triple date! kencan bertiga!" komentar Sivia. "Kok, aku dibawa-bawa?" tanya Shilla. "Eh, pulsaku hampir habis, nih... udah ya" ucap Sivia dan menutup sambungan teleponnya. "Alah! Sivi ngelessss!!!!" ujar Shilla marah.
Keesokan harinya di sekolah...
"Zy, si Sivia kasian juga, ya" ucap Shilla. "Mang kenapa?" tanya Ozy. "Dia ngeluh, katanya cowoknya kurang romantis" jawab Shilla kalem. "Oya?" tanya Ozy. "Iya, dia.." baru saja Shilla mau bercerita, Sivia menyapa mereka. "Hai!" "Hai... tumben gak sama Gabriel!" sahut Ozy. "Iya, lagian dia gak pernah ngejemput" sahut Sivia kalem. "Kasian... emang dia kurang romantis, ya?" tanya Ozy. "Iya... ngasih bunga gak pernah, nganterin ke sekolah gak pernah, diajak jalan aja kagak pernah, baru sekali kemaren. Dikasih hadiah paling topeng yang semalem kupake sama ini" jawab Sivia, memperlihatkan kalungnya. "Waahh!!! Bagus banget! Sivi... beruntung banget sih!!" komentar Shilla. "Iya... emang sih" sahut Sivia, tersenyum memandangi kalungnya. Sayang, bel sekolah berbunyi. Mereka pun segera berjalan ke kelas masing-masing.
Saat istirahat, di lapangan basket...
"Vin, malang banget sih lo... pantes elo dilahirin di Malang" ucap Rio kepada Alvin saat mereka bermain basket seperti biasa. "Iya emang... elu sih, beruntung banget! Suka sama Shilla, si Shilla juga kemungkinan besar suka sama lo! Gue..." sahut Alvin. "Lo... suka sama Ify, terus cuma bisa ngeliat dia dansa sama orang lain pas lo baru aja mau ngajak dia dansa..? Dan Ify terlihat jatuh cinta saat berdansa dengannya?" tanya Rio kalem, mendribble bolanya. "Iya" sahut Alvin kalem, merebut bola dari Rio. Sementara itu, Ozy sedang berbicara dengan Gabriel. "Yel, cewek lo ngeluh tuh" Ozy memberi tahu Gabriel. "Kenapa emangnya?" tanya Gabriel. "Katanya, elu kurang romantis... ngasih bunga gak pernah, nganterin ke sekolah gak pernah, diajak jalan aja kagak pernah, baru sekali kemaren. Dikasih hadiah paling topeng yang semalem dia pake sama kalung yang dia pake. Kurang romantis lu.." jawab Ozy. "Oya?" "Iya. Sekarang, gue mau nraktir cewek gue, lu disini aja mikirin gimana elu ngatasin masalah lo oke?" tanya Ozy tanpa ada niat untuk dijawab, langsung meninggalkan Gabriel. Gabriel duduk sendirian, muram dan bingung. "Yel! Kucariin ke mana-mana..." kata Sivia, capek. "Sori dah bikin kamu khawatir" sahut Gabriel dingin. "Kok, kamu jawabnya dingin gitu sih?" tanya Sivia. "Gak apa-apa, lagi mikirin sesuatu aja" sahut Gabriel kalem. "Mikirin apa?" tanya Sivia. "Apa yang kurang romantis dari aku, sampe kamu bilang kalau aku kurang romantis" jawab Gabriel kalem, membuat Sivia kaget bercampur malu. "Ta... tau dari mana?" tanya Sivia gugup, mukanya merah. "Itu gak penting, yang penting sekarang kamu kasih tau apa yang kurang dari aku" sahut Gabriel. "Ka... kalau aku ngasih tau kamu, aku gak bakal seneng, soalnya aku udah tau apa yang bakal kamu lakuin!" Sivia bangkit, air mata menggenang di wajahnya. "Siv... maaf Siv, aku gak bermaksud buat bikin kamu nangis..." ucap Gabriel khawatir, mendudukkan Sivia kembali, lalu menyandarkan kepala Sivia ke dadanya. Sivia merasa tenang kembali, merasa bahagia. "ku teringat hati, yang bertabur mimpi, kemana kau pergi cinta, perjalanan sunyi, engkau tempuh sendiri, kuatkanlah hati cinta" Gabriel mulai bernyanyi, suaranya yang merdu membuat Sivia ikut bernyanyi. "ingatkan engkau kepada, embun pagi bersahaja, yang menemanimu sebelum cahaya, ingatkan engkau kepada, angin yang berhembus mesra, yang kan membelaimu cinta..." Sivia dan Gabriel mulai menyanyi dengan suara keras, memikat anak-anak lai untuk menonton mereka. "kekuatan hati yang berpegang janji, genggamlah tanganku cinta, ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri, temani hatimu cinta.." Sivia mulai bernyanyi, mengajak Gabriel berjalan menuju tengah-tengah lapangan basket, tak sadar bahwa lebih dari 200 pasang mata memerhatikan mereka. Gabriel dan Sivia pun mulai bernyanyi lagi. "ingatkan engkau kepada, embun pagi bersahaja, yang menemanimu sebelum cahaya, ingatkan engkau kepada, angin yang berhembus mesra, yang kan membelaimu cinta..." Sivia diam, mendengarkan Gabriel menyanyi. "ku teringat hati, yang bertabur mimpi, kemana kau pergi cinta, perjalanan sunyi, engkau tempuh sendiri, kuatkanlah hati cinta..." Sivia bergabung, menyanyi bersama Gabriel. "ingatkan engkau kepada, embun pagi bersahaja, yang menemanimu sebelum cahaya, ingatkan engkau kepada, angin yang berhembus mesra, yang kan membelaimu cinta.. ingatkan engkau kepada, embun pagi bersahaja, yang menemanimu sebelum cahaya, ingatkan engkau kepada, angin yang berhembus mesra, yang kan membelaimu cinta.." mereka berhenti sebentar, sebelum melanjutkan, "kan membelaimu cinta.." Sivia dan Gabriel mengakhiri nyanyiannya, dan semua anak yang menonton mereka bertepuk tangan. Sivia dan Gabriel langsung menyadari bahwa mereka ditonton, lalu merasa kaget bercampur malu. "Hebaaattt!!! Sivia, suara kamu bagus banget!! Kenapa gak pernah nyanyi depan kita-kita?" tanya Shilla. "Mmm... yah, gak tau, deh.." jawab Sivia salting. Kriinnnggg!!! Bel menandakan istirahat telah berakhir. Gabriel menggandeng Sivia, membawanya menuju kelas.

Keesokan harinya, Sivia sangat terkejut. Ia menemukan Gabriel di depan rumahnya, siap dengan mobil jazz merahnya. Sivia keluar dari rumahnya, dan Gabriel pun menyapanya. "Hai Siv!" sapa Gabriel. "Hai Yel... kamu mau ngapain?" tanya Sivia. "Nganter kamu ke sekolah, masa' nyulik kamu?" goda Gabriel. "Culik aja... tapi dibawa ke istana, ya" goda Sivia balik. "Gak usah... susah nyari istana. Mending ngasih ini" sahut Gabriel, menunjukkan sebuah buket bunga, yang di dalamnya ada setangkai mawar putih. "!!!!! Makasih, Yel! Bagus banget!" ujar Sivia senang, mencium bau wangi mawarnya. Lalu Sivia melihat mobil Gabriel. "Yel, kamu punya berapa mobil, sih?" tanya Sivia saat Gabriel membukakan pintu mobil untuknya. "1... 2... 3... 4... 5 mobil" jawab Gabriel. "Wow" sahut Sivia saat Gabriel menutup pintu mobil. Mereka pun pergi menuju sekolah mereka.
Di sekolah...
Sivia dan Gabriel memilih untuk menunggu pelajaran pertama di dalam kelas. "SIVIAA!!!" teriak Shilla histeris. "Bentar ya Yel, si Shilla lg meledak" ujar Sivia. Gabriel hanya mengangguk. Sivia berlari ke arah Shilla. "Shill, tenang dulu... nafas, nafas.." ucap Sivia kepada Shilla. "Siv, ini serius.. liat deh" ucap Ify, memegang sebuah kertas. "Apaan nih?" tanya Sivia, mulai membaca tulisan di atas kertas tersebut.
Untuk Shilla,
Kutunggu kamu di lapangan basket.
Rio
"Haaahh???" tanya Shilla. "I... ini... surat dari kak Rio???" tanya Sivia lagi, kali ini sambil berbisik. Shilla dan Ify mengangguk. "Mmm... mending kamu tenang dulu, Shill... trus ntar aku ma Ify nemenin kamu nemuin Rio pas istirahat. Gimana?" tanya Sivia. "Oke..." jawab Shilla. "Aku balik dulu ya, ke Gabriel..." ujar Sivia. "Oke.." jawab Ify dan Shilla berbarengan. Sivia berlari ke arah Gabriel. "Hai lagi. Nunggu lama, ya?" tanya Sivia. "Gak terlalu, kok" jawab Gabriel. BRAK!! Wali kelas Sivia dan Gabriel masuk. Pelajaran pertama pun dimulai.
Saat istirahat...
"Siv, yuk... aku takut dia nunggu lama" ujar Shilla. "Oke... Iyel boleh ikut, 'kan?" tanya Sivia. "Serah" jawab Shilla. "Yuk, Yel" ajak Sivia, menggandeng tangan Gabriel. "Mesra amet dah kalian berdua" komentar Ify. Sesampainya di lapangan basket, Shilla melihat Rio telah menunggu bersama Alvin. "Kak Rio!" Ify berteriak memanggil Rio. "Wah.. dia dateng, nih... Vin, gue gugup, nih..." ujar Rio. "Tenang, good luck, ya..." hibur Alvin. "Oke..." ucap Rio. "Hai Shill" sapa Rio. Shilla hanya tersenyum, karena ia tak mapu untuk berbicara. "Mmm... boleh tinggalin gue berdua ma Shilla?" tanya Rio. "Boleh" kata Sivia sambil menarik Ify dan Gabriel menjauh. Alvin juga menjauh, dan Rio tambah gugup. "Shill... kamu cantik banget..." ujar Rio basa-basi. Shilla hanya mengangguk dan tersenyum. "Mmm... Shill, mau gak, kamu jadi cewekku?" tanya Rio. Nafas Shilla tercekat. Shilla bersusah payah untuk mengangguk. Rio memasang muka khawatir. "Kamu sakit, ya?" tanya Rio, menempelkan tangannya ke dahi Shilla. Jantung Shilla berdebar kencang. Ia tak bisa bernafas. Bersusah payah ia mengingatkan dirinya bagaimana cara bernafas. "Gak panas, tuh... ke kantin, yuk!" ujar Rio, menggandeng tangan Shilla. Jantung Shilla berdetak sangat kencang. Shilla, sekali lagi, berusaha keras untuk menganggukkan kepalanya. Mereka pun berjalan menuju kantin, tempat Sivia, Gabriel, Ify, Ozy dan Acha menunggu. "Shilla!" panggil Ify. Ia dan Sivia pun berlari menuju Shilla. "Shill, nafas Shill" ujar Sivia mengingatkan. Shilla akhirnya bisa bernafas normal. "Oke..." Shilla mencoba. "Jadi? Cerita, dong!" ujar Ify. "Aku ditembak sama kak Rio" jawab Shilla singkat.

"Hahh??? Ditembak Rio??" kata Sivia setengah berteriak. "Iya, aku ampe gak bisa napas sangking senengnya! Untung gak ampe pingsan!" sahut Shilla, mengusap-usap dadanya. "Oya? Hahaha... lebay banget deh!" komentar Ify, tertawa. "Biarin!" sahut Shilla. Sementara itu, Rio tengah berbicara dengan Alvin, sahabatnya. "Vin, kayaknya si Shilla sakit, deh... mukanya pucet gitu tadi! Trus pas gue periksa suhunya, gak panas, tuh! Kenapa, ya?" tanya Rio. "Kayaknya gara-gara elu beduaan kali ma dia... dia jadi gak bisa nafas!" jawab Alvin. "Ngaco lu!" sahut Rio, menjitak Alvin. "Hehehe... tapi selamet, ya... dapet cewek baru! Langgeng ya... jangan kayak pas lu sama Keke, jadian cuma seminggu... sama Shilla setahun, dong!" ucap Alvin. "Amiin..." sahut Rio mengaminkan. "Elu juga, semoga lu bisa jadian ma Ify trus langgeng.. setahun juga!" ujar Rio. "Amiin dah" jawab Alvin. "Tanding basket yuk?" ajak Alvin. "Males, gue pengen ngabisin waktu ma cewek gua" jawab Rio mengacuhkannya. "Ah, dasar pasangan mesra!" Alvin menjauh. Rio tertawa, lalu menghampiri Shilla dan menghabiskan waktu bersamanya. Shilla pun berusaha bersikap biasa, tidak kesulitan bernapas dan jantungnya berdetak normal, dan ia hampir berhasil.
Pulang sekolah, Gabriel menggandeng tangan Sivia. Ia mengantar Sivia pulang seperti biasa. "Siv, mau gak kamu jalan sama aku?" tanya Gabriel. "Boleh.. ke mana?" tanya Sivia balik. "Pokoknya, pake aja gaun putih santai.. aku jemput kamu jam lima, gimana?" sahut Gabriel. "Hari ini?" tanya Sivia. "Terserah. Mau malem ini boleh, besok boleh, yang penting sore jam setengah lima berangkatnya" jawab Gabriel. "Aku izin dulu, deh! Kalau gak sore ini besok" sahut Sivia. "Oke" ujar Gabriel. Sesampainya di rumahnya, Sivia meminta izin pada ibunya. "Ma, boleh gak sore ini aku jalan sama Iyel?" tanya Sivia. "Ke mana? Sampai kapan?" tanya ibunya. "Gak tau, dia gak ngasih tau aku" jawab Sivia. "Ya udah, boleh aja... tapi bilang sama Iyel, pulanginnya maksimal jam sepuluh malem" sahut ibunya. Sivia pun menuju kamarnya, mengambil HPnya, dan memberitahu Gabriel bahwa ia akan pergi dengannya sore ini dan bahwa ia harus pulang jam sepuluh malam maksimal. Sivia berjalan ke kamar mandinya, mandi, lalu mandi sebentar, mengulur-ulur waktu sampai Gabriel datang dan menjemputnya. Sivia melirik jam. Masih 30 menit lagi, pikirnya. Sivia pun memakai gaun putih yang dipakainya saat liburan untuk santai, jins selututnya, dan bando putihnya. Tak lupa ia memakai sandal gladiator putihnya, lalu ia menonton TV tanpa niat, hanya mengulur waktu saja. Akhirnya, jam setengah lima datang juga. Tepat pada saat itu, Sivia melihat Gabriel datang lewat jendela kamarnya. Sivia menyambar tas biru mudanya dan berlari keluar rumahnya. Saat Sivia meihat Gabriel, napasnya tercekat. Gabriel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Gabriel ganteng banget... pikir Sivia. "Hai" kata Sivia pada akhirnya. Gabriel tersenyum. "Sudah siap untuk berangkat?" tanya Gabriel. "Iya" jawab Sivia singkat. "Yuk!" Mereka pun menaiki mobil Mercedes Benz hitam Gabriel menuju...

... menuju sebuah pantai yang berada tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Sesampainya di sana, mereka langsung bermain, baercanda, tertawa, dan lain-lain. Pantai itu begitu indah, dengan hamparan pasir putih dan laut bening, menampilkan terumbu karang yang indah di bawahnya. Sivia merasa bahagia berada di sana, apalagi di sampingnya ada Gabriel, cowok yang sangat dicintainya. Sivia bersandar di dada Gabriel, lalu mulai menyanyi karena bosan. "Memandang wajahmu cerah, membuatku tersenyum senang, indah dunia... tentu saja kita pernah mengalami perbedaan, kita lalui..." Sivia bernyanyi, membuat Gabriel ikut bernyanyi. "Tapi aku merasa... jatuh terlalu dalam cintamu... ku tak akan berubah... ku tak ingin kau pergi... s’lamanya.. ku kan setia, menjagamu, bersama dirimu, dirimu, sampai nanti, akan s’lalu, bersama dirimu..." Gabriel bangkit, mengajak Sivia ikut bangkit. Sekarang giliran Sivia untuk mendengar suara indah Gabriel, jadi ia diam. "Saat bersamamu kasih, ku merasa bahagia... dalam pelukmu.." kali ini Sivia ikut menyanyi. "Tapi aku merasa... jatuh terlalu dalam cintamu... ku tak akan berubah... ku tak ingin kau pergi... s’lamanya.. ku kan setia, menjagamu, bersama dirimu, dirimu, sampai nanti, akan s’lalu, bersama dirimu.." Gabriel diam, kini Sivia bernyanyi. "Seperti yang kau katakan, kau akan selalu ada" "Kau akan selalu ada" "Menjaga memeluk diriku, dengan cintamu... dengan cintamu..." Gabriel pun ikut menyanyi. "Ku kan setia, menjagamu, bersama dirimu, dirimu, sampai nanti, akan s’lalu, bersama dirimu.." Gabriel pun diam, membiarkan Sivia mengakhiri lagunya. "Saat bersamamu kasih... ku merasa bahagia... dalam pelukmu..." Sivia mengakhiri lagunya, lalu memeluk Gabriel. Gabriel merangkulnya, dan mereka pun berjalan menuju ujung tebing yang bisa melihat laut, dan duduk di sana, memandangi indahnya matahari saat ia tenggelam. Sivia menyandarkan kepalanya ke pundak Gabriel. "Siv, mau gak kamu janji sama aku?" tanya Gabriel. "Janji apa?" tanya Sivia balik. "Janji kalau kamu bakal jujur sama aku tentang perasaan kamu" jawab Gabriel. "Oke... selama kamu menepati janji kamu" sahut Sivia. "Janji apa?" tanya Gabriel. "Janji kalau kamu bakal cinta sama aku apa adanya, sampai aku enggak ada atau aku udah jadi milik orang lain" jawab Sivia. "Oke" sahut Gabriel singkat, merangkul Sivia dan mengajaknya ke hamparan pasir putih di belakang mereka. "Di sini bahaya, aku takut kamu jatoh" Gabriel memberikan alasan. Mereka pun berjalan menuju pasir putih, dan mereka duduk disana. Sivia menyandarkan kepalanya ke pundak Gabriel, dan Gabriel merangkulnya. Saat itu mereka benar-benar bahagia, dan seandainya saja mereka berdua bisa menghentikan waktu, mereka pasti sudah melakukannya.
Beberapa jam kemudian, Gabrel terbangun dan menyadari Sivia tertidur dengan kepala Sivia bersandar di dadanya. Rupanya, ia dan Sivia ketiduran! Gabriel tidak ingin membangunkan Sivia, tetapi karena ini sudah jam sembilan malam, ia memutuskan bahwa ia harus membangunkannya untuk membawanya pulang. "Siv, bangun Siv, udah jam sembilan" ucap Gabriel lembut sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sivia. Sivia pun bangun. "Siv, pulang, yuk... liat, tuh... kamu udah ngantuk! Lagian ini udah jam sembilan, ntar ibumu khawatir lagi!" ujar Gabriel lembut. "Yuk" sahut Sivia singkat, berjalan menuju mobil Mercedes Benz hitam milik Gabriel. Mereka pun pulang.
Keesokan harinya, terlihat cinta bersemi di mana-mana. Sivia berjalan sambil bergandengan tangan dengan Gabriel, Rio berjalan sambil merangkul pundak Shilla, dan Ozy dan Acha sedang terlihat berbincang-bincang mesra di bangku taman. "Mesra amet, sih... gue jadi iri!" ujar Alvin kepada Ify, karena mereka ditinggal sama sahabatnya yang sedang asyik sendiri, pacaran. "Iya... kita?? Ditinggalin!" sahut Ify. "Au, tuh... kasian banget sih gue, pantesan gue dilahirin di kota Malang" komentar Alvin. "Kamu dari Malang?" tanya Ify. "Iya. Baru tau?" tanya Alvin. "Iya" jawab Ify jujur. Mereka pun berbincang-bincang denganseru, sampai Cakka lewat di depan mereka. Alvin menyadari Ify tersenyum memperhatikan Cakka. Maka, Alvin pun memutuskan untuk ke kelas saja. "Gue cabut" katanya dengan dingin. Kenapa sih, tuh anak? Tadi seru banget, sekarang dingin amet! Pikir Ify. Ify pun langsung cabut juga.

Saat istirahat...

"Ri, gue gak mau tau, yang jelas gue pengen cerita sesuatu ama lo!" ujar Alvin memaksa Rio. "Aelah, besok aja napa ya? Gue mo ktemu ma Shilla!" sahut Rio. "Ri, lo tuh sejak jadian ma Shilla gak peduliin gue, sahabat lo, lagi! Lo tuh malah sibuk aja ngegombal-gombalin cewek lo! Kasian si Shilla, ketemu ama lo gak bisa napas, kasih dia waktu buat napas gitu 'kan gampang!! Kalo lo bener-bener cinta ma dia, lo ngertiin dia juga, dong! Kalo dia ampe tau kita dah gak sobatan lagi lo bisa mikirin gak gimana perasaan dia??" ucap Alvin marah-marah. "Iya iya ah! Lo stress, ya? Apa perlu gue bawa ke RSJ?" tanya Rio. "Iya gue stress! Kalo tu RSJ bisa nyembuhin gue, lo gak usah repot-repot nganter gue ke sana! Gue bisa sendiri ke sana!" Alvin tambah marah. "Udahlah, daripada lo meledak mending skarang lo cerita aja ke gue, kenapa, sih lo bisa ngeledak-ledak kayak gini?" Rio memberi solusi. Alvin menghembuskan napas panjang untuk menyabarkan diri, lalu memulai ceritanya. "Gue cemburu berat" ujar Alvin. "Ha? Gue gak salah denger, kan?? Masa, sih... Alvin Jonathan Sindunata cemburu??" Gimana ceritanya, tuh?" tanya Rio. "Iya, lo emang gak salah denger... Jadi gini, tadi, pas ada tiga pasangan yang sedang mesra-mesranya, (Rio kesindir) gue ama Ify ngobrol, sebagai Sesama-Sahabat-Yang-Dibuang-Gara-Gara-Sahabatnya-Pacaran. Nah, lagi asik-asik ngobrol, si Cakka lewat! Nah, si Ify tuh ngeliatin Cakka kayak ngeliatin malaikat di surga! Jelaslah gue cemburu!" cerita Alvin. "Ooh... jadi, lo cemburu gara-gara si Ify suka ma Cakka?" tanya Rio, memastikan. "Iya" jawab Alvin singkat. "Nasiibbb..." sahut Rio, menepuk pundak Alvin. "Kurang asem!" sahut Alvin kalem. Mereka pun bermain basket seperti biasa. Sementara itu, Shilla sedang mengobrol dengan kedua sahabatnya. "Tumben Shill, Vi, lo bedua gak digombal-gombalin ma pacar lo lo bedua!" komentar Ify. "Au tuh... si Rio tumben gak gombal-gombalin elu Shill!" sahut Sivia. "Iya... nyadar kali ya dia gue gak bisa napas kalo beduaan aja ma dia?" tanya Shilla. "Iya kali" sahut Sivia. "Baguslah! Jadi lo lo gak nyekin gue lagi! Asik-asik..." ucap Ify senang. "Iya..." sahut Sivia. "Eh, tuh... si Cakka lewat!" kata Shilla, menunjuk arah Cakka. "Ify pun memandanginya, seperti memandangi malaikat di surga..." ujar Sivia, berpura-pura menjadi narator. Ify menatapnya dengan tatapan marah. Shilla dan Sivia pun tertawa bersama.

"Ozyyy!!!!" panggil Sivia. "Paan?" tanya Ozy. "Zy, aku pingin bicara, tentang rencana kita itu!" sahut Sivia. "Ooh... Kapan persiapannya?" tanya Ozy. "Lusa aja..." jawab Sivia. Mereka pun berbisik-bisik. Gabriel yang sedari tadi menatap mereka dengan perasaan cemburu yang membara di hatinya menghampiri Sivia. "Siv, pulang, yuk!" ajak Gabriel. "Kamu pulang aja duluan... aku mau pulang bareng Shilla ma Ify" sahut Sivia. Gabriel diam saja dan pergi. Ia tidak bisa menyahut, karena hatinya dipenuhi dengan perasaan cemburu. Kenapa si Sivia sama Ozy bisa langsung sedeket itu? Apa bener, Sivia suka sama Ozy? Gak mungkin! Kalau dia suka, kenapa dia jadian sama gue? Apa dia jadian ma gue cuman buat bikin cemburu si Ozy?? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui pikiran Gabriel pada saat perjalanan pulang. Sesampainya di kamar, ia langsung berteriak sekuat-kuatnya "AAAAHHHH!!!!!!!" untung kamarnya kedap suara, jadi teriakannya tidak terdengar oleh ibu dan tetangganya. "Kenapaaa????? Siviaaa!!!! Jawab guee!!!! Lo suka sama Ozyyyy???" teriak Gabriel stress. Bayangan Sivia dan Ozy menari-nari di pikirannya. Gabriel menutup kepalanya dengan bantal, berteriak-teriak gak jelas sampai ia tertidur.

Mimpinya juga tidak menenangkan, ia bermimpi Sivia dan Ozy bergandengan tangan di pantai tempat Sivia dan Gabriel pergi.

"Hah!" teriak Gabriel, bangun dari tidurnya. Gabriel melirik jam, melihat jarum panjang di angka dua belas dan jarum pendek di angka sebelas. Napasnya ngos-ngosan, karena baru saja bermimpi buruk. "Hah... hah... gue ketiduran?" tanyanya pada dirinya sendiri. "Huuhh... Ozy! Elo bukan sobat gue lagi!!" teriaknya, lalu melirik ke arah gitarnya, mengenang saat-saat ia bernyanyi untuk Sivia untuk pertama kali di kamarnya, tersenyum. Ia pun segera melanjutkan tidurnya, memimpikan Sivia dan saat-saat indah bersamanya. Gabriel tersenyum dalam tidurnya.

Keesokan harinya, Sivia bingung setengah mati. Gabriel begitu manis kepada dirinya, tetapi kepada Ozy? Ozy di cuekin sama dia habis-habisan! Dan satu lagi, walaupun Gabriel begitu manis padanya, ia juga berlaku dingin, Membuat Sivia Pada saat istirahat, Sivia menjauh dari mereka berdua, dan hanya meluangkan waktu untuk menerima masalah dari teman-temannya dan memberikan solusi. Setidaknya, itu bisa mencegahnya untuk tidak memikirkan Gabriel, juga untuk menyingkirkan Gabriel dari sisinya. Kupikir, dia kurang romantis. Sekarang, dia terlalu romantis! Urrgghhh! pikir Sivia, menggelengkan kepalanya. Ahhh!!! gue stressssss!!!! pikir Sivia, mengacak-acak rambutnya. Sementara itu, Alvin melaksanakan rencananya untuk PDKT dengan Ify. Tenang, Vin... tenang! Inget, lo tuh cowok yang disukain banyak cewek! Pasti dia bakal langsung mau ama lo... pikir Alvin, menenangkan dirinya. "Hai, Fy! Sendirian?" tanya Alvin. "Iya" jawab Ify singkat. "Emangnya Shilla sama Sivia ke mana?" tanya Alvin. "Si Shilla lagi gombal-gombalan sama kak Rio, si Sivia kayaknya lagi stress... aku tinggal sendiri aja" jawab Ify. "Oh... " sahut Alvin. "Tumben gak main basket sama kak Rio" ucap Ify. "Iya, dia lagi sibuk, tuh... ngurusin ceweknya. Padahal udah gue bilang, si Shilla tuh gak bisa napas kalo beduaan aja ma dia" sahut Alvin, menggeleng-gelengkan kepalanya. "Iya, si Shilla curhat, katanya dia ampe gak bisa napas, jantung loncat-loncat. Untung gak ampe pingsan" kata Ify, mengusap-usap dadanya. "Hahaha... emang nasib!" ujar Alvin tertawa. "Iya... tumben kamu ngajak aku ngobrol" ujar Ify, menatap Alvin lekat-lekat. "Yah... sebagai Sesama-Sahabat-Yang-Dicuekin-Gara-Gara-Sahabatnya-Pacaran, dan satu lagi gue gak ada temen." sahut Alvin. "Ooh" sahut Ify singkat. Mereka pun mengobrol sampai istirahat habis.

Saat pulang sekolah...

"Vi, mau pulang bareng?" tanya Gabriel. "Boleh!" sahut Sivia, pusing. "Yuk" mereka pun jalan berdua, berpegangan tangan seperti biasa, tetapi mereka diam saja, tidak seperti biasa. Mereka pun sampai di rumah Sivia, dan Gabriel memberinya mawar, kali ini mawar merah. Sivia tersenyum. "Besok mawar apa? Mawar biru?" tanya Sivia. "Gak, kalau ada udah kukasih dari kemaren-kemaren!" jawab Gabriel. Sivia tersenyum. "Yel, besok pas istirahat aku pingin dengerin kamu nyanyi, boleh, gak?" tanya Sivia. "Apa pun untuk Sivia" jawab Gabriel, tersenyum. Sivia tersenyum sambil mencium bau bunga mawar merah yang diberi Gabriel untuknya, lalu masuk ke dalam rumah tersayangnya.

Keesokan harinya di sekolah, tepatnya pada istirahat, Alvin mulai lagi PDKT dengan Ify. "Hai Fy! Sendirian?" tanya Alvin. "Iya, si Shilla lagi mesra ma kak Rio, si Via lagi dengerin Iyel nyanyi di ruang musik" jawab Ify kalem. "Balik lagi deh kita jadi Sesama-Sahabat-Yang-Dicuekin-Gara-Gara-Sahabatnya-Pacaran!" sahut Alvin. "Iya, tau tuh!" ujar Ify. Sementara itu, di ruang musik tempat Sivia sedang mendengarkan nyanyian Gabriel... Sivia sedang melihat Gabriel memegang gitar setelah memakan waktu semenit untuk menemukannya, dan mulai memainkannya. "Segenap hatiku selalu memujamu, seluruh jiwa kupersembahkan untukmu, sepenuh cintaku merindukan dirimu, seutuh gejolak membakar hatiku..." Gabriel memainkan gitarnya lagi, sebelum melanjutkan, "Seperti cahaya hadirmu di duniaku, seperti ribuan bintang yang menghujam jantungku, O.. ow.. o.. ow..... kau membuatku merasakan, indahnya jatuh cinta, indahnya dicintai, saat kau jadi milikku, oh, takkan kulepaskan, dirimu oh cintaku, teruslah kau bersemi, di dalam lubuk hatiku..." Sivia tersenyum saat Gabriel berhenti untuk memainkan gitarnya. "Seperti cahaya hadirmu di duniaku, seperti ribuan bintang yang menghujam jantungku..." Gabriel mengakhiri lagunya, lalu tersenyum kepada Sivia yang ada di sampingnya. Gabriel menunjukkan sesuatu kepada Sivia. "Mawar kuning?" tanya Sivia. "Iya" jawab Gabriel. "Aku maunya warna biru" sahut Sivia. "Gak ada, kucari gak ada, sori" ujar Gabriel. "Gak pa pa... lagian juga mawar biru itu di sebut 'Mawar Impian', soalnya emang gak ada" ujar Sivia sambil menjulurkan lidahnya.

Pulang sekolah, Gabriel mengajak Sivia untuk pulang bersama seperti biasa, yang ditolak halus oleh Sivia, tidak seperti biasa. "Kenapa?" tanya Gabriel saat Sivia menolak ajakannya. "Aku mau jalan sama temen pulang sekolah, gak pa pa, 'kan?" jawab Sivia. "Iya, kok... ya udah, sampai ketemu besok pagi!" sahut Gabriel, meninggalkan Sivia. Setelah Gabriel jauh, Sivia menghampiri Ozy. "Hai... siap buat jalan?" tanya Sivia. "Iya. Yuk, langsung aja!" jawab Ozy. Mereka berdua pun segera menuju ke mall terdekat, membeli keperluan mereka untuk sesuatu. Mereka bercanda bersama dan tertawa bersama. Malangnya, ketika Sivia tersandung sesuatu dan ditahan oleh Ozy, seseorang yang mereka kenal melihatnya. "Sivia?" tanya orang tersebut, memastikan. "Ga... Gabriel?" sahut Ozy dan Sivia bersamaan, lalu Sivia langsung berdiri.

Ozy, Sivia, dan Gabriel bingung. Mereka tak menyangka akan ada kejadian seperti ini. Sivia dan Ozy tidak menyangka akan bertemu Gabriel, sedang Gabriel tidak menyangka Sivia dan Ozy bakal jalan berdua seperti ini. Akhirnya, Gabriel pulih dari keterkejutannya dan menghardik mereka. "Lo bedua jahat! Gue kira selama ini lo bedua setia, ternyata gue salah! Lo berdua ternyata bisa-bisanya jalan berdua gini, mesra-mesraan bedua! Heh, lo bedua tuh udah punya pacar!" hardik Gabriel. "Yel, apa yang lo liat tuh bukan seperti apa yang lo pikir, Yel... gue ma Sivia tuh mau belanja bentar doang, buat bikin surprise seseorang" jelas Ozy, berusaha berdamai. "Alah! Ngeles lo Zy! Udahlah, jujur aja, lagian lo berdua udah ketangkep basah!" teriak Gabriel, membuat semua orang yang berada di dekat mereka menoleh ke arah mereka. Sivia tidak bisa lagi membendung emosinya. "Trus lo maunya apa, hah? Gue ma Ozy bilang ke lo semua hal yang ga kita lakuin?? Asal lo tau, gue ma Ozy tuh gak ngasih tauin lo soalnya ini tuh buat ultah lo! Batal deh semua! Makan tuh kue (Sivia melempar plastik berisi bahan-bahan kue ke Gabriel)!! KITA PUTUS!!!!" teriak Sivia, lalu menangis. Gabriel shock. Ia tidak berpikir sebelum bertindak, dan lihat hasilnya! Sivia, orang yang dicintainya marah kepadanya, persahabatannya dengan Ozy rusak, dan ia malu sekali karena ditonton banyak orang. Karena Sivia begitu marah kepadanya (sampai-sampai dia ngomong gue-lu, padahal bisanya ngomong aku-kamu, pikir Gabriel), Gabriel memutuskan untuk meminta maaf ke Sivia dan Ozy besok pagi, untuk memberi waktu agar mereka bisa mendinginkan kepala mereka.

Esoknya....

Gabriel meminta maaf kepada Sivia dan Ozy. Pertama-tama, ia meminta maaf kepada Ozy. "Zy, gue minta maaf ya... gue gak tau, gue gak pikir panjang..." ucap Gabriel, menundukkan kepala. "Iya, lagian gue juga salah, kok... ngapain gue berdua aja ma Sivia? Harusnya gue kan ngajak Acha atau Shilla apa Ify gitu, atau Rio atau Alvin... sori ya" mereka berdua pun berdamai. Kedua, ia meminta maaf ke Sivia, tetapi tak semudah yang ia bayangkan. "Siv, gue bener-bener minta maaf... gue gak pikir panjang kemaren, dan...." baru saja kata-kata tersebut keluar dari mulut Gabriel, Sivia langsung memotongnya. "Gue gak mau maafin lo! Lo cowok brengsek, gak pikir panjang dulu sebelum bertindak, trus gak percaya apa kata-kata sobat lo sendiri!" Shilla dan Ify yang melihatnya hanya bisa melongo. Gabriel pun pergi dengan muka putus asa. "Siv... kamu kenapa sama Iyel? Kok, marah?" tanya Ify. "Iya... biasanya lo kan berdua gombal-gombalan sangking mesranya!" sambung Shilla. "Jadi gini..." Sivia menceritakan semuanya yang ada di mall. "Ooh... hebat kamu Siv, lempar gituan!" komentar Ify. Mereka pun berbincang-bincang sampai wali kelas mereka masuk dan memulai pelajaran.

Saat istirahat, Alvin pun memulai PDKT-nya dengan Ify, seperti biasa. Kejadian ini terus berulang selama seminggu. Sivia dan Gabriel berantem, Alvin PDKT ke Ify. Setelah seminggu berlalu, Alvin mengobrol lagi dengan Ify. Tetapi, kali ini Alvin membawa buket bunga. "Hai Fy... nih buat elo" sapa Alvin, memberi Ify bunganya. "Makasih.. bagus! Tumben bawa bunga" komentar Ify. "Iya... soalnya gue pengen nanya sesuatu ke elo" sahut Alvin. "Nanya apa?" tanya Ify. "Nanya... mau gak, lo jadi pacar gue?" tanya Alvin. "Ha? Kamu nembak aku?" tanya Ify. "Iya" jawab Alvin singkat. "Aku bakal ngasih tau jawabannya kalau kamu mengatakannya keras-keras di lapangan" sahut Ify. "Oke" jawab Alvin singkat, lalu berjalan menarik Ify ke lapangan. Ify sih nurut-nurut aja. "Woi semuanya! Gue mau bicara, dan gue pengen lo semua jadi saksinya!" teriak Alvin begitu keras sampai semua orang yang mendengarnya menengok. Ify hanya senyum-senyum sendiri. "Gue cuma mau bilang, Ify, mau gak lo jadi pacar gue?" tanya Alvin setengah berteriak. Ada yang berteriak, 'Terima, terima, terima!' ada juga yang teriak, 'Cieee!!!' ada juga yang patah hati (Kalau kasus ini banyak banget). Senyum Ify semakin lebar, lalu ia berkata, "Sori, gue udah punya cowok!" sahut Ify, meninggalkan Alvin yang mematung di tengah lapangan, malu karena semua orang menertawakannya. Sivia dan Shilla tertawa. "Fy... kejam banget sih kamu!! Kamu kan gak punya cowok!!" ujar Sivia, tertawa. "Iya... jadi inget Ify yang waktu di SMP dulu!!" sahut Shilla. "Iya! Ify yang dulu 'kan selalu ngerjain orang yang dia sebelin habis-habisan, ampe guru juga kena!" sahut Sivia. "Iya, inget gak yang waktu si Ify ngerjain cowok yang udah jadiin dia taruhan? Gila aku ketawa ngakak sengakak-ngakaknya!" ujar Shilla, mengenang masa-masa SMP. "Iya! Yang pas dia disuruh nunggu di toilet cewek, trus tiba-tiba kedengeran suara cewek teriak, ternyata dia ketauan masuk toilet cewek! Dihukum diskors tiga hari!" ucap Ify, tertawa. "Kejam banget sih kamu Fy... dia kan masih cinta ama kamu...!!!" komentar Sivia. "Biar! Biar tau rasa tuh, gimana hukumannya kalo jadiin aku taruhan!" sahut Ify. "Wah... kayaknya bakal ada yang dikerjain habis-habisan nih sama Ify!" ujar Shilla. "Siapa?" tanya Sivia. "Alvin!" jawab Shilla. Mereka tertawa ngakak.

Selama tiga hari ke depan dari kejadian Alvin-Nembak-Ify-Terus-Di-Tolak-Mentah-Mentah-Sekaligus-Dikerjain, kejadian yang seru hanyalah Ify yang ngerjain Alvin habis-habisan (salah satunya Ify memakai jurus yang ia gunakan kepada cowok yang bikin dia jadi barang taruhan) dan Gabriel yang minta maaf ke Sivia tanpa kenal lelah. Hari ini, Rio dan Shilla yang bikin heboh sekolah. Hari itu bakal ada konser nge-jam bareng anak SMP dan SMA Favorit 3. Rio dan Shilla daftar sebagai pasangan duet (diem-diem sih... yang tau cuman Ify, Sivia ma Alvin), dan Sivia mendaftar untuk menyanyi solo (terpaksa... sebagai ongkos biar Ify mau ngerjain Gabriel habis-habisan kayak Alvin), dan Gabriel mendaftar solo, seperti Sivia.
Acara itu dimulai setelah pembukaan acara yang sangat-sangat membosankan untuk anak-anak, tetapi anak-anak tetap gembira karena tidak ada pelajaran hari itu (sehari penuh acaranya). Setelah beberapa pertunjukkan, tiba akhirnya Rio dan Shilla tampil. Anak-anak langsung bersorak, tidak menduga salah satu cewek tercantik akan berduet dengan pacarnya di hadapan mereka. "Mmm... gue ma Shilla disini mau nyanyiin lagu untuk lo semua, dengerin ya" ucap Rio (pidato singkat, komentar Alvin). Mereka pun mulai menyanyi. "Do you hear me, I'm talking to you... across the water.. across the deep, blue, ocean... under the open sky, oh my, baby I'm trying" Rio mulai menyanyi, membuat cewek-cewek pada teriak semua. "Boy I hear you in my dreams.. I feel your whisper across the sea... I keep you with me in my heart, you make it easier when life gets hard" Shilla mulai menyanyi. "I'm lucky I'm in love with my best friend, lucky to have been where I have been, lucky to be coming home again.... Ooohh... ooooh... oooh... oooh... ooh... ooh... ooh... ooh..." Shilla dan Rio bernyanyi bersama. "They don't know how long it takes, waiting for a love like this. Every time we say goodbye, I wish we had one more kiss. I'll wait for you I promise you, I will" Shilla bernyanyi. "I'm lucky I'm in love with my best friend, lucky to have been where I have been, lucky to be coming home again... lucky we're in love every way, lucky to have stayed where we have stayed, lucky to be coming home someday..." bersama Shilla Rio bernyanyi. "And so I'm sailing, through the sea... to an island where we'll meet, you'll hear the music fill the air... I'll put a flower in your hair" Rio bernyanyi. "Though the breezes through trees... move so pretty you're all I see... as the world keeps spinning round.. you hold me right here right now" Shilla bernyanyi. "I'm lucky I'm in love with my best friend, lucky to have been where I have been, lucky to be coming home again... I'm lucky we're in love every way, lucky to have stayed where we have stayed, lucky to be coming home someday.. Ooohh ooooh oooh oooh ooh ooh ooh ooh... Ooohh ooooh oooh oooh ooh ooh ooh ooh..." Rio dan Shilla mengakhiri lagunya, disambut dengan tepuk tangan dan sorakan dari para penonton. "Ya, itu tadi penampilan dari Rio (nada suara sinis) dan Shilla yang sangat cantik!! (nada suara manis)" ujar MC, lalu merangkul Shilla. "Heh! Punya gue! Kalau mau cari ndiri!" ucap Rio marah, mengepalkan tangannya, hendak memukul MC kurang ajar tersebut. Untung dihalangi oleh Shilla. "Udah... jangan berantem!" cegah Shilla. "Lo beruntung CEWEK GUE nenangin GUE!!" ujar Rio (kata-kata yang di caps diteriakin Rio buat nyindir si MC). Semua penonton tertawa lepas. "Ya... setelah penampilan dari cowok aneh dan cewek cantik, sekarang waktunya Sivia menyanyi!!" ujar MC, yang disambut dengan sorakan dan tepuk tangan penonton, gara-gara waktu Sivia sama Gabriel nyanyi sebelum cahaya bagus banget. "Sekat hati, tak menahan jua... lelah aku pada setiaku.. mengapa kau datang, memberiku cinta" Sivia mulai menyanyi, suaranya yang indah membuat para penonton bertepuk tangan. "Oh inikah indah mendua... haruskah, kuhempas... jangan kau tanya, kan cinta untukmu, disini yang ada dirimu... adakah benarnya, janji diatas ingkar, disana yang ada ragu..." Sivia berhenti sebentar, sebelum melanjutkan, "Oh inikah indah mendua... pergi saja pergi, bawa jauh cintamu... kutahu ini tak adil untukmu... sesalkan, adanya... jangan kau tanya, kan cinta untukmu, disini yang ada dirimu... adakah benarnya, janji diatas ingkar, disana yang ada ragu..." Sivia behenti lagi, dan melanjutkan, "Bukankah kita mengerti, dan kita sadari janji, ‘kan hindari cinta" Sivia berhenti, mendengarkan musik yang panjannggg... sekali (gak panjang-panjang juga sih) "jangan kau tanya, kan cinta untukmu, disini yang ada dirimu... adakah benarnya, janji diatas ingkar, disana yang ada ragu... jangan kau tanya, kan cinta untukmu, disini yang ada dirimu... adakah benarnya, janji diatas ingkar, disana yang ada ragu... ~ Disana yang ada, ragu~…" Sivia mengakhiri lagunya, disambut dengan tepuk tangan para penonton dan sorakan serta jeritan mereka. Sivia hanya tersenyum, memandang Ify yang mengangguk kepadanya, isyarat bahwa ia setuju mengerjai Gabriel.

"Ya! Itu dia penampilan indah dari Siviaa!!!" ujar MC, merangkul Sivia. Gabriel yang ada di samping mereka (sayap panggung... gak deket-deket banget) menatap MC dengan tatapan tajam. MC menyadari hal itu langsung melepas rangkulannya, tetapi Sivia yang menyadarinya memeluk MC. Gabriel yang malang hanya bisa menatap mereka dengan tampang memelas, sedang Shilla dan Ify tertawa. "Oke, sekarang kita tampilkan... Gabriel!!!" kata MC setelah dipeluk oleh Sivia. Sivia memasang tampang BT di mukanya dan melangkah keluar dari panggung. Gabriel melangkah menaiki panggung, lalu langsung menyanyi (ia membawa gitarnya, jadi ia memainkan gitarnya dulu baru menyanyi). "Oh ini kisah sedihku, ku meninggalkan dia, betapa bodohnya aku... dan kini aku menyesal, melepas keindahan, dan itu kamu" Gabriel berhenti menyanyi sebelum melanjutkan, "Tuhan tolonglah aku, kembalikan dia, ke dalam pelukku, karena ku tak bisa, mengganti dirinya, ku akui jujur aku tak sanggup, sungguh aku tak bisa..." Gabriel berhenti sebentar lagi. "Dan tlah ku jalani semua, cinta selain kamu, tapi tak ada yang sama, beribu cara kutempuh, tuk melupakan kamu, tapi tak mampu... Tuhan tolonglah aku, kembalikan dia, ke dalam pelukku, karena ku tak bisa, mengganti dirinya, ku akui jujur aku tak sanggup, sungguh aku tak bisa... oooo, sungguh aku tak bisa... jujur aku tak sanggup... sungguh aku tak bisa... huuuuu, yeeeee" Gabriel mengakhiri lagunya, disambut dengan sorakan dan tepuk tangan penonton, dan senyum manis dari Sivia. "Cie... masih suka lu?" tanya Ozy, melihat senyum Sivia. "Sama suaranya doang... orangnya enggak" sahut Sivia kalem. "Ngelesnya bisa banget..." ujar Acha. Ozy tertawa, lalu menggandeng tangan Acha. "Ke kantin, yuk!" ajak Ozy. "Yuukk..." sahut Acha. "Ikuuttt!!!" ujar Shilla, menarik tangan Rio yang sedari tadi menggandengnya, waspada jika ada cowok yang kayak si MC tadi. "Kita jugaa!!" ujar Ify, bermaksud menggandeng tangan Sivia, tetapi malah Alvin yang dia gandeng. Alvin senang, tentunya, dan Sivia hanya senyum susah payah menahan tertawa.
Di kantin...
Ify baru sadar ia menggandeng tangan Alvin. "Ify cemiinnggg!!!" goda Shilla. "Heh! Ngapain kamu megang tanganku?!" tanya Ify stress. Alvin tidak menjawab, hanya senyum-senyum saja. Malah Sivia yang menjawab pertanyaan Ify. "Lah, bukannya kamu yang megang tangannya Alvin?" tanya Sivia balik. Ify tambah malu. "Aku tuh ngegandeng tangan kamu, Siv.. bukan tangan dia!!" Ify ngeles. "Salah gandeng, kali!" celetuk Rio. "Iya kali, ya? Pantesan, kok tangannya Sivia beda..." sahut Ify. "Hahaha... Ify... Ify...." komentar Acha, dan mereka semua pun tertawa lepas. Mereka pun memesan makanan. "Eh, Yo, Shill, Cha, Zy, lo lo semua ya yang bayar!" ujar Alvin. "Lah... kok?" tanya mereka. "PAJAK JADIAN!! Belom bayar lo semua!" jawab Alvin. "O iya, ya..." komentar Sivia. "Sivia juga, dong! 'Kan dia jadian ma Iyel!" ujar Ozy, menatap Sivia. "Tagih aja ke Iyel... susah met!" sahut Sivia sewot. Mereka pun melanjutkan makan. sampai waktunya pulang. Sementara itu, Gabriel sibuk nyariin semuanya, tapi gak ketemu-temu soalnya dia lupa cek di kantin. Malangnyaa...
Akhirnya, Gabriel pun ingat tempat yang bernama 'kantin', dan kebagian cuma pas bayarnya doang, alesannya bayar pajak jadian. Setelah membayar bagiannya, ia pun mengejar Sivia yang cabut tadi. Yang lain ikut aja, si Ify tapi nyusul, ditunggui oleh Alvin yang setia padanya. Lalu mereka menyusul, tapi sialnya mereka gak tau ke mana yang laen pergi, jadi mereka nunggu aja di kolam sekolah. Tiba-tiba, Ify kepeleset dan terjatuh ke kolam, tenggelam! Sementara itu, Sivia sedang dikejar-kejar rombongan penasaran dan Gabriel. "Siv! Tunggu! Gue minta maaf!" teriak Gabriel, yang tidak diacuhkan oleh Sivia. Gabriel terus-menerus berteriak seperti itu, sehingga Sivia tak tahan. "Udahlah!! Diem napa, sih??!! Gue pusing!" teriak Sivia, langsung melangkah ke zebra cross, tidak melihat ada mobil yang sedang melaju ke arahnya. "Sivi...." baru saja Gabriel akan memperingatkan Sivia, peristiwa yang ia akan peringatkan keburu terjadi. "SIVIAAA!!!!!!!!" teriak Gabriel, Shilla, Rio, Acha, dan Ozy berbarengan. Shilla dan Acha shock, terduduk di jalanan. Gabriel juga shock, menatap tubuh Sivia yang bersimbah darah karena tertabrak mobil. Sedang mobil yang menabrak Sivia tadi kabur!

Gabriel segera pulih dari shock nya, lalu melihat mobil yang tadi menabrak Sivia kabur. "Woooiii!!!!!!!!! Tanggung jawab looo!!!!!! Siniii!!!!!!!! Eh, lo tuh abis nabrak orang gak tanggung jawab!! Sini looo!!!!!!" teriak Gabriel. Tapi percuma, mobil itu tetap kabur. Gabriel putus asa, lalu menggendong Sivia yang bersimbah darah. "Zy, Yo, lo berdua mending tenangin cewek lo berdua, gue mau bawa dia ke rumah sakit. Gak jauh, kok, dari sini. Daripada nungguin ambulans datengnya lama, mending gue bawa aja dia, kabarin Alvin sama Ify, ya" ujar Rio. "Oke..." sahut Ozy, lalu menarik Rio ke arah kedua cewek mereka yang sedang shock karena melihat teman dekat mereka tertimpa peristiwa strategis dan menenangkan mereka.
Sementara itu, Ify sedang tenggelam, berusaha untuk berenang ke pinggir. Tetapi ia tak bisa, karena Ify tak bisa berenang. Akhirnya Alvin menyadarinya, lalu segera melompat ke arah Ify dan menyelamatkannya. Ify sudah menelan cukup banyak air, karena itu Alvin berusaha mengeluarkan air dari tubuhnya. Tapi itu belum cukup, karena Ify terlalu banyak menelan air. Akhirnya Alvin memberinya pernafasan buatan yang dipelajarinya di program tertentu (Alvin kegirangan, akhirnya saat ini dateng juga, pikirnya). Akhirnya Ify sadar, tetapi karena menelan terlalu banyak air penglihatannya masih belum jelas. "Cak.. ka?" tanya Ify. Alvin tak berkata apa-apa, lalu meninggalkan Ify begitu saja. Ify akhirnya sadar, kebingungan. Ia masih mengira bahwa Cakkalah yang menyelamatkannya. Ify tersipu malu, lalu menjadi kegirangan. "Ah! Ternyata si Ify masih suka sama Cakka! Jadi gue gak dianggep, gitu? Setelah semua kebaikan yang gue lakuin ke dia!! Aarrgghh!" teriak Alvin marah-marah di belakang sekolah yang sepi banget. Tiba-tiba HPnya berdering. "Halo?" ujar Alvin. "Vin, cepet ke rumah sakit Omikawa, si Sivia ketabrak mobil!" Rio memberitahu Alvin. "Apa?! Sivia ketabrak mobil?" tanya Alvin. "Iya! Mending lo ajak Ify ke sana, suruh jenguk si Sivia, cepetan gih!" ujar Rio, lalu mematikan sambungan ke Alvin. Alvin pun balik ke Ify dengan ogah-ogahan, melihat Ify masih senyum-senyum sendiri. "Heh, nenek lampir! Cepet ikut gue ke RS Omikawa!" teriak Alvin. Tumben, biasanya kan si Alvin baik ama gue, kok sekarang malah kasar banget?? Mana ngejulukin gue Nenek Lampir, lagi! pikir Ify dengan muka bingung. "Ngapain lo diem aja?! Cepet ikut gue!" teriak Alvin. "Iya ah! Emang kenapa?" tanya Ify sambil berdiri. "Udah ntar gue jelasin di jalan!" ujar Alvin. "Jelasin sekarang! Kalo enggak aku gak ikut!" sahut Ify. "Pokoknya harus!" teriak Alvin memaksa. "Jelasin gak?!" tanya Ify. "Enggak!" jawab Alvin. "Ya udah, aku gak ikut!" sahut Ify ngotot. "Alah! Bawel banget sih lo!" kata Alvin sambil menarik tangan Ify dengan kencang. "Eh! Lepasin!! Aku kagak mau ikut!! Lepasin aku!! Eh, Orang Jelek! Lepasin! Kulaporin nih ke komnas HAM!!" teriak Ify, meronta-ronta. Tapi apa guna, Alvin menariknya sangat keras, dan bertambah kencang saat Ify meronta-ronta. Alvin pun segera berjalan ke arah motornya, lalu menyuruh Ify duduk. "Lo kabur gue taro lo di depan kayak anak kecil!" ancam Alvin. "Iya iya..." sahut Ify, duduk di belakang Alvin. Alvin pun segera melaju kencang, ngebut kayak orang kesetanan. Ify yang takut dan agak mual pun memeluk Alvin. "Heh! Lepasin pelukan lo! Jijik gue!!" komentar Alvin. "Heh, siapa suruh ngebut kayak orang kesetanan!! Lagian kamunya tuh aneh, biasanya 'kan cowok kalo suka sama cewek tuh seneng dipeluk kayak gini, kamu malah marah!!" sahut Ify. Alvin pun diam saja, berpikir. "Heh, gue tuh udah gak suka ama lo! Cewek yang gak bisa renang kayak lo ngapain disukain?" tanya Alvin. "Eh, aku tuh masih mending, daripada kamu! Udah tau ada cewek tenggelem, malah dibiarin aja! Untung ada Cakka!" jawab Ify sewot. "Cakka? Yang ada di sekolah tuh cuma gue ama lo! Gue tau yang nyelamatin elo! Masih untung tuh gue kasih pernafasan buatan, gue muntah tau abis ngelakuin itu! Emang apa miripnya sih gue ama Cakka?" tanya Alvin sewot. "Apa?! Aku gak salah denger, tuh?! Kamu ngasih aku pernafasan buatan?! Jijik!! Eh! Muntah nih aku!!" ucap Ify. "Iya! Emang cuma lo?! Gue juga muntah abis ngasih elo pernafasan buatan! Tanggung jawab lo!" sahut Alvin. "Udahlah daripada berantem mulu, ngapain kamu maksa aku ke sini?" tanya Ify. "Sivia ketabrak mobil" jawab Alvin kalem saat mereka turun dari motor. "Apa? Si... Sivia ketabrak mobil?" tanya Ify. "Iya, makanya gue tuh sengaja ngasih tau lo pas udah nyampe sini, ntar lu pingsan lagi dengernya!" jawab Alvin. "Kurang asem! Emang aku cewek lemah, apa?" tanya Ify. "Iya! Berenang aja lo kagak bisa!" jawab Alvin. "Arrgghh!!!" sahut Ify stress. Alvin menatapnya sinis.
Alvin pun menelepon Rio. "Yo, si Sivia di kamar mana?" tanya Alvin. "Di kamar 4320, cepet ya!" jawab Rio lalu menutup teleponnya. Alvin berjalan, tidak meperdulikan Ify yang ada di belakangnya. Ify bersungut-sungut, marah. "Ni dia" ujar Alvin, lalu langsung masuk. "Gimana kabar Sivia?" tanya Ify. "Masih koma..." jawab Gabriel sedih. Tiba-tiba, Sivia pun membuka matanya. "Ada apa ini?" tanya Sivia. "Sivia!! Kita khawatir banget sama kamu!! Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Shilla sambil memeluk Sivia. "Iya... tadinya... Shill.. sakit, nih!!" ujar Sivia, tersenyum dan melirik ke semua arah. Lalu matanya pun berhenti di arah Ozy dan Gabriel. "Eh, Siapa mereka berdua?" tanya Sivia, menunjuk ke arah Ozy dan Gabriel. Semuanya hanya bisa melongo. Ha? Itu yang terlintas di pikiran mereka.

"Eh... jawab, dong!! Mereka siapa??? Kok, bisa-bisanya mereka ada di sini?" tanya Sivia lagi. Acha yang jawab. "Ozy tuh pacarku... Gabriel tuh mantan kamu!" jawab Acha. "Hah..?? Mantan?? Kenal aja enggak!!" ujar Sivia. "Hah?? Kamu gak inget?? Siapa, sih... yang bilang Gabriel baik banget, keren, ganteng, segala macem?? Kamu, Siv!!! Sadar! Inget-inget!!" Shilla histeris, sementara Gabriel senyum-senyum gak jelas denger kata-kata Shilla. Sivia memejamkan matanya, berusaha mengingat-ingat siapa Gabriel. "Gak bisa!! Gak dapet!!" Sivia menyerah pada akhirnya. "Jangan-jangan... Sivi amnesia!! Gara-gara berantem sama Iyel kali!!" tutur Ify. "Bener juga lo!! Makanya Yel, jangan nuduh sembarangan!! Liat tuh... hasilnya!" ujar Ozy menjitak kepala Gabriel. "Iya, ah..." sahut Gabriel kalem. "Oya, ngomong-ngomong... lo bedua ngapain aja di sekolah?" tanya Rio yang ditunjukkan kepada Alvin dan Ify. "Tenggelem" jawab Ify kalem. "Nyelametin dia" jawab Alvin singkat. "Ha? Gimana ceritanya??" tanya Acha. "Gini ceritanya..." baru saja Ify akan bercerita, tetapi langsung dipotong Alvin. "Gue aja yang cerita! Elu kagak tau apa-apa pas lo tenggelem!" potong Alvin. "Ngocol!" ujar Ify. "Masih mending daripada cewek yang gak bisa berenang!!" sahut Alvin. "Masih mending, kamu nyelametin gak niat!!" ujar Ify. "Heh, masih mending gue nyelametin elo!! Gue gak mau ngeliat ceweknya sahabat gue nangis-nangis ditinggalin sahabatnya!" sahut Alvin. "Elo maksa gue ke sini gak ngasih alesan! Narik-narik tangan gue kenceng banget! Gue laporin ke komnas HAM beneran lo!" ujar Ify. "Woi woi... diem!! Kapan ceritanya?? Ada orang sakit, ntar dia pusing!" ujar Rio, tetapi Sivia dari tadi ketawa. "Ya udah... gini ceritanya..." Alvin pun menceritakan semuanya. Yang mendengar ketawa semua, kecuali Ify yang merasa kesindir dan Sivia serta Shilla yang tidak mau Ify sedih. Tapi apa mau dikata, Ify sudah nangis duluan di toilet, ditemani dengan Shilla yang memang sangat setia kawan.
Dua minggu setelah itu, Sivia (Sivia sudah masuk saat itu), Cakka dan Gabriel di panggil oleh guru kesenian mereka. Setelah sampai di ruangan guru kesenian, guru kesenian mereka pun memberitahu mereka sesuatu. "Kalian tahu, sekitar tiga minggu lagi akan ada pentas kesenian di sekolah. Nah, bapak ingin kalian berpatisipasi dalam acara tersebut. Sivia, kamu akan menyanyi, Cakka dan Gabriel akan mengiringinya dengan gitar dan nyanyian." guru kesenian mereka memberitahu mereka. "Haaahhh???" ujar mereka semua kaget. "Kok... bisa?" tanya Cakka kaget, sementara Sivia dan Gabriel hanya bisa menganga mulutnya. "Bapak tahu dari nge-jam bareng kemarin, itu dilakukan untuk melihat bakat musik kalian. Sedang Shilla serta Rio juga akan bernyanyi duet. Jadi, kalian tidak sendirian. Kalian boleh keluar sekarang" jawab guru kesenian mereka. Sivia, Cakka dan Gabriel pun keluar, masih kaget. "Eh, pas istirahat kita latihan, ya!" ajak Cakka. "Oke... di ruang musik!" sahut Sivia. "Oke..." ucap Gabriel. Mereka pun pergi ke kelas mereka.
Saat di kelas, semua murid lagi heboh! "Shill, ada apaan sih?" tanya Sivia. "Biasaa... si Ify ngerjain Alvin" jawab Shilla. "Diapain?" tanya Sivia lagi. "Kursinya Alvin dikasih lem, trus si Alvin duduk. Gak bisa bangun deh... padahal kan harus pimpin doa. Bener-bener deh si Ify" jawab Shilla. "Bantuin Alvin, yuk!" ajak Sivia. "Yuk... sama kayak pas dia ngerjain kakak kelas, kan?" tanya Shilla. "Iyalah! Si Ify kejam banget kalo pake lem yang kagak bisa di apa-apain sama sekali!" jawab Sivia. Sivia pun mengambil botol minumnya, lalu berjalan ke arah Alvin. "Sori Fy" ujar Sivia. Lalu ia menyemprotkan air ke kursi Alvin yang dikenai lem oleh Ify. "Heh! Ngapain lo..." baru saja Alvin ingin memaki-maki Sivia, Alvin menyadari kalau ia sudah bisa bangun. "Yah, Siv... ngapain dibebasin? Lagi seru-serunya!" ucap Ify kecewa. Sivia hanya tersenyum jail, lalu menengok ke arah Alvin. "Makasih?" tanya Sivia, mengangkat alisnya. "Makasih..." ujar Alvin. "Sama-sama!" sahut Sivia. "Heh, ini pasti kerjaan lo! Minta maaf lo!" Alvin memaki-maki Ify. "Iya! Makanya, jadi orang tuh jangan nyebelin!" sahut Ify. "Awas ya, gue pasti ngebales lo!" ujar Alvin. "Ha? Ngebales? Apa gak salah, tuh? Selama ini tuh gak ada yang bisa ngerjain aku! Pada kapok, udah gak dapet ngerjain malah dibales!" sahut Ify. "Yah... selalu ada yang pertama. Liat aja nanti, pas istirahat" ucap Alvin. "Yah... kita liat aja nanti" sahut Ify.
Saat istirahat...
Ify mendapat surat dari Cakka untuk bertemu dengannya di kolam sekolah. Ify menanggapinya dengan biasa saja. "Ciee.... kesempatan, tuh!" ujar Shilla. "Aku dah gak suka sama dia" sahut Ify kalem. "Haahh?? Trus sekarang suka sama siapa?" ucap Sivia kaget. "Ntar aja... temenin dulu aku nemuin Cakka!" ujar Ify. "Oke..." ujar Sivia. Mereka pun ke kolam renang. "Hai Cak... ngapain manggil aku?" tanya Ify. "Ha? Bukannya elo yang manggil gue?" tanya Cakka. "Haa??? Tapi di surat ini..." ujar Ify, memperlihatkan suratnya. Cakka membacanya. "Lah... kata si Alvin, elo mau nemuin gue!" ujar Cakka. "Al..." baru saja Ify akan berteriak terkejut, tiba-tiba ada yang mendorongnya ke arah kolam renang. "Kyaaa!!!" uja Ify kaget. Ify pun tenggelam. "Tolonnnggg!!!" ujar Ify tergagap, meminta tolong. Lalu Sivia menyelamatkannya. Untung saja belum terlalu lama, jadi Ify tidak perlu mendapat pernafasan buatan. "Kurang asem lo Vin!" ujar Ify, terisak-isak. "Fy... tenang Fy..." ujar Shilla menenangkan. "Gue gak mau tenang!! Vin, lo kurang ajar banget!! Gue ketakutan setengah mati di sana tau!!" ujar Ify marah. "Heh, elo tuh udah permaluin dan kerjain gue berapa kali coba?" tanya Alvin. "Ya... kan gak nyampe segitunya!" jawab Ify ngeles. "Eh, siapa ya yang bilang gak ada yang bisa ngerjain aku?" tanya Alvin. Ify diam saja. "Mampus lo!! Tenggelem di depan cowok yang lo suka!" sambung Alvin. "Ha? Cakka maksud lo?? Gue tuh dah gak suka ma dia! Makanya, jadi cowok gak usah sotoy!" sahut Ify. Cakka kebingungan, lalu kabur. "Hahaha... jadi inget Alvin yang dulu!! Sering ngerjain orang... ampe kakak kelas yang MOS in dia juga kena semprot!" ujar Rio ketawa. "Waahhh... sama dong kayak Ify! Ify aja guru ampe kena semprot!! Trus ada cowok yang ampe dikurung di kamar mandi cewek!" sahut Shilla, menggandeng tangan Rio. "Apa?! Alvin... sama kayak gue?! Wah, harus ati-ati, nih!" ujar Ify. "Iya, ati-ati! Awas aja lo, gue kerjain habis-habisan!" sahut Alvin. "Eh, lo tuh yang harusnya ati-ati!! Lo udah keperangkep berapa kali, coba?!" tanya Ify. Alvin diam saja, tak bisa menjawab. Ify merasa menang. "Eh, aku latihan dulu, ya..." pamit Sivia. "Oke..." sahut Shilla, menatap Ify dan Alvin yang mulai ribut lagi. Sesampainya di ruang musik, Sivia mendengar suara orang yang indah sekali, suara yang dirindukannya, Tanpa mendengar pertanyaan konyol Cakka. "Eh, kan si Sivia udah ninggalin elo, buat gue ya" ucap Cakka, meminta izin pada Gabriel. Gabriel menjawabnya dengan bernyanyi. "Sungguh mati aku tidak bisa meninggalkan dia, walaupun kau dekap aku... ampun aku bila kini yang terkuak hanya pedih, yang mungkin kan menghantui..." Gabriel bernyanyi dan memainkan gitarnya, tanpa tahu bahwa Sivia ada di luar, mematung. Sivia memikirkan suara Gabriel, suara yang begitu hangat... lama ia memikirkan hal itu, tidak mendengarkan percakapan antara Gabriel dan Cakka. "Eh, kok jadi nyanyi, sih??" komentar Cakka. "Iseng" sahut Gabriel. "Eh, gue mo ngambil sesuatu, bentar ya" lanjut Gabriel, lalu keluar lewat pintu belakang. Cakka memainkan gitarnya, mengulur waktu. Sivia pun masuk. "Emm... tadi kamu yang main?" tanya Sivia, menunjuk gitarnya. "Iya, kenapa?" tanya Cakka. Sivia memeluknya. "Kamu pasti mantanku... aku rindu suara kamu nyanyi..." ujar Sivia. Cakka hanya mengelus-elus rambut Sivia setelah memeluknya balik. Ia menyukai Sivia, sudah sejak lama. Mimpi apa gue semalem... bisa dipeluk Sivia kayak gini! pikir Cakka bahagia. Mereka tidak tahu bahwa Gabriel menatap mereka yang sedang berpelukan, hatinya terbakar oleh cemburu.

Gabriel menatap mereka lewat celah pintu, lalu pergi, meninggalkan Sivia dan Cakka yang lagi peluk-pelukkan. Di kantin, Ozy menatapnya saat ia menceritakan itu semua. "Yel, malang abis nasib lo... ditinggalin cewek lo, dianya gak percaya kalo elo tuh mantannya dia, digaet ama cowok lain lagi..." komentar Ozy, menggeleng-gelengkan kepalanya. "Iya nih... pusing gue, stress berat!" sahut Gabriel, memijat-mijat kepalanya sendiri. Sementara itu, Sivia melepaskan pelukannya. Cakka pun nekat mengatakan sesuatu. "Siv, mau gak elo jadi pacar gue?" tanya Cakka. Sivia tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. Cakka pun tersenyum, melihat senyuman Sivia yang manis sekali. "Kita batalin aja latihannya, lagian Gabriel juga gak dateng-dateng. Ke kantin, yuk!" ajak Cakka, menggandeng tangan Sivia. "Yuk!" sahut Sivia, berjalan bersama Cakka. "Eh! tuh mereka berdua dateng!" ucap Ozy, menunjuk Sivia dan Cakka yang bergandengan tangan menuju kantin. Mereka tidak melihat Ozy dan Gabriel yang menatapnya penasaran dan bingung. Sivia pun mulai memesan, ia memesan makaroni sedang Cakka memesan paella. "Eh, kayaknya makaroninya enak, deh... bagi, dong!" ujar Cakka. "Nih, aammm..." ujar Sivia, menyuapi Cakka. "Nyam... lezat! Apalagi disuapin sama orang yang cantik... banget!" sahut Cakka. Sivia yang mendengarnya tersipu malu. "Bagi paella dong!" akhirnya itulah yang keluar dari mulut Sivia. "Nih, dijamin enak!" ujar Cakka, menyuapi Sivia. "Aammm... bener! enak, deh!" ucap Sivia. "Mesra amet..." komentar Ozy yang melihatnya. Sedang Gabriel yang melihatnya tidak tahan lagi. Ia pun beranjak pergi. "Gue cabut!" ucap Gabriel. Ozy hanya menggeleng-gelengkan kepala, lalu berpikir, Yel... malang bener sih nasib lo... gue ikut prihatin!
Setelah makan berdua dengan Cakka, ia pun menceritakannya kepada kedua sahabatnya. "Ooh..." komentar Ify dan Shilla singkat, berpandang-pandangan. Kan Gabriel mantan kamu, bukan Cakka... pikir Shilla. Tetapi ia diam saja, karena ia tidak mau merusak momen indah ini. "Enak, dong... eh, besok traktir ya!" ujar Ify. "Traktir?" tanya Sivia. "Pajak jadian, neng..." jawab Ify. "Ciee... inget Alvin lo kemaren-kemaren?" tanya Shilla. "Ya enggak lah Shilla..." jawab Ify. "Oya, Fy, tadi katanya kamu mau ngasih tau, kamu suka siapa? Siapa Fy?" tanya Sivia. "Emmm... mmmm" Ify jadi salting. "Iya! Kasih tau dong Fy!! Siapaa??" ujar Shilla. "Mmmm... a... aku... suka sama..." Ify memejamkan matanya. Salting. "Ayo... siapaa??" tanya Shilla. "Al... vin" jawab Ify, memejamkankan matanya. "APA?!" teriak Sivia dan Shilla bersamaan, kaget. "Ssstt!!! Ntar dia tau, aku lagi yang malu ndiri!" ujar Ify. "Iya..." ujar Sivia. "Oke... jadi, aku harus cari tau gimana caranya biar bisa ngebales si Alvin! Gila! Takut banget pas di kolam renang tadi!" ucap Ify. "Pake trik kapur aja, yang gak keliatan di kursi dan di kulit, pas di kain keliatan! Tepatnya, di celana! Tulis apa gitu kek, 'dari Ify', atau 'love, Ify', atau 'rasain lo!'" Shilla memberi ide. "Pinter juga kamu Shill!" komentar Ify. "Iya, lagian si Alvin juga bakal ati-ati, pasti dia gak bakal ngecek dulu, tu kursi aman gak!" ujar Sivia. "Oke... aku bakal ngelakuin. Rasain lo Vin, dapet lo dendam gue!" ucap Ify. Lalu mereka ke kelas dan menjalankan rencana mereka.
Di kelas...
Alvin celingak-celinguk masuk kelas, memastikan bahwa tidak ada perangkap atau semacamnya. Shilla, Sivia dan Ify cekikikan. Avin menatap mereka, lalu masuk kelas. Sebelum duduk, ia mengecek kursinya, tepat seperti perkiraan Shilla. Setelah memastikan bahwa tidak ada apa-apa di kursinya, ia pun duduk. Shilla dan kedua sahabatnya bersusah-payah menahan ketawa. Setelah pelajaran selesai dan mereka pulang, Shilla, Sivia serta Ify pulang, berjalan di belakang Alvin. Setelah sampai di tengah lapangan (seperti biasa, Alvin main basket), Ify lantas berteriak, "Wooiii!!!!! Alvin!!! Di belakang lo ada apa??" teriak Ify begitu keras hingga semua menengok. Yang melihat tulisan di celana Alvin tertawa ngakak. Alvin bingung. Ia berusaha melihat apa yang membuat semua orang tertawa, tetapi tak bisa. Ify pun berkata, "Nyariin? Liat celana lo!" Alvin pun melihat celananya, dan terkejut melihat tulisan 'Rasain Lo!' yang ditulis dengan kapur pink norak. "Makanya, jangan sembarang ngerjain orang!! Liat lo balesannya!" ujar Ify. Alvin menyenggol Ify dengan keras saat ia berjalan menuju toilet untuk membersihkan kapur. Ify hanya tertawa.
Seminggu pun berlalu. Cakka dan Sivia masih tetap mesra-mesraan, Alvin dan Ify membuat seluruh anak di SMA Favorit 3 tertawa terbahak-bahak, Rio masih waspada akan cowok kayak MC sebulan yang lalu, dan Gabriel terbakar rasa cemburu di setiap saat, serta Ozy yang khawatir dengan keadaan sahabatnya dan prihatin kepadanya. Saat istirahat, Sivia mengajak Cakka ke ruang musik. "Cak, nyanyi dong buat aku" pinta Sivia. "Mmm... gimana, ya... aku lagi batuk" sahut Cakka ngeles. "Ayolah..." Sivia memohon. "Oke... reffnya aja ya" ujar Cakka pada akhirnya, lalu ia pun mulai menyanyi. "Cintailah, aku.... sepenuh hati, sesungguhnya aku tak ingin kau pergi..." Sivia menghentikannya. Itu bukan suara yang ia rindukan, Sivia sangat mengenal suara tersebut. "Bukan kamu yang nyanyi waktu itu?" tanya Sivia. "Bukan" jawab Cakka polos. "Ooh.." Sivia bimbang, lalu mengatakan keputusannya. "Mmm... gimana ya cara mengatakannya?" tanya Sivia pada dirinya sendiri. "Lo pingin kita putus?" tanya Cakka. "Iya" jawab Sivia kalem. "Ya udah, bagus deh, soalnya gue suka sama orang lain" ujar Cakka. "Siapa?" tanya Sivia. "Keke" jawab Cakka. "Jangan kasih tau siapa-siapa, awas lo!" sambung Cakka. "Iya..." sahut Sivia. Sementara itu, Alvin sama Ify masih aja seru ngerjain satu sama lain. Tiap hari ada... aja ulah mereka! Sahabat mereka tertawa ngakak saat mereka waspada, apa lagi saat mereka terperangkap. "Hahaha... Ify, Ify... ngapain kamu sampe ngeliat langkah-langkah kamu kayak gitu?" tanya Shilla. "Waspada, soalnya aku gak tau si Alvin bakal berbuat apa ke aku" jawab Ify. Ke toilet aja Ify ampe periksa 15 kali, soalnya dia pernah dikerjain Alvin pas masuk toilet, papannya dituker. Alvin juga, pas duduk aja dia nyampe cek berapa kali deh baru duduk, soalnya takut insiden kapur bakal terulang lagi. "Vin, duduk aja napa? Ini kantin, gak bakal tau lah dia lo duduk di mana?" tanya Rio, gedek banget sama ulahnya Avin. Lagian juga gak ada gunanya waspada, toh mereka juga keperangkep mulu! Sampai akhirnya, si Alvin bilang terus terang ke Ify kalo dia udah bosen. "Fy, gue udah bosen sama ni insiden, gue gak mau berurusan lagi ma ini" ujar Alvin. "Bagus, gue juga dah bosen. Janji ya, gak bakal ngerjain lagi! Kalo ngerjain lagi suruh lari dari bintaro ampe blok M" sahut Ify. "Oke" ucap Alvin. "Janji lo gue pegang" ucap Ify.
"Yel, si Cakka sama Sivi udah putus" kata Ozy memberi informasi. "Bener?" tanya Gabriel. "Iya" jawab Ozy singkat. "Yes! Gue bisa deketin Sivi lagi!!" ujar Gabriel kesenengan. Sivia saat itu sedang kebingungan, mencari siapa pemilik suara indah tersebut. Ia pun curhat ke Shilla dan Ify. "Udah dibilangin, mantan kamu tuh Gabriel!" komentar Shilla. "Ah! Gue sih gak mau percaya sebelum ada buktinya! Ntar gue salah milih orang lagi kayak si Cakka!" ujar Sivia. Shilla dan Ify pun berpandang-pandangan, lalu berbincang lagi bertiga. Setelah Sivia cabut mau ke toilet, Ify memberitahu mereka Shilla rencana untuk membuktikan kepada Sivia bahwa Gabriel-lah orang yang dia cari. Mereka pun membicarakannya dengan Gabriel, Alvin, Rio, Ozy dan Acha, lalu mereka semua setuju untuk menjalankan rencana Ify tersebut.

Akhirnya tiba juga hari di mana Ify akan menjalankan rencananya bersama teman-temannya. Ify memulai sandiwara, berharap Sivia tidak akan tahu kalau ini cuman sandiwara doang. "Siv, ke pantai, yuk!" ajak Ify. "Pantai? Tumben ngajak aku ke pantai!" sahut Sivia. "Temenin aku... aku pengen berduaan ma Rio" ucap Shilla. "Ooh... oke!" Sivia pun menyetujuinya. Shilla dan Ify pun berpandang-pandangan, tersenyum. Setelah berbincang-bincang sebentar, menentukan waktunya (jam setengah lima berangkat ke sana), mereka pun berangkat. Tetapi, Sivia disuruh make dress putih santai, celana jeans selutut, bando putih, tas birunya, dan sandal gladiator, persis saat Sivia pergi kencan dengan Gabriel. Sivia biasa-biasa aja, soalnya emang dia yang minta sahabatnya itu buat milihin baju buat dia, eh keterusan ampe tas sama bando dan sepatu disuruh pake. "Yuk berangkat, udah jam setengah lima" ajak Shilla, lalu mereka pun berangkat.
Sesampainya di pantai...
"Waahhh!! Bagus banget pantainya!" ujar Sivia kagum. Ify dan Shilla hanya tersenyum, seharusnya mereka yang berkata begitu, karena ini pantai tempat Sivia dan Gabriel menghabiskan waktu bersama. Tiba-tiba Sivia mendengar suara, suara yang telah lama di rindukannya, suara yang telah lama ingin dia dengar, dan kini ia mendengarnya, lembut, hampir tak terdengar. "Mungkin kau bertanya-tanya, arti perhatianku terhadapmu, pasti kau menerka-nerka, apa yang tersirat dalam gerakku" begitu mendengarnya tanpa berpikir Sivia langsung berjalan ke arah suara. "Akulah serpihan kisah masa lalumu, yang sekedar ingin tahu keadaanmu..." Sivia akhirnya menemukan asal suara itu. Suara itu... berasal dari Gabriel yang memakai baju pada saat mereka pergi ke pantai, menyanyi di atas panggung, dengan suara yang sangat, sangat dirindukan oleh Sivia. Dengan diiringi lagu Lyla-Bernafas Tanpamu, kilatan-kilatan flashback menghantui pikiran Sivia. "Tak pernah aku bermaksud mengusikmu, mengganggu setiap ketentraman hidupmu, hanya tak mudah bagiku lupakanmu, dan pergi menjauh... beri sedikit waktu, agar ku terbiasa, bernafas tanpamu... oooohhh... Hoo hooo… hoo hooo… teruntuk... dirimu.. dengarkanlah aku... Tak pernah aku bermaksud mengusikmu, mengganggu setiap ketentraman hidupmu, hanya tak mudah bagiku lupakanmu, dan pergi menjauh... beri sedikit waktu, agar ku terbiasa, bernafas tanpamu..." Gabriel mengakhiri lagunya, dan tepat pada saat itu Sivia ingat semuanya. Ia ingat akan Gabriel, Ozy, pantai itu, kalungnya... semuanya. "Sivia, kamu sudah ingat siapa aku?" tanya Gabriel. Sivia mengangguk, tersenyum. "Kalau begitu... mau gak, kamu jadi pacarku sekali lagi?" tanya Gabriel lagi. Sivia pun tersenyum, lalu memeluk Gabriel dan mengecup pipinya. Mereka pun bergabung bersama teman-teman mereka yang lain, lalu menyadari bahwa Ify dan Alvin bergandengan tangan. "Udah jadian?" tanya Sivia. Ify dan Alvin hanya tersenyum. Ify dan Alvin langsung di sorakin, diminta pajak jadian, pokoknya segala macemlah, lalu seusai semua itu mereka memandangi indahnya sunset. "Kita bisa kumpul disini... bersahabat kayak gini... semua Karena satu kata 'CINTA'" ujar Gabriel. "Iya..." sahut Ify. "Hmmm..." sahut Alvin cuek. "Karena satu kata 'CINTA', kalimat favoritku" gumam Sivia. "Kita juga!!" teriak semuanya, lalu tertawa.
Beberapa tahun kemudian...
Gabriel menikah dengan Sivia, dan mempunyai seorang putra dan seorang putri. Putra mereka sudah SMP kelas tiga, dan putri mereka baru berumur 13 tahun. "Ma... sepertinya aku jatuh cinta!" curhat putrinya. "Oya? Mama malah dapet cinta pertama waktu SMA!" cerita Sivia. "Ceritain, dong!!!" pinta putrinya. "Begini ceritanya..." Sivia pun menceritakan ceritanya.
Yang lain??
Ozy menikah dengan Acha, Rio dengan Shilla, dan Ify dengan Alvin.

THE END